Suatu waktu, temanku bercerita tentang alumni hatinya. Katanya saat temanku menghubungi alumni hatinya via pesan singkat apakah dia masih mencitainya ?... jawabanya adalah “Saya masih sendiri sampai sekarang karena saya masih sayang”. Alumni hatinya.
Singkat dan padat, karena setahu saya temanku ini telah lama tidak berhubungan dengan alumni hatinya. Ternyata kepingan puzle yang dulu mereka buat masih tersusun rapi disudut relung hati yang dalam.
Disela- sela waktu menikmati pahitnya kopi temanku bercerita bahwa perpisahan yang terjadi antara dia dengan alumni hatinya hanya masalah pembentukan karakter semata yang butuh pengorbanan. Sulit iya, tapi itulah indahnya dalam membentuk sebuah hubungan. Tidak ada hubungan yang terbangun dari sebuah kemulusan semata, tapi terbentuk dari intrik- intrik keegoisan yang harus disikapi dengan pikiran terbuka tanpa harus saling mencederai perasaan.
Kenikmatan minum kopi itu bukan karena manisnya, tapi karena pahitnya. Beda minum secangkir kopi dengan es teh manis. Jika es teh cepat habis diminum karena manis, bedakan dengan menikmati secangkir kopi, walau pahit suatu saat pasti akan habis. Uniknya pahitnya secangkir kopi tidak membuat mereka pencinta kopi akan segera meninggalkan secangkir kopi. Karena esensi kenikmatan secangkir kopi ada pada pahitnya kopi itu sendiri.
Bila kita ibaratkan nikmatnya cinta, secangkir kopi dapat menggambarkan semua dengan jujur. Kadang dalam mencintai sering pertengkaran, ketidakselarasan, perbedaan mengambil peran tersendiri. Peran yang bisa memisahkan bahkan pula dapat menguatkan. Jika saja permasalahan itu diibaratkan es teh manis, bisa saja akhirnya adalah perpisahan karena yang ada itu “habiskan dan selesaikan”. Tapi kalau seandainya permasalahan itu adalah pahitnya secangkir kopi, yang ada adalah kita akan bersabar untuk mengenal pasangan kita baik jeleknya akan kita pelajari bahkan lama- kelamaan kita akan bersahabat dengan egonya seperti kita bersahabat dengan pahitnya secangkir kopi.
Ibarat gunung meletus yang mengeluarkan larva panas kemudian turun ke lereng gunung memenuhi segala penjuru wilayah, menutupi semua permukaan tanah namun yang pada akhirnya menjadikan tanah itu akan menyububurkan.
Itulah cinta, yang tidak bisa disamakan dengan es teh manis, ataupun kereta cepat shikansen di Jepang, namun cinta adalah sesuatu yang butuh perhatian dan kesabaran dalam menggapainya. Jika boleh dibilang, nikmatnya secangkir kopi itu dari setiap pahitnya tegukkan bukan dari cepatnya dihabiskan. Demikian juga cinta, bukan sekedar kalimat “Aku sayang kamu” tapi “Bagaimana aku bisa menyangi kamu”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H