Mohon tunggu...
Nur Jamaludin
Nur Jamaludin Mohon Tunggu... -

Sosial Enterpreneur, Peneliti, Dosen dan Aktifis Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Money

Bonus Demografi dan Kewirausahaan Kaum Muda

6 Februari 2019   01:50 Diperbarui: 6 Februari 2019   01:55 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Indonesia di tahun 2025-2035 akan mengalami bonus demografi (demographic dividend). Bonus demografi adalah sebuah keadaan dimana di sebuah negara mengalami bonus (kelebihan) yang sangat tinggi pada kelompok usia produktif (15-64 tahun) sebagai bagian dari proses evolusi pupulasi sebuah negara. Saat ini saja, penduduk Indonesia mencapai 252 juta dengan 67,2 persennya adalah kelompok usia produktif.  

Diperkirakan sampai tahun 2035 mendatang penduduk Indonesia akan mencapai 306 juta orang dengan rasio ketergantungan (dependency ratio) kelompok tidak produktif terus menurun ke kisaran 47.3% (Bappenas,2013). 

Rasio ketergantungan yang rendah ini menunjukkan bahwa dalam masyarakat kelompok usia produktif lebih banyak dibandingkan kelompok non-produktif (lanjut usia dan anak-anak), dalam kondisi seperti ini sebuah negara mempunyai kesempatan/peluang yang lebih banyak untuk meningkatkan pertumbuhannya.

Belajar dari china dan India
Indonesia sebagai negara terpadat ke-4 di dunia memiliki kemiripan baik dari sisi ekonomi dan kependudukan dengan China dan India yang termasuk juga  negara  terpadat di dunia dan termasuk developing countries. Keduanya memiliki pengalaman berbeda menghadapi demographic bonus yang dapat dijadikan perbandingan buat negara kita.

Bihar (2013) membandingkan apa yang terjadi di china dan India, Ia menyebutkan bahwa China telah mengambil banyak manfaat ketika angkatan kerjanya meningkat sementara tingkat tanggungannya (dependant) menurun. 

Mereka mampu menyisahkan lebih banyak penghasilan yang diterimanya menjadi saving, dari tabungan inilah memungkinkan tingkat investasi di China naik sehingga mampu meninggerakkan lebih banyak lagi manufacturing yang mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja dan mengankat ratusan juta orang terlepas dari belenggu kemiskinan. Tercatat dalam kurun 2002-2012, China mampu 130 juta lapangan kerja baru di sektor industri dan jasa.

 
Di pertengahan tahun 2000an sebenarnya, prospek yang sama terjadi di India di mana tingkat kelahiran turun
di era 1990an dan 2000an. Hal ini sebenarnya membawa angin optimisme bagi para investor, hal mana usia
kerja di china sudah mulai turun (decline) kita tahu bahwa India dan China adalah pesaing utama, namun
banyak yang berpendapat bahwa India telah menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Rumah tangga di India
lebih banyak yang membelanjakan surplusnya dalam belanja barang fisik ketimbang ke sistem keuangan  
yang dapat digunakan sebagai investment.  


Inflasi yang tinggi muncul sebagai dampaknya, selain juga hanya sedikit saja pertumbuhan terjadi di sektor
manufacturing. Tercatat dalam dekade ini pertumbuhan hanya mampu menembus 4,5% jauh di bawah atau
hanya setengahnya saja di masa puncak tahun 2000an. Melemahnya pertumbuhan tersebut tak lain karena
manufacturing hanya berkontribusi 27% saja, kalah jauh dibandingkan kontribusi manufacturing di negara
negara besar Asia lainnya yang mencapai 40-47%. Karenanya, India mengalami problem neraca pembayaran
yang kronik juga rendahnya penciptaan lapangan kerja formal dalam dekade tersebut. Masih menurut Bihar
(2013) menyatakan bahwa menurut survey terbaru pada dekade 2005-2005 dan 2009-2010 tidak ada tercipta
lapangan kerja baru, dan hal tersebut adalah penurunan yang dramatis selama kurun 5 tahun terakhir dimana
pernah tercipta 60 juta lapangan kerja saat itu.  


Dari 2 fenomena berbeda tersebut kita bisa mengambil pelajaran bahwa bonus demografi  yang bakal terjadi
di Indonesia dan ini sulit terulang lagi dalam rentan waktu yang panjang adalah sebuah tantangan yang jika
tidak dimanfaatkan bisa menjadi kemubaziran atau bahkan bencana bagi ekonomi kita, sebaliknya ia akan
bermanfaat dan menghasilkan desakan pertumbuhan yang akan mendorong Indonesia ke jajaran high
income country 
jika mampu dikelolanya dengan baik dan cermat.


Kesempatan langka ini tentunya harus dipersiapkan dengan optimal oleh pemerintah dan sektor usaha,juga
lembaga pendidikan kita. Sebuah data terbaru cukup membuat  miris kita dimana International Labor
Organiation 
(ILO) dalam sebuah surveynya mengemukakan bahwa Indonesia menempati posisi tertinggi
untuk angka pengangguran pemuda atau  kelompok umur (15-24 tahun) sebesar 19,9% diikuti Srilanka 19%
dan Filipina sebesar 17,9%, sedangkan negara dengan ranking terendah adalah Thailand Cuma 2,2% persen
saja pemudanya menganggur.  


Angka-angka tersebut adalah sebuah alarm bagi kita, Sebab dari angka tersebut kita bisa menafsirkan bahwa
ada kelompok anak muda yang jumlahnya cukup besar dimana mereka putus sekolah atau lulusan sekolah
menengah yang menganggur tidak bisa terserap oleh lapangan kerja. Ini artinya bahwa lapangan kerja yang
tersedia tidak cukup adaptable dengan skill, kompetensi dan mutu kelompok usia tersebut. Kemungkinan
lainnya adalah memang sesungguhnya lapangan kerja yang tercipta dari hasil pertumbuhan kita masih belum
menutupi lulusan sekolah menengah atau kelompok umur tersebut.  


Program pemerintah untuk meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia melalui peningkatan
akses maupun mutu  pendidikan formal baik kejuruan maupun non kejuruan adalah langkah yang tepat guna
menyiapkan lulusannya ke lapangan kerja. Langkah ini dalam jangka panjang akan mempersempit gap yang
terjadi antara ketersedian lapangan kerja dengan kesiapan SDM yang akan mengisinya.


Hanya saja persoalan yang masih sulit dicapai adalah penyediaan lapangan kerja itu sendiri. Sejak 2008 angka
serapan tenaga kerja yang ditimbulkan oleh setiap 1% pertumbuhan ekonomi kita terus menurun, jika dahulu
sebelum 2008 setiap 1% pertumbuhan mampu menghasilkan 350.000 orang terserap dalam lapangan kerja
baru, kenyataannya pada tahun 2012 lalu hanya mampu menyerap 180.000 orang saja. Penurunan ini
menjadi penghalang bagi lulusan sekololah maupun perguruan tinggi yang dari tahun ke tahun makin
meningkat jumlahnya. Dalam kondisi yang seperti ini tentu diperlukan terobosan kebijakan yang
diorientasikan untuk menyiapkan diri menghadapi bonus demografi ini.


Solusi Ekonomi Kreatif dan Kewirausahaan Kaum Muda

Di tengah melesunya sektor primer dan sekunder kita masih bisa berharap dengan berkembangnya sektor
tersier seperti jasa, keuangan, retail, wisata, dan industry atau ekonomi kreatif.  Menurut Howkins, Ekonomi
Kreatif terdiri dari periklanan, arsitektur, seni, kerajinan, desain, fashion, film, musik, seni pertunjukkan,
penerbitan, Penelitian dan Pengembangan (R&D), perangkat lunak, mainan dan permainan, Televisi dan
Radio, dan Permainan Video (Video Game), kuliner.  


Menurut Kementerian Perdagangan Indonesia  Industri kreatif didefinisikan sebagai industri yang berasal dari
pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan
pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Dari
pengertian tersebut  jelas bahwa unsur kreatifitas atau inovasi menjadi bagian terpenting bagi
pengembangan industry kreatif. Investment dalam bisnis ini lebih disandarkan kepada modal intelektual
(intellectual capital) bukan pada modal keuangan (financial capital).  


Peran strategis pemerintah sangat dinantikan dalam mendorong kaum muda Indonesia untuk dapat
menyiapkan diri menjadi entrepreneur baru yang mengusung industry kreatif sebagai moda bisnis mereka.
Industry ini sesungguhnya sangat lekat dengan kehidupan kaum muda. Mereka adalah sosok yang penuh
percaya diri, menyenangi tantangan dan penuh dengan ide-ide "gila" yang kadang diluar kebiasaan (out of
box).  


Jika keberhasilan China memanfaatkan bonus demograminya melalui sektor manufaktur, diharapkan dalam
kasus Indonesia selain dari manafaktur kita juga mampu memanfaatkan  tumbuhnya industry kreatif sebagai
sektor penyerap banyak tenaga kerja, karena sifatnya yang padat karya tersebut. Dari banyaknya tenaga kerja
yang terserap inilah tentunya kita bisa berharap pendapatan penduduk meningkat yang berarti pula akan
meningkatnya aggregate saving. Dari saving itulah bisa dibiayai investasi-investasi besar yang akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi makro kita. Dengan demikian bonus demografi bisa menjadikan
ekonomi kita merangkat naik menjadi negara dengan berpenghasilan tinggi dan diperhitungkan dunia.


Bagaimana dengan Tangsel?
Tangsel sebagai daerah urban dan penopang utama ibukota, harus juga mulai memikirkan bagaimana ke  
depan menghadapi bonus demografi tersebut. Dengan perkembangan kota tangsel yang semakin membaik,
tentu akan mengundang dan menarik penduduk kabupaten, kota atau provinsi lain datang memenuhi area
kota tangsel yang tidak terlalu besar, hanya  140km2 saja. Tentu ini akan menimbulkan persoalan tersendiri.
Karena, selain harus menghadapi persoalan penduduk lokal sendiri juga harus memikirkan penduduk yang
datang ke Tangsel.

Karenanya menjadi relevan bagi kota Tangsel untuk mengemrbangkan potensi yang dimilikinya. Salah satu
potensi yang dominan saat ini adalah maraknya industry kreatif di Tangsel, terutama industry kuliner dan jasa
hiburan, seperti kita ketahui pajak atau restribusi daerah dari sektor ini menjadi salah satu andalan
penerimaan kas daerah di samping pajak property.  

Optimalisasi potensi yang ada tersebut dan juga mengembangkan industry kreatif di sektornya seperti seperti
seni kerajinan, pertunjukan, fashion, disain, dan lainnya tentu akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Tangsel yang sekarang terbilang cukup tinggi. Pengembangan sektor tersebut bukan hal yang terlalu sulit
mengingat kualitas SDM Tangsel juga relative lebih baik di banding daerah lain. Daya dukung inilah yang bisa
dimanfaatkan untuk memanfaatkan kesempatan emas mengejar ketertinggalan dari negara lain saat datang
bonus demograpi kelak.

Kewirausahaan kaum muda di Tangsel, saat ini harus diberdayakan dengan menyediakan program-program  
dan kebijakan yang menstimulus kaum muda untuk aktif berwirausaha. Tangsel memerlukan pengusaha
muda yang lebih banyak dari saat ini untuk mengelola potensinya yang cukup banyak, juga demografi
wilayahnya yang strategis memungkinkan untuk dapat mendatangkan pasar yang luas dari wilayah-wilayah di
sekitar Tangsel.

Disinilah peran strategis pemda akan diuji, sejauhmana dia mampu adaptif terhadap peluang dan potensi
yang dimilikinya guna meramunya menjadi kekuatan nyata dalam membangun Tangsel yang lebih baik
Investasi SDM saat ini menjadi kunci keberhasilan Tangsel dalam menyongsong bonus demografi kelak.
Melalui SDM yang terampil dan berwawasan kewirausahaan akan mampu menjadi contributor kemajuan
Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun