Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kuharap, Bukan Kita

22 Desember 2020   07:44 Diperbarui: 22 Desember 2020   07:46 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Ada yang tak menyadari, burung-burung berkicau pagi ini
angin membelai dedaunan dengan cinta yang natural
berlaksa embun merelakan diri untuk dilenyapkan hangat mentari
kuncup-kuncup baru bermunculan menggantikan bunga yang gugur kemarin.

Kuharap, bukan kita.

Ada yang tak lagi peka menangkap pesan
yang dititipkan hujan kepada tanah basah
atau mendengarkan sajak tua yang dikisahkan
kepompong yang mulai rekah kepada setiap penghuni pagi
atau isyarat rindu seorang anak yang mengeluhkan tugas sekolahnya.

Kuharap, bukan kita.

Ada yang tak lagi menemukan pagi yang bahagia
pada obrolan tak penting dengan pasangannya
pada saat mencium aroma tas sekolah anak-anaknya
pada saat membetulkan ikatan tali sepatu mereka
pada saat sendiri dan menyadari bahwa
hidup tak cuma ada pada benih yang berkecambah
melainkan juga pada biji yang mati.

Kuharap, bukan kita.
Bukan kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun