Mohon tunggu...
Bang Kemal
Bang Kemal Mohon Tunggu... -

Acuan kerangka awal, pelajaran SD/SMP, berpancasila. Hehe...seorang awam yang mau belajar. Terima kasih Kompasiana, Terima kasih Netter se-Indonesia. Mari berbagi........... dalam rumah yang sehat dan SOLID.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tak Butuh Protokoler Sendu Sedan Kemerdekaan

11 Agustus 2011   22:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:53 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada TuanTuan Perangkai Kata Pengisi Kemerdekaan

bungabunga karang kami bukan hanya titisan tapaan dalam perjuangan

gema sukma pusarapusara lantang membahana selamanya,

merah darah pekat merasuk dari sonar dawai keberanian

putih tulangtulang meruap penuhi relung kesucian

dengan junjung hormat... dengarkan,

Buang saja pameran moralmu!

agar menguaplah liur sampahsampah berbusa,

jalan cerita kelam pengkhianatan bangsa

-

Pada anyaman tikar bermozaik zaman,

menyembah nyiur peradaban melambai kaku nan kelu

Tak cukupkah malu tepian pantai berkecipak suara,

angkara murka merajam mereka tidak hentihenti?

bukti.. bukti.. bukti ... sampai di ujung jembatan,

panorama berlapis emas segenap taman pualam kemerdekaan,

tak butuh penjajahan baru itu

-

Sekian lama lembaran kesadaran membisu dalam seteru,

rakyat miskin tegarkan hati, terjajah kebodohan arti,

pendulum kedaulatan di tangan kami,

berganti wajah pada para loyalis partai pongah berdasi

Sekian lama lecutlah kedua tangan perkasa dan berkata sama,

Ijinkan Merah Putih mencakar langit dari ujung tiang bendera

agar meluap dari kawahkawah nusantara, mutiara mutiara pretasi bersama lahar nyali

agar raib dari segala tajam sembilu, terpekur perjuangan suci anak anak negeri

membuang segala pengap di kolong langit harga diri, maaf...

tak butuh hipokrit ala demokrasi itu

-

Pada ngarai dan lembah persada,

Mengapa tidak engkau relakan pusaka leluhur,

abadi berlapis gumpalangumpalan harapan pertiwi menghayati?

Kami yang telah sejarahkan singgasana patriotisme hanyalah fosilfosil mayat tak berarti

terbungkus tahta pahlawan,

terbuang siasia dengan monumen batu bagai anak tiri di alam nagari

Sampai kapan duhai pewaris JAS MERAH, kejujuran teringkar mengiba dispensasi

demi angkaangka luhurkan citra nasionalisme diri?

-

Wahai titian waktu, terasa derai air mata kharisma bendera tak cukup membasuh

wajah wajah pembawa titipan abu datang dan berlalu,

berpaling dari hadapan atma pengabdian,

cahaya panji panji kesetiaan AMPERA

-

Usai sudah wangi kemboja di rebahan raga, seraya tak sudi ratapi janji demi janji,

jika memang jawaban tak lagi mampu binarkan bangga menyakal dalam dada,

Mengapa harus sekian kali, ku titipkan bangsa ini?

Janganlah sekalikali ludahi tanah di atas makam dengan kidung penghormatan,

tanpa warisan jiwa kami

tak butuh protokoler sendu sedan itu

------------------------------

Catatanan :

Renungan (impersonal) Hari Kemerdekaan, dari pesan Pahlawan Nasional, Satu Kata Dengan Perbuatan.

Reposting dari blog penulis.

Sumber gbr. : Mencium Sang Merah Putih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun