Mohon tunggu...
Bangkit Adi Saputra
Bangkit Adi Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis/Novelis/Pengamat Timur Tengah

Saya adalah seorang Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prodi Interdisiplinary Islamic Studies Konsentrasi Kajian Timur Tengah. Saya berasal dari kota Reog, Ponorogo, Jawa Timur. Saya hobi menulis, baik itu tulisan ilmiah non-fiksi seperti; artikel ilmiah, riset ilmiah dan buku ilmiah maupun tulisan fiksi seperti; Cerpen, Puisi, dan juga Novel. Saya juga fokus mengikuti perkembangan geo-politik Timur Tengah dan berusaha menuliskan semua keresahan saya mengenai isu-isu terkini Timur Tengah dengan tulisan-tulisan opini di blog dan website.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan Semesta

12 Agustus 2024   21:29 Diperbarui: 12 Agustus 2024   22:21 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan Semesta.Id

Diana berdiri di depan cermin, menatap bayangan dirinya yang mulai dewasa. Rambut hitamnya tergerai, mata sayunya menyiratkan keletihan yang tak mudah dipadamkan. Usianya masih muda, tapi beban yang ditanggungnya tak sepadan dengan umur yang baru menginjak delapan belas tahun.


Ia tinggal bersama ayah dan kakak laki-lakinya, Bima, di sebuah rumah kecil di pinggiran kota. Ayahnya bekerja sebagai buruh pabrik dengan penghasilan yang pas-pasan, sementara Bima, yang seharusnya kuliah, memilih bekerja sebagai sopir ojek online untuk membantu ekonomi keluarga. 

Diana sendiri baru saja lulus SMA dan bermimpi melanjutkan kuliah, tapi keadaan memaksanya menunda impian itu.
Ibunya meninggal dunia setahun setelah Diana lulus SMP. Penyakit kanker yang diderita ibunya berkembang dengan cepat, dan keluarga mereka tak mampu membiayai pengobatan yang memadai. Sejak itu, hidup Diana berubah drastis. Keluarganya semakin terpuruk dalam kemiskinan, dan Diana menjadi tumpuan harapan bagi ayah dan kakaknya.


Setiap hari, Diana bangun pagi-pagi buta untuk membantu ayahnya mempersiapkan sarapan. Setelah ayahnya berangkat kerja dan Bima mulai menarik penumpang, Diana mengambil pekerjaan apapun yang bisa ia lakukan. Mulai dari mencuci pakaian tetangga hingga menjadi asisten rumah tangga di rumah-rumah mewah di kota. Meski pekerjaan-pekerjaan itu melelahkan, Diana tidak pernah mengeluh. Ia percaya bahwa Tuhan dan semesta selalu membersamainya.


Keyakinan itu berawal dari pesan terakhir yang disampaikan ibunya sebelum meninggal. “Nak, ingatlah selalu, bahwa Tuhan dan semesta selalu ada untukmu. Jangan pernah ragu untuk bermimpi, karena Tuhan akan selalu membukakan jalan bagi yang percaya.”
Kata-kata itu melekat dalam benak Diana. Setiap kali ia merasa lelah dan hampir putus asa, ia selalu mengingat pesan ibunya, dan itu memberinya kekuatan untuk terus maju.


Suatu hari, ketika Diana sedang mencuci pakaian di sebuah rumah besar, ia menemukan sebuah amplop di bawah lemari di sudut ruangan. Amplop itu tampak sudah lama terselip dan berdebu. Tanpa sengaja, isinya terjatuh—selembar cek dengan jumlah yang sangat besar. Diana tertegun, hatinya berdebar kencang. Ia tahu betapa pentingnya uang itu bagi keluarganya, tapi ia juga tahu bahwa cek itu bukan miliknya. 

Dengan tangan gemetar, Diana mengembalikan cek itu kepada pemilik rumah, seorang wanita paruh baya yang terlihat kaya raya. Wanita itu terkejut dan berterima kasih atas kejujuran Diana. “Tidak banyak orang yang akan melakukan hal sepertimu, Nak. Apa yang bisa saya lakukan untuk membalas kebaikanmu?” tanya wanita itu.
Diana hanya tersenyum. “Tidak perlu, Bu. Saya hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan.”


Wanita itu tampak kagum dengan jawaban Diana. Setelah mengobrol sejenak, wanita itu mengetahui kondisi keluarga Diana. Tanpa sepengetahuan Diana, ia memutuskan untuk membantu. Seminggu kemudian, Diana menerima surat panggilan untuk mengikuti seleksi beasiswa di sebuah universitas ternama di kota. Ternyata, wanita itu memiliki hubungan dengan yayasan pendidikan yang memberikan beasiswa bagi siswa berprestasi namun kurang mampu.


Dengan semangat, Diana mengikuti seleksi itu. Selama proses seleksi, ia memberikan yang terbaik, berharap ini adalah jalan yang dibukakan oleh Tuhan dan semesta untuknya. Waktu pun berlalu, dan suatu hari, ketika ia sedang menunggu di halte bus, sebuah telepon dari pihak universitas mengabarkan bahwa ia diterima sebagai salah satu penerima beasiswa.
Diana tidak dapat menahan air mata harunya. Ia segera memberi tahu ayah dan Bima, dan mereka merayakannya dengan sederhana, penuh rasa syukur. Itu adalah titik balik dalam kehidupan Diana.


Beasiswa itu menanggung semua biaya kuliah dan memberikan tunjangan bulanan untuk kebutuhan sehari-hari. Diana merasa bebannya mulai berkurang. Kini ia bisa fokus belajar dan bekerja keras untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang arsitek, impian yang telah ia pendam sejak kecil.


Seiring berjalannya waktu, Diana semakin menyadari bahwa semua kesulitan yang ia hadapi telah membentuknya menjadi pribadi yang kuat. Ia belajar dari setiap cobaan, dan itu membuatnya lebih bijaksana dalam menghadapi hidup. Keyakinannya pada Tuhan dan semesta semakin menguat, karena ia melihat sendiri bagaimana keajaiban-keajaiban kecil terjadi di sekelilingnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun