Tidak kurang dari 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten di seluruh Indonesia yang sedianya melangsungkan perhelatan Pilkada Serentak tanggal 23 September 2020 ini. Tahapan penyelenggaraan yang sudah dimulai jelang awal tahun ini terpaksa dihentikan sementara sejak awal April yang lalu.
Adalah Corona Virus Desease -- 19 (Covid-19) yang mulai merebak di Wuhan China sejakakhir tahun 2019 lalu itu, kemudian menyebar ke berbagai belahan dunia menjadi bencama global Pandemi Corona. Indonesia pun akhirnya tidak luput terdampak pandemi ini, hingga memaksa Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan kondisi darurat bencana nasional.
Lantas pemerintah melakukan berbagai langkah dan kebijakan untuk menghentikan penyebaran dan penularan virus berbahaya yang sangat mematikan dengan masa inkubasi dua pekan ini.Â
Mulai dari memberikan himbauan hingga upaya 'paksa' menghentikan berbagai macam kegiatan sosial yang menghimpun banyak orang, masyarakat diharapkan tetap tinggal beraktivitas di rumah, pegawai-pegawai dipulangkan untuk bekerja dari rumah, kegiatan belajar-mengajar dialihkan dari sekolah ke rumah, membubarkan pengumpulan banyak massa, membatasi moda transportasi, melarang Pegawai Negeri Sipil dan TNI Polri serta menghimbau masyarakat umum untuk tidak mudik saat lebaran, banyak daerah yang berstatus 'merah' menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menutup akses hilir-mudik ke dan dari wilayah tersebut tidak lagi bisa dilakukan secara leluasa.
Dengan situasi demikian itu tentu tidak memungkinkan dilakukannya tahapan demi tahapan Pemilihan Keepala Daerah. Menuju kontestasi Pilkada sudah pasti melalui tahapan penjaringan bakal calon, kampanye dan sosialisasi pemilihan hingga pelaksanaan pemilihan itu sendiri tidak bisa tidak, dalam konteks aktivitas pengumpulan dan pengerahan masa terlebih dalam masa kampanye dan pelaksanaan debat publik untuk memperkenalkan calon dengan berbagai visi, misi dan program mereka.
Langkah cepat rupanya ditempuh KPU untuk mengajukan usulan kepada DPR terkait penundaan pelaksanaan Pilkada serentak ini. Penundaan atau mengundurkan waktu tahapan penyelenggaraan Pilkada harus menggunakan parameter yang tepat dan rasional.
 Hingga akhirnya muncullah tiga opsi penundaan; Opsi A, pemilihan dilaksanakan tidak melampaui dari tahun ini juga, tepatnya tanggal 9 Desember 2020 yang artinya tahapan dilanjutkan dari tahap yang dihentikan mulai bulan Juni 2020; Opsi B, pemilihan dilangsungkan tanggal 17 Maret 2021 dan tahapan dilanjutkan mulai September 2020; dan Opsi C, tahapan dilanjutkan mulai Maret 2021 untuk pelaksanaan pemilihan pada tanggal 29 September 2021.
Pilihan atas opsi-opsi ini mengandung berbagai konsekuensi masing-masing. Opsi A bisa jadi adalah pilihan yang begitu optimistik jika tidak mau disebut over estimate.Â
Satu parameter yang mungkin sebagai pijakan pilihan Opsi ini ialah kebijakan BNPB melalui press release-nya masa darurat bencana sementara hingga akhir Mei 2020 atau tepatnya tanggal 29. Jika 'prediksi' BNPB ini pasti atau mendekati pasti maka memulai lagi tahapan Pilkada pada bulan Juni 2020 adalah pilihan yang logis.
Namun Ikatan Dokter Indonesia (IDI) justru memperkirakan puncak dari pandemi, khususnya di Indonesia, akan terjadi di bulan Mei-Juni 2020. Itu artinya di bulan Juni saat tahapan yang terhenti mulai dilanjutkan kembali dan beberapa bulan berikutnya tidaklah benar-benar aman dari ancaman Covid-19.
Pilihan Opsi B, jika dihitung berdasarkan waktu kedaruratan berarti tepat satu tahun berjalan. Apakah dalam waktu satu tahun ini sudah bisa dipastikan aman dari ancaman bencana pandemi ini? Jawabnya, Tidak pasti! Ingat!Â