Mohon tunggu...
Bang Aswi
Bang Aswi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger Bandung | Kompasianer Bandung

Seorang penggila olahraga, tukang ulin, dan desainer yang menggemari dunia kepenulisan. Aktif sebagai pengurus #BloggerBDG dan konsultan marketing digital | Kontak: bangaswi@yahoo.com | T/IG: @bangaswi ... ^_^

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menjelajah Hutan Mangrove dan Treasure Bay (Catatan 3)

3 November 2015   20:57 Diperbarui: 3 November 2015   22:10 2809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi sebagian masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal jauh dari Sumatera mungkin tidak terlalu mengenal Pulau Bintan. Jujur saja, nama putri sulung sosok itu sering salah disebut. Banyak yang menyebutnya dengan kata 'Bintang'. "Namanya Bintan, bukan Bintang," jelasnya dengan gemas. "Apa arti dari Bintan?" tanya mereka lagi.

Dirinya kemudian dengan sabar menjelaskan bahwa itu adalah nama sebuah pulau yang terdapat di Kepulauan Riau (Kepri). Inilah kepulauan yang dijuluki dengan 'Negeri Segantang Lada'. Apa maksudnya? Pulau yang ada di Kepri ini begitu banyak, dari yang besar sampai yang tidak berpenghuni, sehingga sering dikonotasikan harus memerlukan biji lada segantang untuk menghitungnya. Begitulah.

Salah satu pulau di Kepri yang sudah terkenal adalah Batam. Jaraknya begitu dekat dengan Singapura. Hanya saja pulau ini sudah terkenal sebagai kota industri. Konsep wisata alamnya semakin berkurang dan tidak menarik lagi. Tapi kalau ingin mencari barang-barang elektronik bermerek/berkualitas dengan harga murah, bolehlah. Nah, Pulau Bintan kemudian muncul sebagai mutiara di Kepri.

Letaknya adalah di tenggara Pulau Batam. Dianggap mutiara karena inilah pulau besar yang masih menyajikan wisata alam yang benar-benar indah. Sampai ada yang mengatakan bahwa Bintan adalah surga dunia yang tersembunyi. Itulah mengapa ada banyak pengembang internasional yang berlomba-lomba untuk menciptakan tempat wisata di sana. Salah satunya adalah Bintan Resorts yang menguasai daerah wisata di utara Pulau Bintan.

Setelah puas dengan perjalanan asyik ke Pulau Penyengat dan tinggal di Nirwana Gardens, rombongan Kompasianer pun bergerak ke Hutan Mangrove. Perlu diketahui bahwa hutan bakau yang ada di Pulau Bintan begitu luas dan menyebar merata. Mereka tersebar karena sungai-sungai tanpa hulu yang berkelok-kelok. Salah satu yang berhasil sosok itu kunjungi adalah yang masih dikelola oleh Bintan Resorts, tepatnya di kawasan Treasure Bay, Lagoi. Untuk dapat menikmati alam hutan bakau, tidak bisa dengan jalan darat.

Itulah mengapa rombongan dibagi menjadi dua, masing-masing perahu berisi 6 (enam) orang yang didampingi oleh tukang kemudi dan tour guide. Satu perahu dikenakan biaya Rp500.000. Demi keamanan dan keselamatan, semuanya harus memakai rompi pelampung karena namanya di sungai yang masih alami tentu tidak tahu apa yang bakal terjadi.

Perahu lalu bergerak perlahan, membelah sungai yang awalnya begitu lebar. Beberapa nelayan berdarah Tionghoa terlihat di beberapa tempat. Mereka tinggal di rumah yang bisa bergerak ke mana saja mereka mau. Mungkin itulah yang disebut dengan rumah perahu. Bentuknya memang benar-benar seperti rumah, dengan kaki yang ditopang oleh perahu atau sesuatu yang bisa mengapung. Beberapa berjualan pernak-pernik dan makanan/minuman dengan harga lumayan mahal. Maklum saja, turis yang datang memang turis internasional.

Perahu terus bergerak dan lebar sungai pun makin mengecil. Hingga akhirnya perahu berbelok ke sebuah cabang yang agak sempit. Hutan bakau yang padat. Sepi. Di beberapa tempat, ada beberapa ular pohon yang bergelung di atas dahan bakau. Katanya sedang tidur siang. Bakau yang tumbuh bisa berbeda jenis-jenisnya. Ada yang memiliki buah dengan sebutan apel laut, dan ada juga yang tidak berbuah. Begitu pula dengan jenis pandan yang daunnya berduri. Batang bakau yang besar biasanya telah berusia ratusan tahun, salah satunya sudah kering dan mati.

Makin ke dalam, sungai makin menyempit, bakau pun makin rapat dengan dahan yang makin rendah dan kadang saling berhubungan antara sisi kiri dan kanan. Beberapa kali seluruh penumpang harus menundukkan kepala saking rapatnya. Sosok itu sempat bisa berdiri untuk diambil foto, lalu duduk lagi dan menunduk untuk menghindari dahan yang rendah. Sebuah pengalaman yang amat mengesankan dan jelas-jelas tak terlupakan. Kelestarian hutan mangrove jelas harus dijaga karena di sanalah ekosistem alam dan satwanya hidup.

Tour guide mengatakan bahwa dirinya pernah menangkap seekor hiu yang lumayan besar. Kalau sedang surut, bahkan masih banyak terlihat monyet-monyet liar atau ular piton yang sedang mengincar ular pohon. Pada malam hari, ribuan kunang-kunang akan terlihat di sekujur hutan bakau. Ya, wisata malamnya juga ramai. Pada bagian sungai yang lebar, masih terlihat batu-batu besar yang bisa disinggahi untuk tempat berfoto. Tapi harus hati-hati karena berbahaya. Di satu tempat, juga ada bangunan batu yang berusia ratusan tahun dan dulunya biasa digunakan oleh penduduk lokal untuk mengasapi kayu-kayu bakau. Hanya kini tidak lagi digunakan karena larangan pemerintah agar tidak lagi mengambil kayu bakau.

TREASURE BAY DENGAN CRYSTAL LAGOON

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun