Mohon tunggu...
Bang Komar
Bang Komar Mohon Tunggu... -

Palang Pintu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tuan Bahagia dan Si Sengsara

14 Desember 2018   09:46 Diperbarui: 14 Desember 2018   09:58 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seorang kawan saya menulis sebuah dialog di linimasa FBnya. Dialog tentang orang yang selalu "terlihat" bahagia dan orang yang selalu terlhat susah.

Bukan hanya kawan itu, saya yakin kita sering melihat kejadian seperti itu, padahal dari segi harta maupun jabatan bisa jadi si orang susah memiliki lebih dari si orang bahagia atau sebaliknya.

Hal itu membuat si orang susah merasa iri kepada si orang bahagia, iri pada orang lain yang terlihat bahagia.

Banyak orang yang ketika melihat orang lain lebih bahagia dibandingkan dirinya. Orang miskin melihat orang kayalah yang bahagia. Uang banyak, hidup di rumah seperti hotel berbintang, tidur di kasur empuk. Pergi luburan dengan Kapal Pesiar atau dengan mobil mewah dengan sopir pribadi.

Padahal, mungkin saja yang kaya juga berpikir seperti itu. Enak betul hidup orang itu, walau pas-pasan, tapi mereka mampu tertawa lepas dalam kesederhanaan. Makannya enak walau dikaki lima, atau ngopinya happy sekali walau dikedai yang menunya hanya bakwan dan tahu goreng.

Kita sering menganggap bahwa bintang-bintang dan bulan purnama selalu menghampiri dan menemani hidup orang lain. Sementara kita sering meratapi kesengsaraan yang kita hadapi sehingga tidak pernah serius mewujudkan mimpi atau cita-cita kita. Kita sibuk berandai-andai bisa memiliki modal yang besar dan kesempatan yang orang lain sudah dapatkan. Berandai-andai mendapat jabatan atau kekayaan agar bisa merasakan bahagia seperti orang yang kita lihat.

Dan kondisi itulah yang disadari oleh si Tuan Bahagia. Hingga suatu ketika melihat si Sengsara terlihat sangat murung, dia mendekatinya dan menyapanya;

Tuan Bahagia: Kenapa engkau selalu kelihatan sedih, bermurung muka?

Si Sengsara: Denai sedang suntuk Tuan. Denai sedang mengupayakan sesuatu, tapi denai tidak yakin bisa berhasil atau tidak.

Tuan Bahagia: Apakah engkau sudah berusaha maksimal?

Si Sengsara: Menurut denai sudah Tuan.

Tuan Bahagia: Engkau  sudah meluruskan niat?

Si Sengsara: Hmmm ... rasanya sudah...

Tuan Bahagia: Kalau denai sedang dalam posisi yang sama dengan engkau, denai akan optimis dan merasa berbahagia.

Yang bisa kita lakukan hanyalah berniat yang baik - karena Allah, dan berusaha semaksimal yang kita bisa. Setelah itu, kita serahkan hasilnya pada Allah, karena Ia akan selalu memberi yang terbaik buat kita. Dan ketika di tengah jalan ada masalah, kembali lagi kita minta bantuan pada Allah, karena

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu}. (At Thalaq 2-3)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun