Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang Guru Muda, ASN, lulusan Universitas Mulawarman tahun 2020, Pendidikan, Biografi, sepakbola, E-sport, Teknologi, Politik, dan sejarah Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Lingkungan Kerja Toxic, Bagaimana Mengenalinya?

28 September 2022   07:00 Diperbarui: 1 Oktober 2022   11:02 1141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lingkungan kerja yang beracun (toxic) akan menyebabkan banyak masalah yang muncul di kemudian hari. Salah satunya yakni perbedaan yang muncul antara visi seorang pimpinan perusahaan dengan visi perusahaan. 

Pola pikir yang berbeda, persepsi yang kurang sejalan, tak ada pola komunikasi yang baik antara atasan dengan bawahan, serta pemimpin yang lebih mementingkan cita-cita pribadi ketimbang cita-cita perusahaan tentu akan menjadi masalah yang dapat menghambat sebuah perusahaan untuk maju di masa depan. 

Maka dari itu, diperlukan sinergitas yang baik antara pemimpin dengan atasan. Pemimpin diharapkan dapat merangkul bawahannya terutama dalam berkolaborasi dan berkoordinasi agar mampu memperoleh prestasi kerja yang diinginkan.

3. Menyerang Reputasi

(sumber: contoh.pro/contoh-visi-dan-misi-perusahaan)
(sumber: contoh.pro/contoh-visi-dan-misi-perusahaan)

Ada kalanya kita menemukan situasi lingkungan pekerjaan yang berisikan rekan kerja yang kerap menyerang reputasi atau bahkan membunuh karakter kerjamu secara perlahan. 

Perilaku membicarakan rekan kerja secara diam-diam, bergosip hal-hal yang tak pantas, dan lain sebagainya adalah perilaku negatif yang dapat menghancurkan reputasi seseorang. 

Jika hal-hal tersebut telah terjadi, kita yang mengalami akan mendapatkan citra buruk di mata atasan atau pimpinan, dan yang lebih buruk dapat mengalami pemecatan akibat dari pembicaraan yang belum tentu kebenarannya dapat dibuktikan.

4. Diktator dan Otoriter

(sumber: marksist.net)
(sumber: marksist.net)

Situasi seperti itu tentu dialami beberapa orang yang tela bekerja. Pemimpin yang diktator dan otoriter biasanya cenderung mengesampingkan musyawarah dalam setiap pengambilan kebijakan bagi perusahaan. Akibatnya, ada beban pekerjaan yang tak sesuai diberikan kepada bawahan atau karyawannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun