Manusia adalah makhluk sosial. Artinya manusia itu bukan makhluk individual. Ia membutuhkan orang lain untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Tidak hanya itu, ia juga--secara tidak sadar--membutuhkan lingkungannya. Oleh karena itulah manusia tidak bisa lepas dengan yang namanya wisata. Wisata adalah kebutuhan mendasar bagi manusia. Tanpanya, manusia seperti kehilangan sesuatu.
Keseharian di tempat kerja atau aktivitas yang membuatnya berkutat pada hal yang sama (kemudian melahirkan kemonotonan) akan membuat manusia merasa lelah. Jenuh. Tidak bergairah. Itulah mengapa seseorang membutuhkan 'self upgrading' atau berwisata. Paling tidak sehari dalam sebulan atau beberapa hari dalam setahun dibutuhkan wacana berdarmawisata, baik di keluarga maupun di perusahaan.
Berkaitan dengan Bulan Ramadan, tentu wisata juga tidak boleh dilewatkan. Tidak ada hari libur untuk berwisata, tetapi usahakan bisa berwisata meski bukan di hari libur. Hanya saja tujuan dan acara wisatanya disesuaikan. Misalnya saja umroh saat Ramadan. Beribadah sambil berwisata. Namun bagaimana dengan orang-orang yang hanya bisa berwisata di dalam kota saja? Masih bisa kok.
Sosok itu lebih suka berwisata ke beberapa masjid besar, yang memiliki banyak aktivitas saat Ramadan, tetapi juga masih bisa jalan-jalan di tempat sekitarnya yang memang ramai saat Ramadan. Masjid yang dikunjungi ini biasanya memiliki nilai sejarah atau keunikan tersendiri yang tidak ada duanya. Ya, bagi seorang Muslim, berwisata ke suatu tempat biasanya harus dipikirkan bagaimana shalatnya. Takterpisahkan.
Nah, berikut ini adalah 5 (lima) masjid di Bandung yang harus disinggahi saat Bulan Ramadan. Kelima masjid ini lokasinya strategis sehingga para pengunjung tidak hanya menikmati suasana masjid atau mengikuti aktivitas pengajiannya, tetapi juga bisa berjalan-jalan ke tempat wisata yang kebetulan lokasinya berdekatan. Pada Bulan Ramadan, hati terasa sejuk kalau bisa mengajak keluarga ke 5 masjid berikut ini.
1. Masjid Raya Bandung (Alun-alun Bandung)
Masjid Raya Bandung yang sebelumnya bernama Masjid Agung didirikan pertama kali pada tahun 1812. Masjid ini dibangun bersamaan dengan dipindahkannya pusat kota Bandung dari Krapyak (Dayeuhkolot) ke Alun-alun. Masjid Agung dibangun dengan bentuk bangunan panggung tradisional yang sederhana, bertiang kayu, berdinding anyaman bambu, beratap rumbia, dan dilengkapi sebuah kolam besar untuk berwudhu.
Masjid Agung kemudian mengalami beberapa kali perombakan, yang terbesar terjadi pada 1826 dan 1850. Hingga pada akhirnya ditambahkan sepasang menara dengan tinggi 81 meter (rencananya setinggi 99 meter). Keberadaan Masjid Raya Bandung tidak bisa dilepaskan dari Alun-alun yang menjadi halamannya. Alun-alun ini pun terus mengalami perubahan besar hingga akhirnya diubah total oleh Kang Emil (Gubernur Jabar).
Ada banyak kajian selama Bulan Ramadan ini di sana, baik kajian pagi hingga malam hari. Ngabuburit di sana, bisa sekalian jalan-jalan ke pasar yang ada di sekitarnya dan bersenda gurau dengan keluarga di Alun-alun. Bisa dibilang inilah tempat wisata yang paling banyak dikunjungi di Bandung karena selain letaknya strategis (di pusat kota), juga karena adanya Masjid Raya Bandung.
2. Masjdi Pusdai (Gedung Sate/Gasibu)
Pusat Dakwah Islam (Pusdai) atau Islamic Center di Jawa Barat digagas pada 1977-1978 saat pemerintahan Gubernur H. Aang Kunaefi. Pusdai ini diharapkan sebagai pusat penggodokan sumber daya manusia umat Islam yang berdaya cipta dan berdaya pembaharuan yang beriman, bertakwa, dan berilmu pengetahuan. Dalam sekali ya maknanya, tetapi itulah yang terjadi dan langsung digodok perencanaannya.
Selama hampir 10 tahun (1982-1991), Pemda Jabar melakukan pembebasan lahan dan pemindahan (relokasi) Â penduduk. Hingga kemudian pembangunan fisik Pusdai dimulai pada tahun 1992 di atas lahan seluas 4,5 hektar. Pada akhirnya, Pusdai memang menjadi pusat berbagai kegiatan yang berhubungan dengan keislaman, baik outdoor maupun indoor. Sosok itu sendiri beberapa kali melakukan itikaf di sana.
Kajian agama selama Bulan Ramadan banyak sekali, dari awal bulan hingga lebaran. Pada saat itikaf, tidak sedikit keluarga yang membawa tenda untuk menginap di selasarnya. Kalau mau ngabuburit, ada banyak tempat yang bisa dikunjungi, misalnya saja Gedung Sate, Museum Geologi, dan Gasibu. Jalan-jalan ke Taman Lansia juga dekat bagi yang suka jalan sehat sambil menikmati taman dengan pohon-pohon besar.
3. Masjid Al-Ukhuwwah (Balai Kota)
Masjid Al-Ukhuwwah yang terletak di Jalan Wastu Kencana ini memang tidak memiliki sejarah panjang dalam perjalanan Kota Bandung. Wajar saja karena pembangunannya sendiri terjadi pada 1996-1998, era Wahyu Hamidjaja sebagai walikota Bandung. Keunikannya justru ditujukan pada bangunan sebelumnya, yaitu Loge Sint-Jan dan Gedung Graha Pancasila.
Loge Sint-Jan adalah sebuah gedung yang dibangun pada 1896, berfungsi sebagai tempat berkumpul orang-orang yang memiiki ideologi Freemason. Mereka sering berkumpul pada malam hari, sehingga pada siang hari terlihat sepi dan pintu-pintunya selalu tertutup. Gak heran kalau di kemudian hari, gedung tersebut terkenal dengan sebutan Rumah Setan.
Pada 1960-an, Loge Sint-Jan diratakan dengan tanah. Tidak berapa lama kemudian, di tempat tersebut dibangun sebuah gedung yang kemudian dinamakan dengan Gedung Graha Pancasila. Gedung baru ini selalu ramai dengan berbagai macam aktivitas. Di salah satu sudut gedung, bahkan dijadikan sekretariat Wanadri. Meski berusia puluhan tahun, gedung baru ini pun bernasib sama, rata dengan tanah.
Hingga kemudian proses pembangunan Masjid Al-Ukhuwwah dilangsungkan selama 1996-1998. Arsiteknya adalah Ir. H. Keulman Mas Eman. Lantai masjid terbuat dari kayu parkit jati yang dapat memberikan rasa hangat saat musim hujan, dan adem ketika panas menyengat. Masjid ini dirancang tanpa penyangga di tengahnya dan dapat menampung 3.500 orang.
Kalau mau ngabuburit di sekitar masjid ini, bisa ke Taman Balai Kota atau Museum Sejarah Kota Bandung. Tempatnya enakeun lah buat anak-anak atau keluarga. Parkir bisa di Balai Kota atau di sekitar masjid. Kajiannya juga banyak dan menarik. Peserta itikaf juga ramai, meski tidak seramai di Pusdai. Lokasinya juga begitu dengan dengan BEC dan BIP, pusat perbelanjaan yang begitu ramai.
4. Masjid Cipaganti (Cihampelas Walk)
Masjid Cipaganti merupakan salah satu masjid tertua di Bandung, selain Masjid Raya Bandung. Bangunan bergaya perpaduan art deco dan Jawa ini dibuat pada tahun 1933 oleh seorang arsitek asal Belanda, Charles Prosper Wolff Schoemaker. Sejarawan Bandung, Ahmad Mansyur Suryanegara, mengatakan kalau Schoemaker membangun Masjid Cipaganti taklama setelah ia masuk Islam.
Sebenarnya cikal bakal masjid ini dimulai pada sekira tahun 1830-an. Pada saat itu ada tuan tanah bernama Tojib yang mengikhlaskan tanahnya seluas 8.400 meter persegi untuk dibangun sebuah masjid. Masjid tersebut kemudian dirobohkan oleh Gemeenteraad dengan alasan ingin membenahi kota pada 1926. Hingga pada akhirnya Masjid Cipaganti dibangun kembali pada 1933 oleh Wolff Schoemaker.
Inilah masjid yang sebenarnya tidak terlalu luas, dengan konsep memanjang. Meski begitu lokasinya begitu strategis di Jl. Cipaganti sehingga sering dijadikan tempat istirahat atau tempat singgah masyarakat yang melakukan perjalanan ke Bandung Utara. Kajian agamanya tidak sebanyak tiga masjid sebelumnya. Akan tetapi berada di Masjid Cipaganti jadi bisa merasakan sejarah yang begitu kental.
Kalau mau jalan-jalan atau ngabuburit bisa berjalan kaki ke arah Jl. Cihampelas. Mata bisa dicuci dengan melihat-lihat beberapa pertokoan jeans dan kaos atau langsung ke area Cihampelas Walk dan Teras Cihampelas yang posisinya pas di atas jalan raya. Ngabuburit dijamin tidak akan terasa karena begitu banyaknya masyarakat yang berkumpul hingga kemudian ditutup dengan shalat Maghrib di Masjid Cipaganti.
5. Masjid Istiqamah (Citarum/Cihapit)
Sejarah Masjid Istiqamah bermula dari Masjid Cihapit. Masjid itu terletak di sekitaran daerah Jl. Cihapit yang telah berdiri pada 1926. Masjid Cihapit berdiri atas inisiatif seorang kopral KNIL, Ronodikromo, dan menjadi masjid pertama di kawasan komplek militer Belanda. Setelah peristiwa G30S/PKI, banyak masyarakat yang kembali beragama dan memenuhi Masjid Cihapit hingga tidak tertampung.
Kondisi tersebut kemudian memunculkan ide dari sejumlah tokoh masyarakat untuk mengembangkan masjid yang lebih besar. Panitia pembangunan pun dibentuk pada Oktober 1966. Lahan yang sempat menjadi kandidat adalah lapangan tenis di Jalan Sabang, sebidang tanah di Jalan Cihapit (sekarang kantor Polisi), dan lapangan Pulo Laut (Taman Pramuka). Namun, pada akhirnya Taman Citarumlah yang dipilih.
Taman Citarum dulunya adalah taman yang luas dimana terdapat monumen setengah bola dunia sebagai tanda peringatan peristiwa percakapan pertama radio telepon antara Hindia Belanda dan Netherland. Namun taman tersebut dibongkar pada 1950 karena adanya patung pria minim busana yang dianggap melanggar tata susila. Masjid Istiqamah dirancang oleh Ir. Gustaf Abas dan pembangungannya dimulai pada 1970.
Masjid Istiqamah berada di bawah naungan Yayasan Istiqamah yang banyak menyediakan aktivitas anak-anak dan remaja. Bahkan masjid ini juga memiliki sekolah dari TK hingga SMA, termasuk Taman Pendidikan Al-Quran. Kalau Bulan Ramadan, kajiannya lebih banyak lagi, bahkan sosok itu juga akan mengisi salah satu acara di sana, dengan materi tentang kepenulisan. Kalau mau ngabuburit, bisa ke sekitar Citarum atau Cihapit.
Wisata di Bulan Ramadan memang harus arif dan bijaksana. Tidak seperti berwisata pada hari-hari biasa dimana bisa makan/minum saat siang hari. Masalah stamina menjadi pertimbangan dan wisata rohani tetap harus diprioritaskan. Berwisata ke 5 (lima) masjid di atas, sekaligus ngabuburit ke tempat-tempat asyik di sekitarnya semoga bisa menjadi pilihan menarik kalau lagi di Bandung. Tertarik?[]