Mohon tunggu...
Bang Auky
Bang Auky Mohon Tunggu... Freelancer - KBC 54|Kompasianer Brebes Jateng| Golet Jeneng Disit Mengko Jenang Teka Dewek

Pariwisata adalah locomotif ekonomi baru dimana banyak gerbong yang mengikuti dari UMKM, Transportasi, Pemandu Wisata, Hotel dan Restoran, Seniman, Souvenir dan mitra-mitra pariwisata yang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Phobia Itu Keturunan atau Diturunkan?

12 April 2020   20:51 Diperbarui: 12 April 2020   21:27 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore hari lagi duduk diteras sambil minum kopi dan menikmati lagu tarling  Cirebonan, rasanya damai banget.  Sore yang cerah karena hujan tidak datang, yang datang tukang cilok dan bakso keliling.  Suasana yang tidak begitu ramai karena cuma sedikit tumah di kompleks tempat tinggalku. 

Tiba-tiba keponakan datang sambil membawa anaknya yang berumur 5 tahun.  Anaknya punya ketakutan yang luar biasa terhadap barongan atau kuda lumping,  padahal baru mendengar musiknya. Ini membuatnya terganggu tidak berani keluar rumah dan selalu menangis jika ada musik kencang dari sound sistem. 

Dok. Wirabuana trans
Dok. Wirabuana trans
Aku yang diajak cerita senyum mesam-mesem menahan tawa dalam hati.  Bukan tidak punya empaty tetapi sedang mentertawakan diri sendiri. Apa hubungannya kok bisa tertawa sendiri?  Karena apa yang diceritakan itu sama persis dengan apa yang aku alami waktu kecil. 

Sewaktu kecil aku punya phobia takut banget dengan barongan atau kuda lumping. Baru dengar musiknya saja dari kejauhan sudah parno, sudah ketakutan masuk rumah dan menguncinya.

Benar-benar takut banget sampai keringat dingin keluar,  sehingga banyak orang suka nakut-nakutin jika ada barongan. Dan ternyata menurun pada anakku dan cucu keponakan.

Menurut sahabatku master hypnoterapi phobia bukan keturunan tetapi bisa diturunkan. Karena anak-anak mengcopy paste kan apa yang dia lihat dari orang dewasa. 

"Pada dasarnya anak-anak itu polos tidak tahu apa-apa sehingga sering kita melihat anak-anak memakan apa yang dia temukan. Tetapi ketika melihat orangtuanya teriak atau menjerit melihat satu benda,  maka anak tersebut mengikutinya, "katanya. 

Lebih lanjut dia mengatakan bagaimana orang tua mengedukasi anak tersebut,  bahwa barongan itu hanya mainan bukan hantu dan sebagainya. 

"Kita tinggal mencleankan apa yang ditakutkan si anak,  alihkan ke fokus lain dan beri penjelasan hal ihwal benda tersebut. Kemudian kita ajak dialog dan ceritakan dengan pengertian agar tidak takut lagi. , " tambahnya. 

Aku saja lupa bagaimana tidak takut lagi pada barongan, mungkin karena pekerjaan di pariwisata dan jurnalis yang mengesampingkan ketakutan demi profesi  dan belajar literatur.

Atau karena aku lawan ketakutanku dengan keyakinan bahwa barongan adalah seni dan aku lebih kuat dati barongan. Semoga pengalaman ini bisa bermanfaat untuk pembaca Kompasiana(KBC-54|Kompasianer Brebes Jateng) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun