Gerabah Malahayu sudah ada sejak tahun 1920-an. Hal ini ditandai dengan "Boyongan" Warga Talang Kabupaten Tegal mencari penghidupan dengan membuat gerabah. Tanah liat yang ada ( yang sekarang menjadi Waduk Malahayu) dikenal sangat baik untuk membuat gerabah. Sehingga menarik perhatian warga Talang untuk hijrah ke Malahayu dan beranak pinak sampai sekarang.Â
Salah satu generasi ketiga pengrajin gerabah Warwin (55) menuturkan, bahwa usaha gerabah yang digeluti dari orang tuanya masih ada sampai sekarang dan tersentralisasi di Dukuh Anjun. Dari Anjun menyebar ke beberapa kota sentra pembuatan gerabah / keramik seperti Plered ( Purwakarta), Kasongan ( Yogyakarta), Bandung dan beberapa kota lainnya.Â
Di awal tahun 1980-an sampai 2010-an pengrajin gerabah Malahayu mendominasi di sentra gerabah Kasongan, Yogyakarta. Berawal dari perjumpaan pengrajin gerabah yang bekerja di Plered dengan saudagar dari Kasongan. Dari ajakan saudara gerabah dari Kasongan membuat pengrajin dari Malahayu berbondong-bondong ke Kasongan sampai sekarang.Â
Masa kejayaan Kasongan menjadikan sebagian warga Anjun, Malahayu bekerja dan berusaha disana. Sampai bencana gempa bumi 2010 yang akhirnya menyadarkan mereka untuk membangun usaha gerabah ditanah kelahirannya. Sebelumnya diawal tahun 1990-an beberapa pengrajin mulai berfikir, kenapa kita tidak membangun tanah kelahiran. Dari permikiran tersebut mereka memulai usaha gerabah / keramik. Dari ratusan pengrajin gerabah, sekarang tinggal 15 pengrajin.Â
Halangan dan rintangan yang terjadi dari mulai bencana alam, pengalihan dari minyak tanah sampai covid-19 mewarnai perjalanan gerabah Malahayu. Perubahan bentuk dari gerabah menjadi keramik hias sebagai upaya untuk melestarikan gerabah Malahayu tetap eksis. Pemasaran gerabah ditengah gempuran peralatan dari plastik tidak menyurutkaninat pengrajin gerabah. Pemasaran keramik hias Malahayu sudah memasuki pasaran luar negeri.Â
(KBC-54|Kompasianer Brebes Jateng|)Â