Dan perempuan itu Aida ! Aida pun terpana, kantong ditangannya hampir terlepas ketika melihat Irwan. Terasa darahnya seperti terhenti mengalir.
"Aida,..Rani !! itu Irwan anak mendiang Mak Tuo Ema, baru tibo dari Sulawesi. Salami lah !" Ucap Ayahnya ketika melihat Aida seperti orang kebingungan. Rani duluan mendekati Irwan, menyalami sambil mencium tangan Irwan.
Aida dan Irwan sama-sama melangkah saling mendekati. Sama-sama mengulurkan tangan, tapi jantung mereka seperti berhenti berdetak.
"Udaa, Selamat datang dikampung!" ucap Aida ketika tangan mereka bersentuhan.
"Iyaa Aida" jawab Irwan tersenyum, seakan masih tidak percaya dengan penglihatannya.
"Aidaa, bawalah belanjaan tu kemari, mamasak lah capek, Uda Irwan kau lah lapar tu!," suara dari dapur itu memecahkan kekakuan yang terjadi antara Aida dan Irwan.
Aida telah pergi ke dapur, Irwan kembali duduk bersama Ayah Aida dan Mak Datuk Menan. Bercerita tentang keadaan Ayahnya di Gorontalo sana. Bercerita tentang pekerjaannya, sampai cerita tentang rencana kapan menikah.
Amboi...menikah? Pikirannya belum pernah sampai kesana, pikirannya hanya kapan dapat bertemu lagi dengan gadis yang mempesona itu, Aida. Dia memang telah berniat untuk mencari Gadis itu setelah urusan pulang kampungnya selesai, tetapi HP Aida tidak pernah lagi bisa dihubungi. Oo..rupanya disini memamg belum ada signal. Kalo mau menelpon harus pergi ke pasar Sungai Batang.
Dan tanpa diduga, pucuk dicinta ulam tiba, gadis itu bersua dengannya. Namun Irwan masih tidak tenang, diantara rasa senangnya bertemu dengan gadis yang diangan-angankannya. Dia sadar, bukan pertemuan seperti ini yang dia angankan. Gadis itu adalah saudara sesuku, adiknya, masih satu keturunan yang sangat dekat. Oh mengapa situasinya begini sulit.
Didapur. Aida juga resah. Berkali-kali kentang yang sedang dia pegang terlepas, namun dia terus mengupasnya, terlepas lagi. "Hati-hati Aida, beko luko tangan tu!, apo nan sadang bapikiakan?" peringatan dan pertanyaan ibunya itu kontan membuat dia terkejut. Mukanya memerah.
"Ndak ada mak!", Dia kembali berusaha konsentrasi. Tidak ada, bohong!. Hatinya bimbang, memikirkan kejadian 2 hari yang lalu di mulai dari peasawat dari Surabaya, di Bandara Soekarno Hatta. Seorang Pria yang memikat hatinya walau pertemuan itu baru pertama kali. Lelaki yang berwajah tampan, berbudi, mempunyai tutur kata dan pembawaan yang sopan. Ah, lelaki yang pantas diidamkan menjadi junjungan sampai hari tua.