kopi instan di gelas putih
Duduk bersandar pada lengkung bayang
Ia nampak tenang memandang temaran
Hebat betul ia memendam gemuruh hati
Sudah ratusan detik ia lewati tanpa gerak
Pikirannya semakin dalam menyelam
Matanya sibuk menjadi cermin sendu
Telinganya asik dengan kesepiannya
Angin tak menari di malam surgawi ini
Mungkin ia lelah dengan jerat rutinitas
Taut wajah dedaunan pun nampak kesal
Wajar saja, malam lalu mereka berdansa
Tetiba sepotong kue berlari menghampiri
Menembus malam dengan terengah-engah
Kabar burung turut menyusul lajunya
Kristalisasi keringat menghias wajahnya
Mereka berbincang di sebatang kayu tua
Sepertinya ada ihwal penting nan genting
Angin dan dedaunan berusaha menguping
Mereka berbisik dengan ekspresi tegang
Malam terus mengayuh putaran waktu
Binar lampu terus menunaikan takdirnya
Secangkir kopi instan tak bergeming
Dari bibirnya; bebaskan aku malam ini
Di Depan Rumah yang Gerah
25 Maret 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H