Bangunan di Bukittinggi tidak ada yang tinggi, paling tinggi hanya Jam Gadang alasannya adalah ditakutkan pondasi dari gedung tinggi itu tembus hingga ke Lobang Jepang, panjang dari Lobang Jepang sekitar 1,5 kilometer yang bisa dijelajahi oleh wisatawan. Sisanya ditutup oleh pemerintah.
Dari cerita warga setempat Lobang Jepang ini tembus sampai dibagian bawah Jam Gadang. Akan tetapi jika dibuka semua ditakutkan oksigen tak cukup dan dengan kepanjangan lobang yang sekarang banyak dari wisatawan yang nyasar apalagi dibuka semuanya. Pintu masuk Lobang Jepang ada dua, pertama dari Taman Panorama dan kedua dari pintu masuk jalan raya yang mengarah ke Ngarai Sianok.
Orang-orang yang hidup pada tahun 1944 yang masih hidup sampai sekarang tidak ada yang tau tentang Lobang Jepang. Alasannya karena Lobang Jepang di bangun oleh pekerja Romusha yang berasal dari Pulau Jawa dan Kalimantan. Masyarakat asli Bukittinggi dipekerja paksakan di daerah luar Sumatra. Penggalian lobang pun dilakukan pada malam hari. Jadi penduduk asli sini tidak ada yang tau tentang Lobang Jepang.
Seperti itulah cara  yang dilakukan Jepang untuk menutupi rahasianya dan dengan alasan lainnya agar para tawanan tidak dapat kabur karena daerah yang mereka tempati saat itu, daerah yang tidak mereka tahu
Lobang Jepang saat ini tidak lagi asli karena bagian dinding sudah ditutupi semen, bagian alas sudah ditutup batu konblok, dan diberi cahaya listrik. Lebar dan tinggi lobang juga telah di-upgrade karena banyak pengunjung asing yang tinggi-tinggi maka Lobang Jepang di keruk bagian bawah dan sampingnya agar lebih lebar dan tinggi.
Selain ditutup semen dan konblok, Lobang Jepang saat ini sudah jauh dari kata seram. Dikarenakan setiap hari pengunjung mencapai 2.000 orang. Lobang Jepang sudah tak mirip seperti aslinya. Beberapa lorong diberi pintu teralis dan dikunci.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H