Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang Guru Muda, ASN, lulusan Universitas Mulawarman tahun 2020, Pendidikan, Biografi, sepakbola, E-sport, Teknologi, Politik, dan sejarah Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Benarkah Guru Senantiasa Menjadi Korban Kebijakan?

17 Oktober 2022   07:36 Diperbarui: 17 Oktober 2022   07:54 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
banjarmasin.tribunnews.com

Jika kita berbicara di Indonesia saja, profesi guru sama halnya dengan profesi lain pada umumnya. Para guru memiliki hak yang setara untuk hidup layak dan sejahtera. Berlindung di balik istilah "guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa" merupakan suatu hal yang tak masuk akal. 

Mengapa dikatakan demikian, karena pada dasarnya semua profesi dan pekerjaan yang telah dilakukan dengan rasa ikhlas serta ketulusan akan lebih baik dihargai dan diberikan suatu penghargaan yang pantas. 

Penghargaan tersebut pada hakikatnya akan berguna bagi pelaku profesi alias guru itu sendiri demi menunjang kesejahteraan dan memotivasi agar dapat lebih kompeten dan profesional di masa depan.

Namun, yang menjadi masalah saat ini. Pemberian kesejahteraan yang didapatkan oleh guru di Indonesia bukannya merata. Melainkan hanya dinikmati oleh mereka yang memiliki statuis Aparatur Sipil Negara (ASN) dan para guru yang berada di ruang lingkup sekolah swasta. 

Sementara untuk guru honorer negeri baik yang berada di sekolah perkotaan, maupun sekolah terpencil, hanya mendapatkan penghasilan yang justru kurang. Alhasil, banyak guru di berbagai sekolah di Indonesia yang terkendala persoalan gaji justru harus mencari penghasilan tambahan guna menunjang biaya kehidupan sembari berharap-harap cemas akan masa depannya di kemudian hari. 

Mengacu pada data yang dirilis oleh databoks, jumlah guru di Indonesia berdasarkan statistik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hingga awal tahun 2022. 

Tercatat jumlah guru dan tenaga kependidikan (GTK) mencapai angka 3.357.935 orang. Jumlah tersebut menjadi yang terbesar dengan rincian jumlah guru menyentuh angka 2.906.239 orang. 

Lebih lanjut, data dari Kemendikbud juga menyatakan bahwa mayoritas guru di sekolah merupakan generasi milenial yang berada di rentang usia 30 hingga 39 tahun, yaitu sebanyak 851.316 orang. Angka ini setara dengan 29,29% dari 2.906.239 guru di Indonesia.

Tak cukup sampai di situ, jumlah persebaran guru justru didominasi oleh mereka yang mendekati masa pensiun. Yakni sebanyak 793.780 guru berusia 50-59 tahun atau 27,31% dari total guru Indonesia. 

Dengan paparan data di atas, kita dapat memetakan secara kasar bahwa dari 270 juta orang jumlah penduduk di Indonesia, ada hampir tiga juta orang yang mau tidak mau harus siap mengajar di berbagai wilayah di Indonesia dengan perbandingan 1 guru/920 orang. 

Lantas dari asumsi tersebut, benarkah profesi guru kerap dijadikan korban kebijakan? Lalu, apa penyebab profesi guru masih belum mampu disejahterakan oleh negara?

Pemerataan

Permasalahan yang muncul dari isu guru bukanlah tentang distingsi antara guru ASN atau guru kontrak. Melainkan ada pada masalah distribusi guru ke beberapa sekolah di berbagai wilayah kabupaten/kota di Indonesia. 

Ada satu kasus di mana di suatu kota/kabupaten membutuhkan guru dengan jumlah besar, namun kemampuan anggaran tak memadai untuk menggaji guru berdasarkan ketetapan UMK. 

Ada kota yang kelebihan guru, namun di kota lainnya justru kekurangan guru. Persoalan lain yang muncul ialah perekrutan, penempatan, dan mutasi guru yang tidak profesional. 

Guru bukan PNS di Sekolah negeri berjumlah 735,82 ribu orang dan guru bukan PNS di sekolah swasta sebanyak 798,2 ribu orang. Sementara jumlah guru honorer K2 keseluruhan mencapai 1,32 juta orang. Lebih lanjut, Indonesia sendiri masih kekurangan guru berstatus ASN sebanyak 988, 133 ribu orang (Syafira, 2018)./

Untuk mengatasi permasalahan tersebut sebenarnya ada beberapa opsi yang dapat diterapkan demi memperbaiki kualitas pemerataan guru di Indonesia. Mulai dari peraturan pengabdian selama 5 tahun di tempat asal, menyesuaikan data jumlah sekolah di kabupaten/kota guna menyesuaikan dengan kebutuhan guru, memberikan kesempatan bagi mahasiswa calon guru guna dapat berkuliah di fakultas keguruan sebagai proyeksi masa depan sebagai guru di tempat asal masing-masing, dan lain sebagainya.

Kompetensi 

 Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya hasil yang kurang memuaskan. Hal itu diperkuat pula dengan rilis data yang dilakukan oleh PISA yang menunjukkan kemampuan literasi, matematika, dan sains siswa Indonesia hanya berada di peringkat bawah dalam pemeringkatan dunia. Ini membuktikan secara tidak langsung, mengindikasikan bahwa kompetensi guru juga masih perlu ditingkatkan.  

Tanda lain dari kurang kompetennya seorang guru adalah belum mampu menggunakan komputer, cara mengajar masih monoton, kurang disukai murid, hingga masalah lainnya. 

Untuk mengatasi hal ini, perlu adanya sinergitas antara pemerintah terkait dengan komunitas guru atau PGRI di Indonesia yang diwakili tiap wilayah untuka dapat mengadakan program pelatihan dan peningkatan kompetensi dan profesional guru agar guru dapat lebih siap menjadi pengajar di masa depan.

Perlindungan dan Pendampingan

Masih maraknya kasus kekerasan yang menimpa peserta didik atau kasus di mana guru harus mengalami masuk bui akibat dari peristiwa sepele maupun tindakan kekerasan yang telah ia lakukan di sekolah. 

Dalam artikel yang dituliskan oleh Amy Steketee, Baker, dan Daniel LLP yang berjudul Are State and Federal Teacher Protection Acts Needed To Protect Discipline (2018), menyatakan bahwa di beberapa tempat walau lembaga dan regulasi perlindungan guru telah dibentuk, masih ada saja guru yang harus membayar mahal agar dapat membela ia di suatu persidangan.

Pada dasarnya, guru juga manusia basa dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, esensi dari didaktik itu sendiri guru hanya dapat mendidik dan mengajarkan peserta didiknya hanya di sekolah. 

Di luar itu, orang tua lah yang harus bertanggung jawab dan bekerjasama dengan pihak sekolah dalam mendidik anak menjadi manusia yang lebih baik ke depannya. 

Masalah lain yang kadang muncul dari isu permasalahan guru adalah kebijakan mutasi guru yang tidak jelas. Bahkan, mutasi tersebut dilakukan oleh kepala daerah tanpa mempertimbangkan prestasi dan kinerjanya namun hanya berdasarkan pada sentimen rasa. 

Semoga selain kesejahteraan bagi guru yang harus diselesaikan oleh negara, masalah perlindungan hak-hak guru juga bisa diakomodasi oleh pemerintah terkait.

Kesejahteraan

Ketidakadilan yang begitu terasa di kalangan guru adalah menyangkut tentang kesejahteraan. Guru honor baik di sekolah negeri atau swasta justru ada yang masih mendapat gaji yang tak layak. 

Bayaran yang diterima pun hanya berada di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Gaji guru di Indonesia sendiri pada dasarnya bersifat variatif dan bergantung dari status dan kualitas sekolah tempat guru itu bekerja. 

Maka dari itu, masalah kesejahteraan guru harus segera ditangani oleh pemerintah agar tak menimbulkan huru-hara di beberapa isu kebijakan yang dikeluarkan bagi guru. 

Harus ada standardisasi yang konkret untuk menuntaskan persoalan gaji guru baik honor sekolah maupun swasta. Jangan ada lagi isu atau peraturan larangan menarik iuran dari orang tua untuk menggaji guru karena pada kenyataannya dana BOS saja masih belum mampu menggaji guru dengan layak.


#SalamLiterasi

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun