Mohon tunggu...
Bangkit Raharja
Bangkit Raharja Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Sastra mengajarkan saya cara hidup yang berbeda dari biasanya,melihat orang lain dari berbagai sudut pandang. Sehingga ini membuat saya lebih banyak beryukur. Dari sastra pulalah kegemaran saya dalam menulis menjadi semakin termotivasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ilusi Cinta

9 Agustus 2016   07:59 Diperbarui: 9 Agustus 2016   08:20 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan lebat mengguyur sekolahan, keadaan di kelas pun menjadi sedikit bising dengan gemuruh air hujan di atas genting. Tidak lama lagi bel pun akan segera memanggil para murid untuk pulang. Seorang guru sedang mondar-mandir melihat keadaan di luar kelas yang begitu gelap dan becek.

Bel telah berbunyi tapi semua murid dan guru kebingungan untuk keluar kelas karena hujan masih menutupi jalan pulang. Suara petir terus berbalasan seperti sedang mengejar sesuatu. Suasana di kelas semakin mencekam saat mendengar suara petir yang begitu dekat dan kerasnya, sampai-sampai pohon dekat pasar tersambar dan jatuh mengenai rumah warga. Semua murid terkejut saat itu, jantung mereka rasanya seperti mau copot.

Siang hari merambah ke petang, tapi rintik hujan masih bisa dilihat dari jendela kelas. Akhirnya pelangipun muncul dari arah Barat, seakan menandakan bahwa hujan akan usai. Lucunya aku yang duduk di dekat jendela tidak memerhatikan hal itu, mataku hanya terpusat pada sesosok gadis berambut panjang duduk diam depan masjid sambil menunggu hujan reda dan itu artinya gadis itu telah menghipnotis pikiranku.

Ternyata dia sedang menunggu seorang laki-laki yang telah mengisi hatinya di tanggal 16 Februari 2010. Dia pun mendekat ke arah jendela kelasku dan berkata “kamu lagi ngapain? Ayo pulang!” aku tersentak mendengar dia bicara. Akhirnya aku bergegas dan bersiap untuk mengantar dia pulang. Seperti biasa saya mengantar dia tepat di pertigaan gapura untuk menunggu angkot datang, karena dulu aku belum diperbolehkan untuk membawa motor.

Setelah menunggu berjam-jam akhirnya angkotpun datang, angkot berwarna merah garis hijau jurusan padalarang ini memang jarang sekali melintas. Terkadang usai adzan magrib baru melintas. Dia pun langsung naik ke dalam angkot sambil melambaikan tangan tanda perpisahan pada saat itu. Setelah dia pulang aku mulai melangkahkan kakiku untuk pulang ke rumah. Rumahku tidak begitu jauh dari sekolahan, kira-kira 5 km dari rumah menuju sekolah.

Setibanya di rumah aku menelentangkan badan ku sejenak di atas kasur untuk beristirahat. Cuaca di luar sana sangat dingin sekali sehingga menggugah selera membuatku sedikit merasa lapar. Ditambah lagi aroma susu kental coklat hangat yang menggiurkan dari rumah tetangga semakin membuat ku ingin pergi ke dapur. “dapur dapur dapur” ucap ku sambil mencium aroma dari susu itu. Tiba-tiba kring kring kringsuara handphone yang berbunyi mengacaukan pikiran ku, aku lalu berbalik kearah kamar dan mengecek siapa yang menelpon. Ternyata si dia yang menelpon “hallo mau pesan apa mba?” ucap ku mulai tidak sinkron antara perut dan pikiran. “iya hallo, malah bercanda, aku udah nyampe ko, kamu udah makan?” jawab si dia. 

Aku yang tadinya mau pergi ke ruang makan terhenti oleh telpon dari si dia, gatau kenapa rasa lapar ini hilang tiba-tiba berubah jadi rasa kangen. Kita telponan selama berjam-jam, posisi tubuh ku berubah-ubah tiap menit, mulai di atas kasur, jalan-jalan di ruang tengah, bermain gitar, berdiri, pergi lagi ke kasur. Gatau kenapa setiap dia telpon begitu respon dari tubuh ku, padahal aku sendiri tidak ingat akan bertingkah seperti itu. Adzan telah berkumandang pertanda hari mulai gelap dan kita mengakiri perbincangan kita dengan kata salam.

Keesokan harinya sama seperti sebelumnya saya menunggu di depan gapura untuk bersama-sama berangkat ke sekolah. Angkot merah bergaris hijau berhenti di depan ku, ternyata itu angkot yang di naiki si dia. Aku melihat jam dan ternyata waktu menunjukan pukul 07.45 pagi. “wah kita kesiangan beb, gimana nih?” Tanya dia dengan gelisah, “udah nyantai aja lewat gerbang belakang aja!” jawab ku sambil berlari menuju sekolahan. Gerbang belakang terkunci dengan sangat terpaksanya kita berdua berlari kembali ke gerbang depan. Di depan gerbang sudah ada yang berdiri menjaga pintu gerbang, orang ini adalah Guru olahraga yang sedikit cunihin pada perempuan, tapi pada laki-laki dia tak pernah pandang bulu, semua habis terkena murkanya.

Kita berjalan sedikit perlahan ke depan gerbang, Guru yang berpostur tubuh pendek, berperut buncit dan berpeci ini mendekati kita berdua, “HEH KAMU! CEPAT MASUK!!! UDAH JAM BERAPA INI?” Guru itu berkata dengan sangat kerasnya. Pada akhirnya kita berdua di hukum oleh guru itu dan berlari keliling lapangan basket 20 keliling di bawah teriknya matahari. Badan kita berdua yang tadinya fresh basah semua terkena keringat karena hukuman tadi. 20 keliling lapangan telah usah diliwati, kita berdua sangat lelah karena mentari saat itu sedang panas-panasnya. 

Setelah beres di hukum dan di nasehati kita pergi ke kelas masing-masing dengan keadaan tidak nyaman dan gerah. Kita pun berpisah di lapangan. Suasana semua kelas sedang kondusif belajar, termasuk kelas ku yang berada di pojok kiri atas bila dilihat dari arah timur laut peta sebenarnya. Aku mulai mengetuk pintu kelas, ternyata hari itu adalah pelajaran Biologi yang di ajarkan oleh Ibu Melli, dan Bu Melli ini adalah guru paling di segani oleh semua murid karena ke tegasanya. 

Belum puas dengan hukuman di depan tadi, aku yang masih berkeringat lagi-lagi kena hukuman di kelas, berdiri dengan satu kaki sampai beres pelajaranya itu adalah hal terkonyol yang pernah aku alami karena ulahku menunggu si dia di gapura. Belum habis lagi hukumanya ternyata di tambah sepulang sekolah wajib mengikuti pelajaran tambahan. “Kebayang nih sudah jatuh tertimpa tangga, sial banget pokonya.” Pikirku sambil berdiri dengan satu kaki.

Pelajaran biologi telah usai, hukuman ku telah di berhentikan oleh guru. Waktunya istirahat bagi para murid dan guru-guru. Aku keluar kelas menuju kantin sekolah dekat masjid, disana sudah ada seseorang yang menunggu yaitu si dia. Kita membeli baso sepiring berdua, niat ini dilakukan bukan karena aku so romantis tapi ketika itu aku dan si dia sedang krisis keuangan karena telat membayar iuran. Jadi kita berdua berencana untuk menghemat dengan cara seperti ini. 

Lalu kita duduk berdua bawah tangga depan perpustakaan, kita suap-suapan, ketawa bersama, dan lebih asyk legi ketika basonya jatuh kita malah melihat saja setelah itu ketawa deh. Itu adalah masa yang ga bisa aku lupakan. Tidak lama kemudian bel masuk berbunyi dan kita kembali ke kelas masing-masing.

Kelas begitu sunyi, guru mulai membagikan kertas ulangan dadakanya. Mulai terdengar suara-suara kecil yang sedikit gelisah dan gaduh. “apaan ini? Pake ada acara ulangan dadakan segala” gerutu para murid dengan suara berbisik. Aku memulai mengerjakan soal yang dibagikan oleh guruku, dimulai dari no urut 1 ke 2 ke 3 lanjut dan begitu seterusnya tapi tidak ada yang aku mengerti dari semua soal itu. Pikiranku buntu, mataku gelap, yang terbayang hanya si did an si dia. Tiba-tiba ide muncul cara untuk mengerjakan soal ini, aku coba mengirim pesan pendek ke si dia dan menuliskan soal no urut 1, dia membalasnya dan memberiku sebuah pencerahan yaitu jawaban yang aku nanti-nanti akhirnya datang juga. 

Satu persatu soal mulai terisi dengan jawaban, aku sedikit tenang dengan keadaan ini dan menyelesaikan semua pertanyaanya. Ulangan telah usai aku beregegas pergi meninggalkan kelas menuju warung belakang bersama teman satu club ku di kelas. Setelah sampai kantin ternyata aku mendapatkan kabar dari rekan ku dan ternyata pacar ku itu ketahuan berselingkuh dengan kaka tingkatku di SMA. Walaupun itu kabar masih simpang siur tapi aku belum begitu percaya dengan omongan temanku. Lalu aku mencoba membuktikan apakah benar semua yang dikatakan oleh temanku.

Tiba-tiba bel berbunyi 1, 2, 3, dan 4 kali, saat bel ke 4 berbunyi itu tandanya semua pelajaran usai dan aku berlari ke belakang pohon dekat gerbang sambil memata-matai si dia. Ternyata benar dia pulang dengan kakak kelas ku bernama Jawa. Dia di bonceng menggunakan Ninja RR dengan begitu mesranya. Padahal baru kemarin kita berjanji saling melengkapi kekurangan kita tapi hanya beberepa jam dia telah mendustaiku. 

