Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kau yang Entah Siapa

9 September 2020   11:16 Diperbarui: 9 September 2020   11:27 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di setiap ujung petang sekawanan burung kecil ramai berkicau dekat pokok besar itu. Mereka telah menjadikannya tempat bermalam semenjak beberapa waktu silam. Selepas maghrib kicau itu senyap, burung-burung telah berdiam dalam rerimbunan. Pada saat-saat itulah aku melihatmu muncul dari pangkal jalan. Berhenti sebentar di pokok besar, menengadah, lalu melanjutkan langkah. Lenyap di tikungan.

Aku selalu tertarik kepadamu. Sepertinya bukan orang sini. Bahkan sebagian hatiku menduga kau tak datang dari masa yang kukenali. Tapi tak sekali pun aku berniat mendekati, menyapamu. Aku hanya duduk di beranda ini, memandangmu hingga lenyap di tikungan.

Mengapa kau berhenti dan menengadah di pokok besar itu? Apakah untuk memastikan setiap burung mendapatkan ranjang mereka? Atau mengapa kau melintasi jalan ini? Di mana rumahmu? Aku tak pernah melihatmu di waktu-waktu yang lain. Tapi, aku selalu tertarik padamu. Tertarik yang ragu dan malu-malu. Dari kejauhan yang remang-remang, aku menerka-nerka wajahmu pasti menyenangkan.

Di suatu maghrib setahun yang lalu, selepas menengadah di pokok besar itu, kau menujuku yang terus memperhatikanmu. Sekujur tubuhku kaku, kau menyapaku dengan suara sedingin logam, "kau muzi, bukan?" Kurasa, aku mengangguk. Ya, kurasa begitu. Kau melanjutkan, "sebentar aku kembali. Ada undangan untukmu." Kau berlalu. Lenyap di tikungan. Aku menegang.

Hingga kisah ini kutuliskan, kau belum lagi datang. Sementara, burung-burung kecil tak lagi bersarang di pokok besar itu. Mungkin mereka telah bertemu habitat yang baru. Dan kau, mungkin, melintas di jalan yang baru itu. Lalu, seseorang seperti aku tertarik kepadamu. Terus mengamatimu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun