Mohon tunggu...
Antonius Along
Antonius Along Mohon Tunggu... Praktisi

Menulis dan mengispirasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tidak Ada Tokoh Dayak di Kabinet Keputusan Pemerintah yang Menuai Kritik dari Kalangan Adat

7 November 2024   19:06 Diperbarui: 8 November 2024   18:25 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kabinet baru yang dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk periode 2024-2029 menjadi sorotan. Salah satu poin yang paling mendapat perhatian adalah tidak adanya tokoh Dayak atau perwakilan masyarakat adat Kalimantan dalam Kabinet Merah Putih. Ketidakhadiran representasi Dayak ini menuai kritik dari kalangan masyarakat Dayak, terutama karena Kalimantan Timur kini merupakan Ibu Kota Nusantara (IKN), yang tentunya akan mempengaruhi kehidupan masyarakat adat Dayak yang tinggal di kawasan tersebut.

Keputusan ini menimbulkan perdebatan tentang inklusivitas, keadilan sosial, serta peran masyarakat adat dalam pembangunan nasional. Kalimantan dan Masyarakat Dayak dalam Konteks Pembangunan IKN. 

Pada tahun 2019, pemerintah Indonesia menetapkan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke wilayah Kalimantan Timur, yang secara langsung berimplikasi pada masyarakat adat Dayak. Penetapan Kalimantan Timur sebagai lokasi baru ibu kota negara (IKN) bukan hanya keputusan administratif, tetapi juga keputusan strategis yang melibatkan dampak sosial, budaya, dan ekologis bagi masyarakat lokal. Masyarakat Dayak, yang telah hidup selama berabad-abad di wilayah Kalimantan, memiliki ikatan erat dengan tanah dan hutan yang mereka anggap sebagai bagian dari identitas mereka.

Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa masyarakat Dayak tidak hanya berperan sebagai penduduk lokal, tetapi juga sebagai penjaga lingkungan, penjaga nilai-nilai budaya, dan simbol dari keberagaman etnis di Indonesia. Karena itulah, keberadaan representasi Dayak dalam pemerintahan diharapkan dapat menjadi jembatan komunikasi yang penting antara masyarakat adat dan pemerintah pusat.

Keputusan tidak melibatkan tokoh Dayak di Kabinet Merah Putih mendapat respons terutama dari kalangan masyarakat adat, dan Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Dewan Adat Dayak (DAD) se-Indonesia, hingga Organisasi Masyarakat Dayak. 

Banyak pihak menilai bahwa ketidakhadiran tokoh Dayak di kabinet menunjukkan bahwa pemerintah kurang sensitif terhadap kebutuhan dan kepentingan masyarakat adat yang tanahnya menjadi lokasi IKN. 

Kalimantan dikenal dengan kekayaan alamnya, termasuk hutan hujan tropis yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat adat. Tidak adanya perwakilan Dayak di kabinet dianggap sebagai tanda bahwa pemerintah pusat kurang menghargai peran masyarakat adat sebagai penjaga lingkungan. Banyak kalangan khawatir bahwa pembangunan di Kalimantan Timur yang masif dan cepat akan mengancam keberlanjutan hutan serta mengabaikan prinsip-prinsip lingkungan jika masyarakat adat tidak ikut terlibat dalam pengambilan keputusan.

Masyarakat adat Dayak selama ini sudah mengalami berbagai tantangan, terutama dalam menghadapi eksploitasi lahan dan sumber daya alam oleh pihak eksternal. Ketidakhadiran tokoh Dayak di kabinet membuat banyak tokoh adat khawatir bahwa pembangunan IKN akan mengabaikan hak-hak masyarakat lokal. 

Sebagai negara dengan keberagaman etnis dan budaya, Indonesia memiliki prinsip Bhineka Tunggal Ika yang menekankan pentingnya kesatuan dalam keberagaman. Namun, ketidakhadiran perwakilan Dayak di kabinet dianggap oleh sebagian pihak sebagai pengabaian terhadap prinsip tersebut. Tidak melibatkan masyarakat Dayak dalam pemerintahan juga dapat dilihat sebagai bentuk ketidakadilan, mengingat wilayah mereka akan menjadi bagian dari pembangunan IKN yang masif dan strategis.

Pemerintah sebelumnya sudah berkomitmen untuk memberdayakan masyarakat adat, termasuk melalui program-program perlindungan dan pelestarian budaya. Namun, ketidakhadiran tokoh Dayak dalam kabinet baru ini menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen pemerintah dalam melibatkan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada kehidupan mereka. 

Kritik yang muncul bukan hanya karena alasan identitas, tetapi juga karena urgensi keterwakilan dalam mengambil keputusan yang memengaruhi masa depan Kalimantan, termasuk wilayah-wilayah yang secara historis dan budaya penting bagi masyarakat Dayak.

Masyarakat Dayak memiliki pengetahuan lokal yang kaya mengenai pengelolaan hutan dan lingkungan. Keberadaan perwakilan mereka dalam pemerintahan dapat membantu mengadvokasi kebijakan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan dalam pembangunan IKN. Dengan demikian, pembangunan tidak akan merusak ekosistem alami Kalimantan, tetapi justru bisa berjalan seiring dengan pelestarian lingkungan.

Masyarakat adat Dayak selama ini kerap menghadapi konflik terkait penguasaan lahan, terutama dalam kaitannya dengan perusahaan-perusahaan yang ingin menguasai tanah mereka untuk pertambangan atau perkebunan.

Dampak Jangka Panjang dari Ketidakhadiran Tokoh Dayak di Kabinet. Keputusan tidak melibatkan tokoh Dayak di kabinet tentu memiliki dampak jangka panjang, baik bagi masyarakat Dayak maupun pemerintah pusat. 

1.Peningkatan Ketidakpercayaan terhadap Pemerintah

Tanpa perwakilan, masyarakat Dayak mungkin akan merasa semakin terpinggirkan dan kurang dipercaya oleh pemerintah. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakpercayaan yang makin besar terhadap kebijakan pemerintah pusat, terutama jika kebijakan tersebut berdampak langsung pada kehidupan masyarakat lokal.

2. Meningkatnya Risiko Konflik Sosial. Pembangunan IKN dapat memicu konflik sosial jika masyarakat Dayak merasa tidak diperhatikan. Ketidakhadiran tokoh Dayak dalam kabinet dapat mengurangi peluang dialog antara pemerintah pusat dan masyarakat adat, yang bisa meningkatkan risiko konflik atau ketegangan di masa mendatang.

3. Kerusakan Lingkungan yang Tidak Terkendali

Tanpa perwakilan masyarakat adat yang menjaga keseimbangan lingkungan, pembangunan IKN mungkin akan mengabaikan aspek keberlanjutan dan konservasi. Hal ini bisa berdampak pada kerusakan lingkungan yang lebih parah, baik bagi masyarakat lokal maupun seluruh ekosistem Kalimantan.

Ketidakhadiran tokoh Dayak dalam kabinet Prabowo-Gibran adalah keputusan yang menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Banyak pihak yang menilai bahwa keputusan ini kurang sensitif terhadap realitas sosial dan kultural di Kalimantan, terutama dalam konteks pembangunan IKN. Pemerintah perlu mengevaluasi keputusan ini dan mempertimbangkan untuk melibatkan masyarakat adat Dayak, baik melalui jabatan resmi di kabinet, maupun dalam tim-tim strategis yang terlibat dalam perencanaan pembangunan IKN.

Pemerintah juga perlu berupaya membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat Dayak dan meyakinkan mereka bahwa kepentingan serta hak-hak mereka akan dilindungi. Upaya ini bisa dilakukan dengan menunjuk tokoh masyarakat Dayak sebagai penasihat atau staf khusus yang mewakili masyarakat adat. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun