Mohon tunggu...
Bang Kemal
Bang Kemal Mohon Tunggu... -

Acuan kerangka awal, pelajaran SD/SMP, berpancasila. Hehe...seorang awam yang mau belajar. Terima kasih Kompasiana, Terima kasih Netter se-Indonesia. Mari berbagi........... dalam rumah yang sehat dan SOLID.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rahasiamu Rahasiaku

6 Februari 2012   03:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:00 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Begitu banyak hal yang menegangkan, mengganjal pembicaraan. Sesungguhnya tidaklah meniadakan cermin yang membayangi kekukuhan di hati mereka. Seakan telah terjalin erat rasa ingin melindungi, meskipun keinginan itu masih terjerat waktu Tidak ada halangan kesediaan di taman kerinduan yang kering dan tandus, menanti sentuhan pertama curahan hujan. Kondrad tiba-tiba terpana dan merekam situasi ini. Serasi dan saling mengagumi. Alam lamunannya terjebak pesona wajah ayu Dessy.

"Sekiranya bias sang surya tebarkan rinduku dari jendela depan rumah kopi ini. Sekiranya menerpa mulus kontraskan riasan warna yang menyekar bagi yang sedia merangkai jejak tilasnya. Biarlah saja pantulan perhiasaan memesona itu terlepas perlahan. Bagai keharuman semerbak dalam relung kebisuan akan menyinari kebahagiaan di roman lembut Dessy. Biarlah saja murka hati setajam penoreh duri-duri di tangkai sekuntum mawar merah. Bagai bongkahan kepedihan akan memadukan kerelaan diamku yang membeku berbenturan keras. Sungguh menakjubkan lukisan cahaya citra senyuman itu."

"Ssst diam, kagak pakai tapi-tapi. Rahasiamu rahasiaku." Dessy buyarkan impian perjalanan wisata Kondrad ke negeri awan.

Ia bergegas terburu-buru dan pergi, setelah jari-jari lantiknya bersamba lincah di atas laptop. Tingkah Kondrad tampak mendadak terguncang-guncang keheranan. Pasrah menyaksikan apa yg terjadi. Mengapa suasana ini kembali terjadi berkali-kali? Dessy belum menganulir sanksi atas perkara desktop backround itu. Namun draf novel saat diklik tertera lanjutan :

Tidak ada yang bisa dipaksakan, bang. Belajarlah percaya dengan suara hati. Bahagia yang akan mampu memendam kesedihan yang tersesak di ruang batinku, tanpa tergesa-gesa akan kembali bersemi di relung hati. Bagiku, ia tidaklah semestinya tercipta karena karya-karya seni. Kerena kekaguman ataupun iba, karena canda menggoda ataupun magnet kata-kata berestetika tinggi. Ttidak akan pernah bisa jika tidak tergali dari hati kecil sendiri. Dan ingat, aku memiliki saudara yang saling mengasihi. Kami tidak akan mungkin menerima, seseorang yang kami cintai mempermainkan nyawanya sendiri. Memoriku tidak meminta kehilangan terjadi. Tidak terkecuali dengan perasaanku ketika membaca puisi refleksi nasionalime itu. Tidak peduli dengan ejekanmu, oh, kamu mungkin takut? Abang semestinya mengerti keutuhan kebahagiaan orang lain yang mencintai abang. Dengan begitu aku sanggup meyakinkan diri, abang tidak mudah mempermainkan kata-kata cinta.

"Duh, bagaimana dengan kejelasan bahasan ini tanpa dibicarakan? Aku meletakkan kedalamanku di sana. Aku juga relakan karyaku pergi mencari arah jalannya sendiri. Lisan yang lebih meyakinkan bagiku. Tetapi mengapa sekali lagi? diamku terpaku setelah menemukan ungkapan beraksara tebal. Detik itu nasip mujurku seolah-olah terhempas dari atap langit. Ahay, baru saja berlalu lenggang-lenggok pinggulmu yang menghanyutkan pesona di mataku, gebrak, seluruh bayangan hasrat hati yang membumbung tinggi, hancur luluh tiada lagi terperi. Di muka gerbang inspirasimu, tidak ada kesempatan sedikit pun, engkau mau mendengarkan dengan rinci satu demi satu, penjelasanku. Sengaja pergi atau sengaja menutup diri? Bukankah aku bahkan selalu menyatakan maafku? Sekalipun untuk sesuatu yang tidak seharusnya, yang berawal dari kenyataan lain yang tidak ada kaitan dengan kenyataan kita."

"Aku merenungkan tujuan awal saat pertama kali kita berkenalan. Satu dari basis persepsi mematri. Mengapa tidak kita sederhanakan saja semua persoalan dalam keteduhan rahim persahabatan? Aku cemburu dengan keakraban di foto-foto keluargamu. Mereka cermin yang hendak memancarkan makna, bahwa hidup itu indah saat terasa aroma, keinginan merelakan hati bagi yang lain demi kesejatian ikatan persaudaraan. Mengapa hubungan kita yang belum menemukan titik terang menjadi penghalang? Tanpa beban yang berkecamuk dengan semua angan-angan. Kecewa, bahagia, kebencian, dan perhatian. Memanggil abang seperti menyapa saudara tua dalam keluargamu. Memanggil abang seperti sapaan terhadap teman-temanmu. Kita ini berada di garis pertahanan ego yang sama. Kita juga yang tidak mungkin menyangkal suara hati yang sama. Bahwa cinta sejati sesungguhnya tumbuh dari palung hati yang terdalam. Tidak akan pernah bisa dipaksakan dengan cara apapun karena tidak semua bisa disamakan."
-------

Catatan : Bersambung
Youtube : http://youtu.be/O6rbV-YId7Q

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun