Hukum Humaniter Internasional yang demikian juga bagian dari hukum internasional yang memuat norma tentang perlindungan korban perang dan pembatasan penggunaan alat perang, tidak berlaku terhadap masalah dalam negeri seperti pada waktu situasi kekerasan dan ketegangan dalan negeri ini. Dengan begitu, dalam situasi demikian hukum yang berlaku terbatas pada hukum nasional serta hukum internasional mengenai hak asasi manusia. Dalam hal ini, hukum nasional dan internasional tentang perlindungan hak asasi manusia menjadi relevan berkenaan dengan adanya diskresi aparat negara untuk melakukan tindakan keras yang diperlukan.
Jika kita mengambil kaitannya dengan perlindungan para korban tindak kekerasan dan  ketegangan dalam negeri ini, hukum nasional dan hukum HAM juga menetapkan kewajiban aparat negara untuk memperlakukan orang-orang yang ditahan atau korban lainnya untuk diperlakukan secara nalar/manusiawi.Â
Sebagaimana kita ketahui, sebenarnya ada kesamaan tujuan antara perjanjian-perjanjian internasional di bidang HHI dengan perjanjian internasional di bidang HAM, yakni tentu saja untuk member perlindungan kepada manusia.Â
Berbeda pula dengan HHI, perlindunga HAM hanya diberlakukan pada waktu damai dan dapat dikecualikan oleh negara jikalau pada waktu darurat terdapat ancaman terhadap kehidupan bangsa. Namun demikian, aturan-aturan yang dapat mengeualikan perlindungan HAM tidak dapat diberlakukan terhadap perlindungan HAM fundamental (HAM pokok) yang menjamin penghormatan integritas fisik dan mental setiap manusia. Sebagai contoh perlindungan HAM yang tidak dapat dikesampingkan, antara lain adalah perilindungan yang termuat dalam larangan perbudakan dan larangan penyiksaan.
Sehubungan dengan bantuan kemanusiaan yang netral dan tidak berpihak, yang kadang sering dibutuhkan pada waktu itu, ternyata ICRC yang lebih dikenal sebagai badan humaniter juga diberi mandate untuk melakukan kegiatan kemanusiaannya. Pada dasarnya, mandat tersebut telah ditetapkan oleh negara masyarakat palang merah dan bulan sabit merah internasional sebagaimana termuat dalam statute gerakan palang merah dan bulan sabit merah internasional.
Untuk dapat melaksanakan perlindungan HAM pokok pada masa gangguan keamanan dan masa ketegangan dalam negeri ini, beberapa ahli juga telah mendeklarasikan minimum humanitarian standards (standard minimum humaniter) dan menyerahkannya kepada komisi HAM PBB, yakni tepatnya kepada Subkomisi untuk Pencegahan Diskriminisasi dan Minoritas.Â
Deklarasi yang sering disebut juga dengan Deklarasasi Turku ini diserahkan pada tahun 1991 tesebut dibuat dengan berpedoman pada aturan-aturan yang termuat dalam HHI dan HAM.Â
Dalam deklarasi tersebut, prinsip-prinsip HHI yang berkenaan dengan aturan perilaku berperang juga diadopsi untuk melindungi HAM pokok. Kemudian, Komisi HAM PBB memilih istilah minimum humanitarian standars daripada istilah fundamental standards of humanity.Â
Komisi PBB ini lebih memilih istilah tersebut, mengingat rumusan-rumusan yang dapat dijadikan pedoman pada masa gangguan keamanan dan keteganga dalam negeri tersebut juga diambil dari norma-norma hukum HAM di sampping juga norma-norma HHI.
Referensi
- Pasal 4 Konvenan PBB tentang Hak-hak Sipil dan Politik