Anggap saja pemanasan sehingga kecepatan tidak terlalu penuh. Jarang-jarang menghirup udara segar di Jakarta. Pukul enam kurang sedikit, saya sudah sampai di daerah Radio Dalam untuk bertemu dengan rombongan pertama. Tanpa sempat beristirahat, rombongan ini langsung berjalan cepat melewati Pondok Indah, Ciputat, dan akhirnya menuju Parung sebagai titik temu semua rombongan yang berasil dari Tangerang dan timur Jakarta. Saya kebetulan memang ngaboseh bareng Rangers, Komunitas B2W Tangerang.
Setelah beberapa pesepeda sarapan seadanya dan memeriksa lagi perlengkapan yang dibawa, rombongan yang sudah lengkap melanjutkan perjalanan pada pukul delapan menuju Kota Bogor. Untuk mengurangi beban, kami membawa satu mobil pickup untuk membawa perbekalan makanan dan sekaligus berjaga-jaga kalau ada pesepeda yang harus diangkut. Sepeda yang digunakan terbagi dua, yaitu sepeda bertipe bikepacker (roda flat dengan rak pannier di belakang) dan sepeda MTB.
Lalu lintas Jakarta–Bogor pagi itu terbilang sepi sehingga laju sepeda bisa dipasang full speed, dan hanya memerlukan waktu satu setengah jam bagi rombongan untuk sampai di Kota Bogor. Indahnya berkomunitas adalah persahabatan antar pehobi sepeda meski belum saling mengenal. Dan itulah yang terjadi. Saya dengan Rangers dan kemudian bertemu lagi dengan rombongan Komunitas B2W Bogor yang dengan tangan terbuka menyambut kedatangan kami.
[caption caption="Katoelampa-dam adalah bagian dari sistem tata kelola perairan (water management) pemerintah Belanda untuk pengendalian banjir agar Batavia terbebas dari kemungkinan banjir. Bendungan ini diresmikan pada 11 Oktober 1912 oleh Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederik Idenburg dan dirancang untuk mengatur debit air ke kawasan bawah, serangkai dengan Kanal Banjir Barat, Kanal Banjir Timur, dan kanal-kanal kecil lainnya.
Bendungan hasil karya Ir. Van Breen ini memiliki panjang total 74 meter dengan 5 inlaatsluis (pintu untuk mengalirkan arus ke kawasan di bawah), 3 spuisluis (pintu untuk menahan air, jika volume air berlebihan dan mengancam kawasan bawah), dengan lebar masing-masing pintu 4 meter. Saluran irigasi dari bendungan ini mempunyai kapasitas maksimum sekitar 6.000 liter perdetik. Artinya, dalam waktu 3-4 jam kemudian air akan sampai di daerah Depok."]
Jalan terputus oleh genangan ditembus dengan sukacita sampai bertemu jalan yang bersisian dengan sebuah sungai. Inilah jalan Katulampa. Rasanya adem dan menyegarkan bersepeda di daerah ini, apalagi semalam diguyur hujan. Satu kilometer kemudian, tampaklah bendungan legendaris itu.
Bendungan Katulampa ternyata begitu dekat dengan gerbang tol di ujung tol Jagorawi. Jadi kalau masuk tol dari arah Puncak menuju Jakarta, pada saat melewati sungai pas sebelum gerbang tol, lihatlah ke arah sebelah kiri. Bendungan yang terlihat kecil ini diresmikan kembali oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan pada 15 Februari 2012.
Debit air yang saya lihat memang lagi besar-besarnya, arus derasnya bahkan membuat jerih. Jalan menuju bendungan ini hanya cukup untuk satu mobil dan akan menemui jalan buntu di kantor petugas bendungan, sedangkan kendaaran beroda dua bisa meneruskan melewati atas bendungan atau atas kali.
Puas berfoto-foto, kami pun melanjutkan perjalanan menyusuri jalan Babadak. Jalan setapak dengan tipe beraspal dan semen mengiringi perjalanan kami di daerah Cipeundeuy, Pandan Pasir. Tepat di sebelah kiri sungai. Hingga kemudian menyeberang sungai melewati jembatan kecil yang hanya muat satu kendaraan saja. Keluar dari daerah Katulampa, ternyata langsung bertemu dengan jalan tol Jagorawi, pas di rest area.
Saya lalu memasuki daerah pesawahan dan menyusuri sebuah kanal kecil berkelok-kelok hingga bisa keluar di daerah Gadog, jalan Raya Puncak. Sampai di sini, rombongan Tangerang berpisah dengan rombongan Bogor. Perpisahan yang mengharukan. Bentuk persahabatan di atas sepeda. Ternyata perjuangan baru saja dimulai dengan jalanan menanjak. Pendakian tanpa lelah berlanjut menembus kabut tebal yang dimulai dari SPBU Tugu. Fiuh!
[caption caption="“Het was hoogst noodig dat deze permanente dam tot stand kwam, nu kan Weltevreden geregeld spuiwater krijgen en de kans op groote overstroomingen te Batavia is vrijwel uitgesloten. Adalah sangat perlu bendungan permanen ini direalisasikan, kini Weltevreden (Menteng) bisa secara teratur memperoleh pengairan dan peluang banjir besar di Batavia nyaris tertutup.” (Bataviaasch Nieuwsblad, 12 Oktober 1912)."]