Sekali lagi, ini memang pengalaman pertamanya. Jadi penilaiannya bisa salah. Hari kedua dia sudah merasakan kenyamanan meski sama juga, masih terasa diburu-buru. Tes kecepatan sudah cukup membuktikan bahwa produk TVS tidak kalah jauh dengan produk Jepang atau Eropa. Ketahanan juga cukuplah. Setelah semua itu, harusnya ada rasa aman dan nyaman saat turing. Bisa menikmati pemandangan seperti saat dirinya turing bersepeda. Eh, tapi itu mungkin nggak ya? Hehehehe. Beda kecepatan.Â
Namun paling tidak bisa menggunakan sistem check point, bukan waktu. Misal check point A di Kantor DPRD Bekasi, tertinggal tidak masalah yang penting kumpul lagi di DPRD Bekasi dengan dibekali peta. Check point B di Karawang dan begitu seterusnya. Alhamdulillah turing #TVSJoyRide kemarin juga masih terbilang turing aman karena saat lampu merah, motor yang tertinggal langsung berhenti, tidak memaksakan diri untuk melanggar agar tidak tertinggal jauh. Bekal ilmu juga didapat saat berdiskusi bersama. Selebihnya ... rasakan sendiri kenyamanan berkendaraan dengan motor TVS. Asli.
Satu hal yang membuatnya suka dengan turing dua hari kemarin adalah kekompakan tim. Personil TMC Jakarta begitu menjaga rombongannya dengan baik, juga adanya personil dari komunitas lokal Karawang turut serta mengawal. Mereka benar-benar memperhatikan bagaimana berhati-hati di jalan tertentu dengan memberikan kode khas pemotor, baik berupa tanda kaki maupun tangan. Asyik sekali mengetahui hal itu semua. Termasuk bisa menikmati pemandangan istimewa beberapa tempat wisata yang lagi hits di Purwakarta, Giri Tirta Kahuripan dan Jatiluhur.Â
Kedua tempat itu menghipnotis sosok itu betapa perjalanan yang melelahkan langsung sirna begitu saja. Tidak ada lagi ketegangan. Yang tersisa hanyalah rasa bersyukur bahwa dirinya bisa terpilih dan terlibat di dalamnya. Alhamdulillah. Hatur nuhun Kompasiana, kawan-kawan komunitas TMC Jakarta-Karawang-Purwakarta, dan juga sesama Kompasianer. Jelas inilah pengalaman yang takterlupakan meski diakui dirinya tidak bisa mengejar ketertinggalan karena speed maksimal yang bisa digeber hanya mentok di angka 100 km/jam. Untung saja motornya tangguh dan mumpuni. Salute!
Turing. Terasa familiar di telinga atau di pikiran? Istilah 'turing' kerap digandengkan dengan aktivitas berkendaraan di jalan raya. Apapun jenis kendaraannya. Mau yang bermotor atau yang tidak bermotor. Mau yang roda dua ataupun beroda lebih dari dua. Namun kata 'turing' tidak ditemukan di KBBI. Setelah ditelusuri, kata ini memang diambil dari bahasa Inggris 'touring'. Kata resapan. Dari beberapa sumber, dijelaskan bahwa 'touring' itu adalah aktivitas traveling dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan, dan biasanya terorganisasi. Tidak ada unsur kompetisi di sana, hanya kesenangan. Oleh karena itu turing juga biasanya tidak terpatok oleh waktu. Waktu bisa dijadikan pedoman tetapi tidak menjadi syarat mutlak seperti dalam kompetisi. Sampai di sini harusnya sudah paham bagaimana turing itu seharusnya.
Padanan kata yang mendekati dalam bahasa Indonesia adalah tualang dan kelana. Namun keduanya sama-sama tanpa tujuan. Dengan imbuhan ber-, keduanya memiliki makna yang sama, yaitu aktivitas jalan-jalan dari satu tempat ke tempat lain. Tualang lebih mendekati ke istilah gelandangan atau beraroma negatif. Contohnya adalah petualang cinta yang artinya jelas negatif dan tidak ada pengelana cinta.Â
Inilah mengapa istilah kelana, kelasnya lebih tinggi. Istilah keduanya juga tidak dibatasi oleh jenis kendaraan. Asal ada aktivitas traveling, sudah masuk ke dalam kategori tersebut. Oke, di luar konteks makna kata, baik turing, tualang, atau kelana semuanya mengandung unsur kesenangan. Kalau bicara kesenangan, tentu akan mengarah pada unsur perasaan yang aman dan nyaman. Benar-benar enjoy, persis sama dengan hestek #TVSJoyRide ... jadi, yuk turing dengan aman dan nyaman.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H