Mohon tunggu...
Nur Jamaludin
Nur Jamaludin Mohon Tunggu... -

Sosial Enterpreneur, Peneliti, Dosen dan Aktifis Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Money

Korupsi dalam Perspektif Ekonomi

31 Januari 2019   19:19 Diperbarui: 31 Januari 2019   19:33 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Ada beberapa hal di Indonesia yang telah masuk pada kondisi darurat yakni korupsi, terorisme, narkoba dan pemerkosaan,karenanya diperlukan kesungguhan semua pihak untuk mengatasinya secara serius. Tulisan ini bermaksud mengkaji salah satu problem besar bangsa tersebut yakni masalah korupsi sebagai salah satu penyakit dan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang telah mengakar di negeri  dan apa dampaknya bagi kesejahteraan.

Berdasarkan laporan  Transparancy International (TI),  Corruption Perceptions Index (CPI) 2014 menempatkan Indonesia sebagai negara posisi 117 dari 175 negara di dunia dengan skor 34 dari skala 0-100 (0 berarti sangat korup dan 100 berarti sangat bersih), sementara tahun 2015 lalu walau mengalami kenaikan nilai index menjadi 36, nilai tersebut tidaklah naik secara signigicant dan tetap memposisikan Indonesia ke dalam negara dengan tingkat korupsi tinggi dan mendudukan Indonesia di posisi ke-88 saja.

Jose Ugas Direktur Transparancy Internasional menanggapi hasil survey lembaganya tersebut  dengan mengatakan bahwa di tahun 2018 ini secara nyata dan jelas korupsi masih menjadi sebuah penyakit parah di seluruh dunia, karenanya ia menghimbau semua pihak untuk menjadikan tahun 2015 tahun perlawanan (tackling of grand corruption). 

Kenyataannya memang korupsi bukan saja marak di Indonesia, dari data survey 2015 tersebut didapat data bahwa 2-3 negara di dunia CPI-nya dibawah 0,5, yang menyedihkan ternyata 53% negara kelompok-20 (G-20) tergolong dalam kelompok dari tersebut. Ini artinya lebih 6 milliar penduduk dunia berada dalam cengkraman korupsi yang serius.

Bagaimana seriusnya problem korupsi, world Bank (2013) pernah menyampaikan data bahwa sepanjang 2001-2002 total dana yang telah dikorupsi di negara berkembang maupun negara maju senilai 1 Triliun Dollar atau setara 3% dari total Gross Domestic Product (GDP) dunia di tahun tersebut. Berbicara soal kerugian akibat korupsi tidaklah semata diukur dari hilangnya angka tersebut di atas. 

Lebih dari itu Nilai kerugian masyarakat jauh lebih besar dari pada itu. Hal ini bisa kita buktikan dengan menggunakan hitungan the real (cost) of corruption dimana korupsi secara ekonomi akan merubah setruktur insentif individu dan perusahaan (firm). Sederhananya, akibat korupsi masyarakat harus membayar lebih mahal kesejahteraan yang mereka mau dapatkan. 

Karena korupsi menjadi "harga" atau biaya yang harus diakumulasi dalam proses produksi. Contohnya: biaya-biaya siluman yang selama ini masih mewabah dalam banyak hal pengurusan seperti perizinan, perjalanan dan lain-lain.

Secara akumulatif, negara yang terjangkit korupsi hebat akan mengalami hal-hal seperti: melemahnya produktifitas termasuk labour productivity, mengurangnya kualitas baik modal fisik maupun non-fisik, penurunan barang publik yang dapat disiapkan oleh pemerintah, menurunnya efisiensi sumber daya yang ada serta akan terjadinya pengalihan sumber daya entrepreneur sejati  ke arah pengusaha pencari rente semata (rent seeking), melemahnya kemampuan dan kemauan regulasi pemerintah untuk memperjuangkan keadilan ekonomi, mengurangi dampak eksternalitas. Akibat kombinasi seluruh akibat di atas maka yang terjadi adalah menurunnya tingkat competitiveness,  output dan pertumbuhan.

Inilah yang sekarang sedang dialami bangsa Indonesia, korupsi yang tinggi telah mengakibatkan ekonomi berbiaya tinggi (high economic cost), rendahnya tingkat pertumbuhan pembangunan infrastruktur terutama di Indonesia Timur, rendahnya produktivitas di banyak sektor ekonomi kita, seperti misalnya: akibat kebijakan yang ditetapkan sering dipengaruhi oleh kepentingan sekelompok orang dan terjadinya korupsi dalam penentuan kebijakan maka banyak produk kebijakan yang merugikan rakyat lemah.

Korupsi pada penentuan kebijakan masa lalu di sektor pertambangan misalnya, telah mengakibatkan penguasaan sektor migas yang merupakan hajat hidup orang banyak seolah dikuasai oleh kelompok tertentu saja dan lebih berpihak kepada pemodal asing dari pada kemaslahatan rakyat kebanyakan. Akibatnya, kini kita menaggung akibat dimana efisiensi produktivitas kita jauh berada di bawah Malaysia dan negara penghasil minyak lainnya. Inefisiensi tersebut terjadi karena kita tidak membangun infrastruktur produksi yang memadai seperti banker minyak berskala besar dan fasilitas lainnya karena ada kelompok tertentu yang enjoy dengan kondisi tersebut karena mendapatkan keuntungan ekonomi yang besar. Hal di atas tidak terjadi di sektor pertambangan saja, banyak sektor-sektor ekonomi lain yang menurun produktivitasnya akibat praktek korupsi di negeri ini.

Lalu, kenapa korupsi marak di dunia terutama di negara berkembang seperti Indonesia, Ainan (1982) menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi yaitu:  perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna, administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes, tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang baik dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap, dimana berbagai macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan dengan moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi,  misalnya menyuap jarang dikutuk selama menyuap tidak dapat dihindarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun