Mohon tunggu...
Bang Aswi
Bang Aswi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger Bandung | Kompasianer Bandung

Seorang penggila olahraga, tukang ulin, dan desainer yang menggemari dunia kepenulisan. Aktif sebagai pengurus #BloggerBDG dan konsultan marketing digital | Kontak: bangaswi@yahoo.com | T/IG: @bangaswi ... ^_^

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Memberi Sedekah pun Sederhana, Dibikin Simpel Aja

6 Juni 2019   22:15 Diperbarui: 6 Juni 2019   22:15 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teknologi saat ini telah mempermudah, seolah-olah semuanya DibikinSimpel. Gak bertele-tele. Gak harus muter-muter gak jelas, seperti halnya keberadaan ojek online yang membuat pergerakan banyak orang menjadi lebih mudah dan AntiRibet. Tinggal pesan lewat ponsel, 'tring' ... dan tukang ojek sudah menunggu manis di depan pintu rumah. Begitu pula kalau ingin memesan makanan.

Semoga saja teknologi yang dibikin simpel dan anti ribet itu tidak membuat manusia saat ini menjadi generasi yang pemalas. Hanya karena sudah ada teknologi yang memudahkan, membeli mie tektek yang lokasinya hanya kurang dari setengah kilometer saja harus memesan memakai aplikasi ojek online. Tidak ada lagi pergerakan untuk bersosialisasi, baik itu berjalan kaki, naik sepeda, atau naik motor.

Berkenaan dengan teknologi terkini, memberi sedekah atau berzakat fitrah yang baru saja dilakukan oleh semua umat Muslim sebelum lebaran kemarin, pun sudah mengalami perubahan berarti. Beberapa tidak lagi perlu pergi ke masjid di kampung, tetapi sudah bisa menggunakan aplikasi di ponsel, telepon ke lembaga tertentu, atau langsung transfer ke rekening tertentu. Begitu mudah.

Semuanya telah dibikin simpel dan anti ribet. Berkenaan dengan hal sedekah itu, pada zaman Rasulullah saw. pun berbuat kebaikan di jalan Allah Swt. sebenarnya juga tidak terlalu rumit. Semua berlangsung dengan cepat dan gak perlu berpikir lama, asal memang ada keimanan di dalam hati. Dan itulah yang yang dialami oleh Abu Aqil, salah seorang sahabat yang keimanannya tidak perlu diragukan lagi.

Pada suatu hari, tidak ada seorang pun yang pernah melihat Abu Aqil sedemikian resah. Ia tenggelam dalam pikirannya tanpa mempedulikan apa yang terjadi di sekitarnya. Ia seolah-olah tidak mendengar bunyi apa pun dan tidak melihat sesuatu pun. Ia melangkah begitu cepat ke arah rumahnya. Matanya memandang tanah dan mulutnya kelihatan berkomat-kamit mengatakan sesuatu.

Ia begitu saja melewati lorong sempit sebelum akhirnya tiba di rumahnya. Dengan menarik napas yang dalam, Abu Aqil lalu bersandar di sebatang pohon tua di tengah halaman rumah. Isterinya menyadari kekhawatiran yang melanda suaminya itu dan langsung mendatanginya. "Suamiku, apa yang terjadi?" Abu Aqil menoleh, lalu berjalan masuk ke dalam rumahnya. Karena kelelahan, ia bersandar ke dinding rumahnya.

Ia pun berkata setelah isterinya ada di hadapan, "Musuh Tuhan berniat untuk memerangi kaum Muslimin. Tentara Islam sudah disiagakan untuk melawan musuh, tetapi mereka tidak punya bekal dan makanan. Kami sedang berada di masjid ketika Rasulullah saw. membacakan sebuah ayat Al-Quran dan meminta kaum Muslimin untuk memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan masing-masing."

Isteri Abu Aqil bertanya, "Apakah bunyi ayat itu?" Abu Aqil menutup matanya dan setelah berpikir sejenak, ia membaca ayat ke-11 dari surat Al-Hadiid yang artinya, "Siapa saja yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, akan diberi Allah balasan pinjaman yang berlipat ganda dan dia akan memperoleh pahala yang banyak." Isterinya dengan pandangan kecewa menatap lantai ruangan kamar.

Ia berkata, "Engkau adalah pemimpin rumah ini dan engkau lebih mengetahui bahwa kita tidak punya harta dan simpanan apa pun untuk kita berikan di jalan Tuhan." Abu Aqil menjawab, "Tetapi, kita harus turut melibatkan diri dalam tugas ini. Tidakkah engkau ketahui bahwa perbuatan ini disenangi oleh Tuhan dan Rasul-Nya?" Isterinya mengangguk, tetapi pandangannya kosong.

Abu Aqil melanjutkan perkataannya, "Ayat ini sangat menyentuh perasaanku sehingga aku segera pulang ke rumah. Hari ini semua orang Islam membawa apa yang mereka miliki kepada Rasulullah saw. agar permintaan Tuhan terpenuhi." Isterinya kemudian tersenyum dan langsung mengambil salah satu bejana dan mengeluarkan segenggam kurma sambil berkata kepada Abu Aqil, "Kita mempunyai sedikit kurma. Ambillah."

Abu Aqil tertegun dan menggumam sendirian, "Apa yang bisa diperbuat dengan kurma ini? Akan tetapi ... ini lebih baik daripada tidak memberi sesuatu pun." Isterinya lantas menaruh kurma itu dalam sebuah kain bersih dan memberikannya kepada Abu Aqil. Dengan gembira, Abu Aqil berkata, "Meskipun kurma ini tidak tampak berguna tetapi ia dapat dimanfaatkan di medan perang."

Sementara itu kaum Muslimin telah memenuhi halaman masjid. Beberapa membawa harta benda yang luar biasa semisal biri-biri, kambing, dan dan bahkan unta. Ada yang membawa perhiasan emas, pakaian yang bagus, dan juga makanan yang tampak enak. Abu Aqil menyempil di antara mereka, menunduk dalam, lalu merapatkan bungkusan yang berisi kurma ke dadanya.

Baru beberapa langkah memasuki masjid, Abu Aqil merasa ada seseorang menepuk bahunya. Dia menoleh ke belakang. Dilihatnya seseorang dengan berpakaian mahal berdiri di hadapannya. Dengan suara mengejek, orang itu berkata kepada Abu Aqil, "Katakan kepadaku, apakah yang ada di dalam bungkusan yang engkau peluk erat-erat itu? Emas atau kawat?" dan dia pun tertawa terbahak-bahak.

Abu Aqil menundukkan kepala lagi. Beberapa kali ia hampir saja membuat keputusan untuk pulang kembali ke rumahnya dan menjauhkan diri dari pandangan penghinaan orang tersebut kepadanya. Akan tetapi ada kekuatan dalam dirinya yang menghalanginya untuk pulang. Akhirnya ia pun duduk diam-diam di sudut masjid. Dilihatnya, Rasulullah saw. duduk di tepi mihrab dan menerima hadiah-hadiah dari umatnya.

Ia begitu berharap dalam hati, alangkah baiknya jika ia mempunyai simpanan yang lebih pantas untuk diberikan kepada junjungannya itu. Tiba-tiba, masjid yang semula dipenuhi dengan suara ramai dilanda kesepian dan kesunyian. Abu Aqil memandang kepada Rasulullah saw. Rupanya beliau sedang menerima wahyu. Wajahnya seolah-olah sedang tenggelam dalam cahaya yang bersinar.

Semua sahabat yang begitu mengenalnya begitu memahami keadaan beliau tersebut. Hingga kemudian, Rasulullah saw. membuka matanya dan dengan langkah yang perlahan beliau bergerak ke arah Abu Aqil. Jantung Abu Aqil berdebar-debar dan ia terus berusaha untuk menyembunyikan bungkusan kurmanya. Lalu, terdengar suara Rasulullah saw. yang memecah kesunyian masjid.

"Wahai manusia, baru saja Jibril menyampaikan wahyu dari Allah kepadaku. Ketahuilah bahwa para malaikat yang berada di langit, memandang bumi untuk menyaksikan pinjaman siapakah yang terbaik di sisi Tuhan." Beliau kemudian meletakkan tangannya ke atas pundak Abu Aqil dan berkata, "Ketahuilah, hadiahmu lebih berharga dari emas di sisi Tuhan."

Abu Aqil tidak percaya dengan apa yang didengarnya itu. Rasulullah saw. melanjutkan bicaranya, "Orang munafik yang mencelamu dan menyebabkan hatimu sakit, kelak akan diberi azab. Wahai Abu Aqil, para malaikat sedang menanti, berikan hadiah itu kepadaku dan ketahuilah bahwa Allah ingin agar aku menggembirakanmu. Engkau hari ini disenangi oleh Allah."

Abu Aqil masih merasa sedang bermimpi, sebuah mimpi yang amat manis. Perlahan, ia mengeluarkan bungkusan kurmanya. Rasulullah saw. dengan penuh kasih sayang mengambil bungkusan tersebut dari tangannya dan membelai kepala Abu Aqil. Sungguh bahwa Abu Aqil memberi sedekah yang tidak anti ribet. Semuanya dibikin simpel. Hanya memberikan apa yang dimilikinya ... dengan hati ikhlas.

Rasulullah saw. kemudian membacakan QS At-Taubah ayat ke-79 yang artinya adalah sebagai berikut, "Orang-orang munafik yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan mencela orang-orang yang tidak memiliki apa pun untuk disedekahkan selain dari yang disanggupinya. Allah akan membalas penghinaan mereka itu dan bagi mereka azab yang pedih."

Memberi sedekah atau berbuat kebaikan lainnya haruslah juga seperti itu. Gak usah dibikin ribet dan sederhana saja. Semisal seorang wanita pelacur yang dengan ikhlas menolong seekor anjing yang kehausan. Atau seperti Umar saat menjadi khalifah tetapi tetap membantu seorang musafir yang sedang kesulitan, tanpa bantuan siapapun. Tidak perlu memakai jalur birokrasi yang cenderung berlibet.

Dan ketika bulan Ramadan telah berlalu, kalau ingin berpuasa 6 hari Syawal ya lakukanlah. Dibikin simpel aja. Apalagi pahalanya sama seperti berpuasa selama setahun penuh. Jadilah manusia yang anti ribet, jangan mempersulit diri terhadap apa-apa yang sebenarnya simpel dan sederhana. Jadilah manusia yang siap membantu siapa saja meski berbeda ras atau berbeda agama. Begitu.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun