Mohon tunggu...
Henrico Fajar
Henrico Fajar Mohon Tunggu... Lainnya - Bergiat di SPEK-HAM

Terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memaknai Emansipasi

30 April 2021   15:12 Diperbarui: 30 April 2021   15:14 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di setiap tanggal 21 April kita memperingati Hari Kartini. Anak-anak TK, SD hingga SMA/SMK, para Guru, PNS dari berbagai kementerian dan OPD, Polri dan TNI, pegawai swasta hingga ibu-ibu PKK memperingatinya dengan berbagai macam kegiatan. Mereka mengenakan baju tradisonal dari berbagai daerah di Indonesia sebagai wujud dari rasa keanekaragaman suku, bahasa dan memupuk persatuan bangsa. Peringatan Hari Kartini mestinya harus mampu meneladani nilai-nilai perjuangan yang sesungguhnya dari sosok seorang Kartini dan tidak berhenti pada tataran seremonial saja.   

Salah satu cita-cita sekaligus perjuangan yang dilakukan oleh R.A Kartini adalah menyuarakan emansipasi perempuan, beliau lahir pada tanggal 21 April tahun 1879 di Kota Jepara. Kartini, lahir di tengah-tengah keluarga bangsawan oleh sebab itu ia memperoleh gelar R.A (Raden Ajeng) di depan namanya. R.A Kartini aktif dalam melakukan korespondensi dengan temannya yang berada di Belanda sebab beliau juga fasih dalam berbahasa Belanda. Dari sinilah kemudian, Kartini mulai tertarik dengan pola pikir perempuan Eropa yang ia baca dari surat kabar, majalah serta buku-buku yang ia baca.

Hingga kemudian ia mulai berpikir untuk berusaha memajukan perempuan pribumi sebab dalam pikirannya kedudukan wanita pribumi masih tertinggal jauh atau memiliki status sosial yang cukup rendah kala itu. R.A Kartini banyak membaca surat kabar atau majalah-majalah kebudayaan eropa yang menjadi langganannya yang berbahasa belanda, di usiannya yang ke 20, ia bahkan banyak membaca buku-buku karya Louis Coperus yang berjudul De Stille Kraacht, karya Van Eeden, Augusta de Witt serta berbagai roman-roman beraliran feminis yang kesemuanya berbahasa belanda, selain itu ia juga membaca buku karya Multatuli yang berjudul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta.

 Emansipasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti pembebasan dari perbudakan; persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak  perempuan dengan kaum pria). Emansipasi perempuan adalah proses pelepasan diri para perempuan dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju.

Emansipasi seringkali masih diukur pada ranah kuantitas saja dan sering abai dalam hal kualitas. Mestinya dua hal ini harus berjalan beriringan. Kita melihat bahwa saat ini sudah banyak pemimpin-pemimpin daerah perempuan bahkan kita pernah mempunyai presiden perempuan, politisi, legislator dan profesi-profesi lainnya yang dulu masih menjadi dominasi laki-laki.

Implementasi emansipasi hendaknya dimaknai dalam bingkai yang berbeda dari jaman ke jaman. Dahulu perempuan di kungkung dalam budaya patriarkhi yang membatasi aktivitas perempuan sehingga perempuan berada dalam dominasi laki-laki. Di jaman kini mestinya harus berubah, bukan lagi berbicara tentang menuntut hak perempuan untuk sejajar dengan laki-laki saja, tetapi bagaimana pembagian peran yang konkret antara laki-laki dan perempuan di manapun dan kapanpun. 

Pendidikan gender bukan lagi dipahami oleh perempuan tetapi laki-laki juga harus paham betul apa itu kesetaraaan gender, sehingga makin banyak laki-laki yang paham betul apa yang menjadi kewajibannya untuk menjalin relasi yang baik dengan perempuan. Kasus-kasus kekerasan terjadi karena tidak adanya relasi yang baik, disitu terjadi relasi kuasa yang timpang antara laki-laki dan perempuan.

Emansipasi hendaknya diimplemtasikan di dalam keluarga, anak-anak dididik dengan tidak membeda-bedakan antara perempuan dan laki-laki dari segi perlakuan dan tanggungjawab yang diberikan haruslah sama. Anak laki-laki dan perempuan mestinya diberikan ruang yang seluas-luas untuk dapat mengakses informasi, bersosialisasi, belajar di institusi pendidikan dari tingkat dasar hingga pendidikan tinggi.

Kedua, lingkungan masyarakat, hendaknya menjamin kebebasan penuh pada perempuan untuk berkreativitas dan berkegiatan dalam memenuhi kebutuhannya dalam pembangunan. Tokoh masyarakat dan tokoh agama hendaknya mendukung penuh peran dan sepak terjang perempuan dengan memberikan ruang dan akses dalam forum-forum yang strategis di lingkungan masyarakat, bukan malah mendiskriminasi atau menstigma mereka.   

Ketiga adalah negara. Seperti yang tertulis di dalam pembukaan UUD 1945 Negara mempunyai tujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Negara wajib memberikan jaminan perlindungan dan keamanan bagi semua warganya. Mestinya tidak boleh ada lagi aturan--aturan atau perda-perda yang membatasi gerak dan mendiskriminasikan perempuan.

Komnas perempuan di tahun 2016 mencatat ada sejumlah 389 perda yang dinilai diskriminatif. Perda-perda tersebut membatasi hak-hak perempuan, misalnya aturan tentang pembatasan jam keluar malam bagi perempuan yang jelas-jelas membatasi perempuan dalam memenuhi haknya dalam bekerja. Adapula aturan yang melarang perempuan menggunakan busana tertentu atas dasar satu interpretasi agama tertentu merupakan tindakan negara yang membatasi hak berekspresi seseorang atas dasar pembedaan kepercayaan. 

Perempuan harus mendapatkan akses dalam segala bidang di negara ini. Jaminan-jaminan tersebut harus hadir dari pemerintah pusat hingga pemerintahan desa atau kelurahan.  Harapannya tidak ada lagi pembedaan antara laki-laki dan perempuan, semoga dari hari ke hari pembangunan di Indonesia makin berwarna-warni. Mengutip lirik lagu Ibu Kita Kartini di bait terakhir yaitu, sungguh besar cita-citanya bagi Indonesia semoga cita-cita R.A Kartini sungguh-sungguh bisa tercapai dengan nyata dan berkelanjutan di negeri kita tercinta Indonesia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun