Mohon tunggu...
Sukmono
Sukmono Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Semua Berawal Dari Hati, Yakinlah Dan Percaya

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Melihat Indonesia, Berkaca dari Film Pacarku Anak Koruptor

26 Januari 2017   00:13 Diperbarui: 26 Januari 2017   01:03 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film yang menampilkan perjalanan cinta yang berbau masalah dari pasangan Sayanda dengan Gerhana. Dimana masalah itu timbul, disaat ternyata ayah Gerhana merupakan seorang koruptor. Demi membela kebenaran, Sayanda menjebloskan ayah Gerhana kedalam penjara. Tentunya Gerhana sulit menerimanya, namun ia harus menerimanya.

pacarku-anak-koruptor-550x411-5888e841159373c609030304.png
pacarku-anak-koruptor-550x411-5888e841159373c609030304.png
Dari judul film “Pacarku Anak Koruptor”Penonton berfikir bahwa didalam cerita film tersebut akan lebih banyak di bahas tentang kasus-kasus koruptor para pejabat negara, melainkan didalam film ini penghadiran kembali sosok manusia indonesia kedalam film sangat terlihat jelas, melalui gaya-gaya yang di hadirkan dan simbol simbol yang dimunculkan.

Pertama, munafik atau hipokrit. Kecenderungan ini berakar pada sistem kolonial dan feodal masa lalu yang menebas inisiatif rakyat. Apa yang menjadi kegelisahan, keinginan, hingga ide atau uneg-uneg perasaan dan kehendak menjadi cenderung disembunyikan ketimbang diutarakan. Dampak buruk yang merugikan diri sendiri bila berpendapat secara jujur membuat masyarakat kerap berpura-pura: lain di muka, lain pula di belakang.

Kedua, segan dan enggan bertanggung jawab. Manusia Indonesia acap berkilah dengan ucapan “Bukan saya”. Hierarki dalam tatanan organisasional ialah lingkungan produktif yang melahirkan sikap ini. Jika seorang kepala lembaga mengetahui usahanya kolaps, ia tidak merasa bertanggung jawab, alih-alih berkata “Bukan saya” dan melimpahkan kesalahannya pada pihak lain di bawahnya.

Ketiga, sikap dan perilaku feodal. Masa penjajahan boleh jadi sudah berakhir di bumi nusantara beberapa dekade lalu. Tetapi bibit yang tersebar dan disisakan berkecambah dalam rupa tindak-tanduk feodal baru, yang kala itu dicatat Lubis sebagai slogan “Asal Bapak Senang” (ABS). Sudah penguasa tak mudah menerima kritik, pihak lain juga kelu dan kaku untuk melontarkan sanggahan.

Keempat, berwatak lemah. Karakteristik ini sulit dibantah; ia melekat erat pada manusia Indonesia. Di samping ketiga ciri sebelumnya, masyarakat kita mudah menyurutkan keyakinan ketimbang mempertahankannya, dan melepas sebuah prinsip pandangan/nilai hidup supaya dapat bertahan. Selain pelacuran intelektual, sikap ABS ialah contohnya.

Menonton film karya Sys NS mengingatkan kembali akan catatan-catatan Mochtar Lubis pada masa silam. Kedua karya ini terpisah empat dekade lebih. Selama itu, manusia Indonesia ternyata tidak banyak berubah.

Manusia indonesia sekarang itu tidak hemat, dia bukan “economic animal”. Dia cenderung boros. Dia senang berpakaian bagus, memakai perhiasan, berpesta-pesta. Hari ini ciri manusia indonesia ini menjelma dalam membangun rumah mewah, mobil mewah, pesta besar, hanya memakai barang buatan luar negeri, main golf singkatnya segala apa yang serba mahal. Tergambarkan semua pada film “Pacarku Anak Koruptor”

Penulis: Sukmono

Surakarta, 27 Desember 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun