Jalawastu salah satu pedukuhan dari empat pedukuhan yang ada di Desa Cisereuh, Kecamatan Ketanggungan,  Kabupaten Brebes. Pedukuhan lainnya yaitu Cisereuh,  Sela Gading dan Garogol.  Kampung Jalawastu sendiri berada diantara kaki Gunung Kumbang dan Gunung Sagara. Dari 17 kecamatan yang ada di Brebes, 7 kecamatan berbahasa ibu Sunda.Â
 Kampung Jalawastu sangat unik dalam menjaga adat tradisinya. Banyak aturan dan larangan yang masih dipatuhi sampai saat ini.  Jumlah  rumah tak boleh lebih dari 126, tidak boleh menggunakan genting,  tembok dan keramik. Bahkan klosetnya pun menggunakan kayu.Â
Begitu juga dalam hal makanan,  mereka tidak makan  daging kerbau dan ikan mas. Mereka memakan dari hasil tanaman yang ada di hutan atau pekarangan. Dilarang menanam bawang walau Brebes dikenal sebagai sentra bawang merah,  juga tanaman kedelai. Mereka juga tidak diperbolehkan makan menggunakan piring keramik dan sendok,  kecuali piring dari tanah liat atau daun.  Mereka makan nasi jagung,  bukan nasi dari Brebes.  Mereka tidak berani melanggarnya,  karena mereka tahu konsekuensinya.Â
Masyarakatnya sangat kental dengan tradisi sunda, Â dari bahasa, Â seni dan budaya. Sebelum Islam masuk ke Jalawastu, Â mereka beragama Sunda Wiwitan, Â bukan Hindu atau Budha. Â Sehingga pada waktu itu, Â masyarakat yang tidak mau menerima Islam lari ke Baduy di daerah Banten. Â Dan memang ada persamaan antara Jalawastu dan Baduy didalam memegang teguh ajaran leluhur.Â
Mereka juga punya struktural susunan masyarakat sendiri, Â walau mereka masih bagian dari Desa Ciseureuh. Adapun susunan masyarakatnya sebagai berikut.Â
1. Dewan Kokolot atau sesepuh yang terdiri dari sesepuh dan tokoh masyarakat.Â
2. Pemangku Adat, Â yang melaksanakan keseharian masyarakat Jalawastu.Â
3. Juru Kunci yaitu yang menjaga makam leluhur di Pagedongan Agung,Â
4. Laskar Wanoja, Â yaitu laskar kaum perempuan atau peran serta masyarakat perempuan atau kaum ibu,Â
5. Jagabaya atau generasi muda yang menjaga ancaman pengaruh kurang baik dari luar.Â
Selain susunan masyarakat yang berbeda, Â juga punya kesenian yang khas yang masih berkembang sampai saat ini. Ada Perang Centong sebagai tari ucapan selamat datang, Â Tari Lesung, Â Hoe Gelo (Bambu Gila) Â dan masih banyak lagi. Hoe Gelo menjadi sajian yang unik saat upaca Ritual Ngasa. Hoe Gelo mirip rotan gila yang ada di Maluku.Â