Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Fotosintesis, Kemurahan Alam yang Mungkin Terlupakan

21 Oktober 2020   04:39 Diperbarui: 21 Oktober 2020   05:10 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kapan terakhir kali kita bertanya tentang dari mana makanan yang ada di meja makan kita berasal? Pertanyaan sambil lalu mungkin ada, tapi pertanyaan yang membawa kepada perenungan yang dalam, mungkin sudah lama tak kita lakukan.

Ya, dari mana makanan kita berasal? Berapa jarak yang ditempuh makanan untuk sampai di meja makan kita? Siapa saja orang yang berada di sepanjang perjalanan makanan itu? Bagaimana keadaan mereka? Sehatkah mereka? Cukup makankah mereka? Kalau kita menjelajah lebih jauh lagi, dari mana asal mula dari semua makanan? Apakah mereka berasal dari satu sumber yang sama?

Kita tahu jawabannya: ya. Semasa di sekolah dasar kita telah diperkenalkan kepada sebuah peristiwa sederhana tapi ajaib tak terkira: fotosintesis.

Kalau dalam satu ujian ada pertanyaan tentang bagaimana fotosintesis terjadi, boleh jadi kita masih bisa menjawabnya. Akan tetapi, yang mungkin tak kental kita sadari adalah peristiwa penting itu berlangsung boleh dikata tanpa biaya. Cuma-cuma.

Mari kita panggil kembali hapalan kita. Pada daun terhadap senyawa ajaib, sebuah pigmen berwarna hijau, yang kita beri nama klorofil. Klorofil menangkap energi dari cahaya matahari, energi ini digunakannya untuk mengikat gas karbondioksida (CO2) dari udara dan air (H2O) dari tanah lalu mengubahnya menjadi energi dalam bentuk bahan pangan yang paling sederhana, yaitu glukosa (C612O6) dan oksigen (O2).

Glukosa dan oksigen ini nantinya digunakan oleh sel-sel di dalam tubuh manusia dan hewan untuk menghasilkan energi yang diperlukan untuk melangsungkan hidup dan berkembang biak. Hasil lain dari proses pembentukan energi dalam sel itu adalah gas karbondioksida dan uap air yang menjadi bahan bagi tumbuhan untuk kembali menghasilkan energi bagi manusia dan hewan. Sebuah siklus yang indah.

Kita dapat melihat dengan gamblang bahwa kehidupan di muka bumi ini tidak lain adalah konversi energi dari satu bentuk ke bentuk lainnya, atau dapat dikatakan pula sebagai konversi makanan dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Semuanya berawal dari matahari.

Matahari mengirimkan energi berupa cahaya ke sebuah 'dapur umum' bagi Bumi kita, yaitu daun. Di dalam dapur itu terdapat 'kompor' bernama klorofil yang begitu mendapatkan bahan bakar akan mulai memasak bahan-bahan (karbondioksida dan air) menjadi makanan (glukosa) bagi makhluk lain (manusia dan hewan).

Saat ini mungkin keadaan masih baik-baik saja. Makanan masih tiba di meja makan kita dengan relatif tepat waktu. Akan tetapi, tak semua orang mendapatkan kelapangan yang sama. Dapur-dapur umum itu tak tersebar merata di seluruh belahan Bumi, sehingga sebagian orang kesulitan mendapat makanan.

Angkanya tidaklah kecil. Lebih dari 800 juta orang menghadapi kelangkaan pangan (food scarcity).  Sementara di bagian Bumi yang lain, segolongan orang memiliki akses yang mudah ke dapur umum itu, mengambil banyak makanan dengan penanganan yang kurang baik dan tak jarang melebihi kebutuhan, sehingga akhirnya dibuang.

Angkanya tidaklah kecil. Sekitar sepertiga bahan pangan yang diproduksi di seluruh dunia terbuang oleh karena berbagai sebab. Belum lagi bila kita bicara tentang nasib para petani yang merupakan para penjaga utama dari dapur umum. Banyak di antara mereka yang dekat atau bahkan terendam dalam kemiskinan.  

Fotosintesis adalah kemurahan yang dilimpahkan oleh alam kepada kita. Semestinyalah kemurahan itu mengucur kepada setiap penghuni Bumi. Kenyataannya tidak demikian.  Itulah tanda bahwa alam sedang menyindir kita.

Akankah kita semurah hati alam buat menolong sesama yang nasibnya tak lega untuk mendapatkan cukup makanan? Kalau pun belum bisa melangkah jauh, akankah kita membuat langkah kecil berupa tak membuang makanan dan tak belanja berlebihan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun