Mohon tunggu...
Bang Kemal
Bang Kemal Mohon Tunggu... -

Acuan kerangka awal, pelajaran SD/SMP, berpancasila. Hehe...seorang awam yang mau belajar. Terima kasih Kompasiana, Terima kasih Netter se-Indonesia. Mari berbagi........... dalam rumah yang sehat dan SOLID.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Penyucian Diri dan Seks

14 Juli 2011   18:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:40 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu yang singkat, kami habiskan dengan bernostalgia. Teringat kembali kesalahan fatal yang berawal dari sebuah canda, ketika kumis tipisku yang mulai tumbuh dibahas There. "Kog kamu ada, aku enggak?", dahinya mengernyit, matanya mengerling.  Sekali waktu kami memang heran. Kumis dan jambang ayah mirip seperti gambar wajah Demis Roussos dalam cover albumnya. Mungkin saja lagi malas cukuran. Lalu aku dan There sibuk mencari jawaban, "Bagaimana kalau nanti kumis Kakak tebal? Masihkah ada cewek yang naksir? Terus, bagaimanakah nasip si Ibu, ketika lagi "ehem-ehem" dengan ayah. Khan yang kena duluan kumisnya". Keluarlah semua bahasa, teh manis campur jeruk, bunga melati, rosella, kopi, coklat,  jahe, mocca, strawberry. Semua diaduk-aduk dengan krimmer, tak lupa sedikit rum. Sampai tidak jelas lagi rasanya apa, tapi takut-takut dan geli-geli yang menggila, dan lain-lain seputar ehem-ehem. Kami rekam jawaban diskusi ini dalam sebuah tape recorder kecil, alat perekam rahasia yang selalu di bawa ayah saat bekerja. Setelah itu, diputar lagi sambil cekakak-cekikik dan melantunkan lagu seloroh, "There ehem, There gila". There pun tidak mau tinggal diam, "Kondrad ehem, Kondrad gila".  Keesokan sorenya, tiba-tiba kami dipenuhi ketakutan luar biasa. There mengira aku sudah menghapus semua rekaman itu. Sementara aku pun mengira dia. Benar-benar lupa dan tidak kompak menyimpan rahasia. Setelah masing-masing bertanya, ternyata eh ternyata, semuanya belum terhapus. Tape kecil itu sudah tidak lagi berada di tempat semula. Aku dan There mulai menghindari diri bertemu dengan ayah dan ibu. Jika berpapasan, tidak berani lagi bertatapan mata. Sampai sekarang kami pun tidak mengetahui, apakah mereka menyimak atau cuek. Hihi, tatut. Mungkinkah karena kejadian ini, kami selalu dikerjai dalam setiap acara keluarga? entahlah.

-

Suatu hari, saat senja segera bergegas menyambut malam, ayah memanggilku. Kami duduk berdua di bangku taman yang tersedia di teras rumah. Bagiku, inilah pembicaraan antara dua laki-laki yang selalu ku kenang. Ayah awali dengan sidikan, "Mari bertanya, mengapa ada perbedaan laki-laki dan perempuan? Apakah hanya seks jawabannya? Lalu, apakah kita anggap seks itu sebagai suatu kenistaan, kotor, dosa kutukan dan itu semua adalah wanita? Atau sebaliknya sebagai anugerah yang dipercayakan Allah? Mengapa ayah mau mendiskusikan hal ini ke kamu?" Dalam hati, "Dug, matilah aku. Pasti gara-gara tape itu. Ayah selalu mampu membaca pikiran, dan menyampaikan pesan-pesan sederhana berdialog, tanpa menyinggung langsung permasalahanku. Pertanyaan dan jawaban disatukan dalam pesan. Tapi selalu meneduhkan, karena ia tak pernah menyimpan suara tutur kebapaannya yang tertata perlahan-lahan. Mudah-mudahan saja kali ini, isi rekaman itu tidak dibahas rinci".

-

Lanjutnya, "Kondrad, ayah bangga melihat kamu begitu cepat mencerna seluruh pelajaran hidup yang ayah-ibu berikan. Kamu terlalu cepat dewasa dibandingkan teman-teman sebayamu. Ayah selalu tersenyum sendiri melihat cara kamu menertawakan kehidupan. Namun akan tiba saatnya nanti, matamu akan melihat peran manusia berantagonis bertaburan, dan kenyataan yang sering berparadoks. Senang sedih semudah sandiwara, dan, persis seperti maling teriak maling. Begini, kalau ayah sebut "selalu" atau "cenderung", tidak berarti mutlak yah. Nah, wanita akan selalu bahasakan seks sejauh pancaran inner beauty di dirinya. Ia mau menerima dan berdiri di atas eksistensinya, atau pendirian di atas kenyataan apa adanya. Tahu khan maksud ayah tentang inner beauty? tidak hanya tampilan luar dan fisik saja. Nah, kita? Kita cenderung menghakimi birahi, libido, untuk dunia luar. Semata-mata demi benteng kesucian, kehormatan, kebesaran dan keagungan diri, lewat kata-kata yang dilemparkan ke muka orang lain. Semakin kasar, keras, sinis, kita semakin mencuri kemuliaan itu dari langit. Seakan-akan beralasan, kemegahan itu datang daripadaNya. Surga di tanganku, neraka buat orang lain. Tetapi adalah kenyataan, kita tidak menerima dan lari dari eksistensi diri. Semakin menjauhkan seks, semakin membelahkan jiwa. Mungkinkah ada kesucian diri dengan pribadi yang retak terpecah-belah?

-

Kamu sudah belajar khan di sekolah, arti cinta eros, philia dan agape? Raungan eros itu kadang-kadang seperti ayunan nada melengking tinggi di musik blues. Menyayat hati. Sekarang ayah mau masuk ke urusan cinta. Dulu, ayah lagi senang-senangnya musik Mozart. Tapi dia pernah katakan seperti ini. Bukan tingkat inlelegensia atau imajinasi tinggi yang menentukan kecerdasan seseorang. Cinta, cinta, cinta, itulah sesungguhnya jiwa dan kecerdasan*. Kamu pasti berpikir, ini seolah-olah berbicara tentang perbedaan identik antara laki-laki dan perempuan. Tidak, ini bukan persoalan perbedaan. Maksud ayah adalah, seks dengan segala disiplin ilmu, juga memerlukan kaca-kaca sublimasi. Semakin tinggi kaca-kaca kreasi atau rekonstruksi makna terhadap wanita, pengertian seks, semakin kita menyadari, inilah jawaban-jawaban mengapa Tuhan mendesain perbedaan. Anugerah perbedaan itu adalah cinta. Demikian juga dengan perbedaan iman atau keyakinan. Sebab, semua yang ayah bicarakan ini adalah bahasa karunia-karunia Allah. Maka bahasakan seksualitas itu juga sebagai ucapan syukur. Penuhi kanvasnya dalam proses penyucian diri dengan pujian-pujian kepada Allah, jauh ke dasar hati. Inilah sebenarnya proses, cara kerja penyucian diri, yang bisa kita kembalikan sebagai tanda syukur menjawab manah Allah. Bajumu akan putih dan bercahaya, pada saat kuas hati dan pikiranmu harmonikan detail warna-warni alam kehidupan. Oops, sudah hampir malam, Kondrad. Kamu buatin ayah kopi yah, besok kita lanjutkan lagi". "Oke ayah", mulutku dingin dan kaku. Pikiran mengembara di dinding-dinding lorong buana senja.

-

Sang kala remahkan pijaran jingga

Cakrawala berpagar garisgaris merah saga

Terjura sambutan melabuhkan sang surya

Terlempar aku dalam pengantar kacakaca

Terima kasih ayah angkatku.

Catatan : Penggalan cerita prosa tentang pengalaman bersama ayah dan ibu angkat.

*)Ricard Pratama, Kata-Kata Motivasi Pembakar Semangat, hal.80.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun