Suatu malam, saat bulan purnama bersinar terang, rasa penasaran Dina kembali muncul. Ia merasa harus mengakhiri semuanya. Dengan hati yang berat, Dina kembali ke bawah pohon beringin. Kali ini, ia membawa sebuah lilin dan sebuah pisau kecil.
Dengan tangan gemetar, Dina menyalakan lilin dan menempelkannya di batang pohon. Cahaya lilin menerangi lubang kecil di tanah. Dina mengambil napas dalam-dalam, lalu perlahan-lahan merangkak masuk ke dalam lubang itu.
Kali ini, ia sudah siap menghadapi apapun yang ada di dalam. Ia berjalan menyusuri lorong yang gelap, dengan lilin di tangannya sebagai satu-satunya sumber cahaya. Sesampainya di ruangan besar itu, Dina melihat buku kuno itu masih tergeletak di atas meja batu.
Tiba-tiba, makhluk-makhluk aneh itu muncul kembali. Mereka mengelilingi Dina, menatapnya dengan mata merah menyala. Dina tidak takut lagi. Ia mengangkat pisau kecilnya dan mengarahkannya ke arah makhluk-makhluk itu.
"Pergi!" teriak Dina dengan suara lantang.
Makhluk-makhluk itu menyerang, namun Dina berhasil menghindarinya. Ia terus berlari, dengan makhluk-makhluk itu mengejar di belakangnya. Akhirnya, Dina sampai di ujung lorong, di tempat di mana cahaya terang itu dulu muncul.
Dengan sekuat tenaga, Dina mendorong pintu cahaya itu. Saat tubuhnya melewati pintu itu, ia merasakan sensasi yang sangat menyakitkan. Ketika membuka matanya, Dina sudah berada di kamarnya sendiri. Cahaya matahari pagi menyinari wajahnya.
Dina sadar bahwa ia telah selamat. Namun, ia juga sadar bahwa petualangannya di dimensi lain belum berakhir. Buku kuno itu masih menjadi misteri, dan ia merasa harus kembali ke sana untuk menemukan jawabannya.
Dina terbangun dengan keringat dingin membasahi dahinya. Mimpi buruk tentang dimensi lain kembali menghantuinya. Namun, kali ini ada rasa berbeda yang menyelimuti hatinya. Bukan hanya rasa takut, tapi juga rasa penasaran yang membara. Buku kuno itu terus menghantuinya, seolah memanggilnya untuk kembali.
Beberapa hari kemudian, Dina memutuskan untuk kembali ke pohon beringin tua itu. Kali ini, ia mempersiapkan diri dengan lebih matang. Ia membawa kompas, senter, dan beberapa perbekalan kecil. Sebelum berangkat, ia berpesan kepada orang tuanya agar tidak khawatir jika ia tidak pulang sebelum malam.
Sesampainya di bawah pohon beringin, Dina merasakan aura yang berbeda. Cahaya bulan malam itu seakan menyinari lubang kecil di tanah dengan lebih terang. Dengan hati yang mantap, Dina merangkak masuk ke dalam.