Dari situ akhirnya aku percaya, lalu ku menghubunginya dan memutuskanya segera, walaupun hati ini ada rasa tapi mau bagaimana lagi, luka yang dipaksakan akan mengalir deras sampai ke akhir khayat. Dia pun hanya menjawab “yasudah gapapa”. Dingin dan nusuk sekali mendengar jawaban yang begitu singkat dan padat itu. Ternyata benar dia memang sudah melupakanku yang dulu telah berjuang lebih untuknya, tapi pengorbananku ini hanya di anggap angin lalu saja.

Menuju rumah tanpa si dia, berjalan kaki sendirian tiada lagi bayang yang akan selalu menemaniku pulang, kini tinggalah puing-puing kenangan yang tercampuri oleh dusta. Cinta yang suci ini telah ternodai oleh debu penghianatan, sesekali aku pernah berharap kalau ini hanyalah ilusi dari ketakutanku saja. Tapi tuhan berkehendak lain menjadikan ini sebuah realita cinta yang menyesatkan jiwa dan menyiksa alam bawah sadarku. 

Apa benar cinta ini buta? Atau hanya manusialah yang membutakan cinta? Hati ini terombang-ambing, pikiran ini melayang-layang, jiwa ini telah mati, padam, gelap, di terpa badai asmara yang memilukann apakah gerangan yang terjadi pada Dewa Asmara dan Dewi Cinta sehingga membuatku gundah gulana.

Malam di sudut kota kembang ini aku terus memikirkanya, padahal dia telah menghianati cinta ini, yang membuatku sulit tuk melupakanya hanyalah sebuah memori masa lalu tentangku denganya di kala canda, tawa, dan duka bersama. Mata ini buta, ternyata dia hanya memperlihatkan senyum palsu yang menusuk tepat di ulu hati ini. Aku lebih baik sengsara dalam kegelapan walau hanya sekejap, daripada harus terluka oleh bayanganmu yang semu di bawah terik sinar mentari.

Hari-hari tanpa si dia membuatku tak berdaya, saat di sekolah dan aku sedang berjalan, terlihat dari kejauhan si dia sedang berboncengan dengan cowo yang kemarin lusa menikung dari belakang. Aku bukanya tidak berani tapi untuk apa aku berkelahi hanya untuk perempuan penghianat seperti itu. Lalu kenapa aku harus terus juga memikirkanya. Kejadian ini membuatku gila, hingga tak bisa membedakan mana khayalan mana kenyataan. Apakah ini mimpi? Ilusi? Atau hanya pertunjukan seni? Yang jelas ini begitu menyakitkan.

Hari berganti minggu masih tetap belum bisa menghapuskan kenangan yang telah kita lewati, minggu berganti bulan sedikit-sedikit memori mulai terhapus walau masih pahit di lidah asam di kerongkongan, bulan berganti tahun akhirnya sukses menghapus semua memori yang tersimpan dalam bentuk kenangan dan ingatan.

Hingga pada akhirnya 2 tahun telah dilewati tapi aku mendapat kejadian yang membuatku menjadi kesal yaitu si dia ternyata sekelas denganku. Itu datang seperti akan mengahantui masa laluku lagi. Hati ini yang tadinya cerah tiba-tiba di terpa badai yang begitu dahsyat.

Kegiatan belajar mengajarpun menjadi bahan candaan semua kerabat dekatku di kelas, aku yang tadinya berniat tuk belajar jadi sedikit terganggu oleh adanya dia. Kenapa harus dia yang datang lagi dalam kehidupanku. Aku mulai gelisah hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk tidak bersekolah 1 bulan dan me-refresh kembali pikiranku sejenak di sebuah kosan terpencil desa kamarung bersama teman dekatku.

Aku di kosan tidak hanya duduk santai dan melamun, tapi aku berkarya. Membuat sebuah lirik dan menjadikanya instrument yang mungkin pasaran untuk di dengar. Tapi inilah realita, aku yang hanya seorang anak laki-laki tak punya apa-apa, tak bisa berbuat banyak untuk ini. Aku hanya bisa menulis seuntai sajak dan puisi, lalu kujadikan sebuah lagu bergenre Melodick. Karena di genre inilah aku bisa tenang walau tuk sejenak.

Kekosongan, kehampaan, dan kesendirian. Aku larut dalam derita yang tiada akhir, membuat insomniaku kambuh. Mimpi buruku datang kembali, obat penenang menjadi jalan keluarku. Ilusi apa yang telah dia berikan padaku? Aku buntu, hanya bisa terdiam dibalik jendela sambil menatapi kepedihan ini dan bermandikan penyesalan yang tak kunjung usai, dengan diiringi musik reggae “oww nooooo… without you girl, go away from me! Girl, anything bullshit”.Terlintas terdengar lagu itu membuatku terlelap dan tertidur dengan berselimutkan cahaya di kegelapan malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun