Mohon tunggu...
Bang Komar
Bang Komar Mohon Tunggu... -

Palang Pintu

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Aroma Kolusi dari Mulut Novanto

18 November 2015   13:55 Diperbarui: 18 November 2015   14:10 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita tentu masih ingat Eddy Tansil atau Tan Tjoe Hong atau Tan Tju Fuan yang berhasil membobol Bank Bapindo sebesar sebe­sar 565 juta dolar Amerika (sekitar 1,3 triliun rupiah dengan kurs saat itu) dengan kredit fiktif melalui grup perusahaan Golden Key Group. Santer terdengar kasus itu berawal dari Ko­lusi yang terjadi antara Eddy Tansil dengan orang-orang kesayangan Presiden Soe­harto waktu itu yaitu mantan Menko Polkam Sudomo dan mantan Menteri Ke­uangan J.B Sumarlin.

Keduanya disebut-sebut memberikan referensi atau kate­belece (surat pe­ngan­tar dari pejabat un­tuk urusan ter­tentu), dalam kasus mega skan­dal pembobolan Bapin­do Rp.1,3 triliun oleh Eddy Tansil. Hal itu diakui sendiri oleh Sudomo dalam ke­sak­siannya di Pe­ngadilan Ne­geri Ja­karta Pusat pa­da 19 Juni 1989.

Terlepas apakah ujung laporan Menteri ESDM ter­se­but bermuara pada ranah hukum atau tidak, apa yang telah dilakukan Setya No­vanto bersama-sama peting­gi PT. Freeport Indonesia telah menyebarkan aroma tidak sedap kemana-mana. Publik mencium ada bau Kolusi ditengah hiruk pikuk perpanjangan kontrak tam­bang emas yang beromzet puluhan triliunan rupiah pertahun.

Kalau melihat nilai se­buah Jet Pribadi type Gulfs­tream G200 yang Rp. 278 miliar dibandingkan dengan omzet yang didapat per­tahun, maka itu adalah nilai yang “cemen”. Dan happy-happy dan kumpul-kumpul, main golf serta membeli private jet itu sangat mung­kin terjadi. Pada tahun 2013 sebagaimana diungkapkan Presiden Direktur Freeport Indonesia Rozik Boedioro Soetjipto pendapatan PT Freeeport Indonesia dari tam­bang emas dan tem­ba­ga­nya di Papua diperkirakan mencapai US$ 3,8 miliar atau sekitar Rp 38 triliun. Itu di bawah perkiraan awal yang sebesar US$ 5,8 miliar atau sekitar Rp 58 triliun (sumber-detik.com).

Apalagi Setya Novanto merupakan sosok yang kon­troversial belakangan ini, kehadirannya dalam kon­ferensi pers Capres Ame­rika Donald Trump disela-sela kegiatan pertemuan perwakilan parlemen dari berbagai penjuru dunia di Markas Besar PBB, New York. Kemudian juga kon­troversi Mobil Jaguar ber­plat RI 6, plat resmi mobil dinas Ketua DPR RI. Jauh sebelumnya, nama Setya Novanto juga pernah di­sebut-sebut terkait kasus dugaan korupsi pengalihan hak piutang (cassie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang terjadi pada tahun 1999.

Apakah aroma Kolusi itu akan menguap begitu saja dan Setya Novanto lolos dari sanksi dari Mahkamah Ke­hormatan Dewan (MKD)? Mari kita tunggu. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun