Perempuan Indonesia masih banyak yang belum beruntung, karena faktor ekonomi keluarga masih banyak dari mereka yang harus mengadu nasib di luar negari, berpisah dengan keluarganya. Enam jutaan perempuan atau ibu yang harus berjuang ke luar negeri menjadi TKW (ILO,2012).
Di lain pihak ada sekitar 7 jutaan perempuan Indonesia yang menjadi kepala keluarga dan masih hidup di bawah garis kemiskinan. Tentu hal ini harus menjadi perhatian kita bersama untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Koperasi perempuan bisa menjadi solusi bagi problem tersebut, tulisan ini akan mengupas bagaimana peran koperasi perempuan dalam mengurangi kerentanan ekonomi mereka.
Sebuah survey yang dilakukan terhadap 600 responden yang terdiri dari praktisi koperasi, LSM, akademisi dan pekerja pemerintah di Eropa, Asia, Amerika utara, Afrika, Amerika tengah dan utara, dan Timur Tengah oleh International Labor organization (ILO) bekerja sama dengan International cooperative Alliance (ICA) bulan Maret 2015 ini menunjukkan bahwa 75% responden merasakan partisipasi perempuan dalam berkoperasi naik dalam kurun 20 tahun terakhir.
Temuan lain yang menarik dari survey tersebut adalah bahwa koperasi oleh 80% respondennya dianggap lebih baik dibandingkan organisasi bisnis perseorangan ataupun bisnis publik dalam meningkatkan kesetaraan gender (advancing gender equality), selain itu survey juga menunjukan bahwa dua per tiga responden merasakan kesempatan perempuan terlibat dalam kepengurusan dan manajemen koperasi adalah hal yang penting dalam feature sebuah koperasi.
Dari survey tersebut juga tergambarkan juga bahwa 50% responden merasakan bahwa pendidikan dan pelatihan anggota adalah sesuatu yang vital dalam meningkatkan keterampilan mereka (cicopa.coop)
Dari survey tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa eksistensi koperasi di belahan dunia telah mengambil peran signifikan dalam peberdayaan perempuan, mengingat perempuan dalam ekonomi adalah sosok yang sangat rentan (vulnerable)Â jatuh ke garis kemiskinan. Lebih setengah orang miskin di dunia adalah perempuan. Ada sejumlah sebab kenapa perempuan lebih rentan terhadap kemiskinan.
Cawthorne (2008) menjelaskan setidaknya ada beberapa alasan, seperti: perempuan dibayar lebih rendah daripada laki-laki walaupun memeliki kualifikasi dan jam kerja yang sama, perempuan lebih banyak menghabiskan waktu untuk kerja tak berbayar seperti merawat anak, perempuan lebih banyak terbebani biaya membesarkan anak, efek melahirkan pada perempuan sehingga kehilangan produktifitasnya, juga kekerasan domestik maupun seksual yang kerap dihadapi perempuan.
Koperasi menjadi kendaraan yang efektif dalam pemberdayaan perempuan di seluruh dunia karena dalam operasionalnya koperasi didasari oleh 7 prinsip yang mampu memberikan kesempatan yang lebih tinggi kepada perempuan untuk lebih mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.
Prinsip koperasi seperti: kemandirian, pendidikan dan latihan serta pengelolaan yang demokratis mendorong partisipasi perempuan yang lebih tinggi dalam melakukan pengembangan diri (self-empowerment) dan mengurangi ketergantungannnya terhadap pihak lain.
Tidak semata mencari profit, sisa hasil usaha (SHU) yang diperoleh koperasi dialokasikan juga untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan anggota, kegiatan sosial masyarakat dan aktivitas pembinaan lainnya. Inilah yang membedakan koperasi dari jenis badan usaha lainnya, juga dari kegiatan lembaga sosial apapun. Keseimbangan antara mencari keuntungan dengan pembinaan anggota dan kontribusi sosial (social contribution) menjadi ruh aktivitas koperasi.
Jangan heran jika manfaat koperasi bagi kaum perempuan di banyak belahan dunia telah dirasakan secara jelas dalam meningkatkan harkat dan martabatnya dan mengangkat perempuan dari jurang kemiskinan.Â
Penelitian Tadele dan Tesfay (2013) yang berjudul "The Role of Cooperatives in Promoting Socio-Economic of women: Evidence from Multipurpose Cooperatives in Ethiopia" menemukan bahwa perempuan yang menjadi anggota koperasi serbausaha (multipurpose cooperative) di Ethiopia telah mengalami kenaikan income, memiliki lebih banyak ternak, kemampuan mengambil keputusan yang lebih otonom dan kemampuan berbelanja (spending power) yang lebih baik dibandingkan sebelum bergabung menjadi anggota koperasi.
Studi lainnya juga menunjukkan bahwa unsur-unsur kemandirian (self-reliance) dan tindakan kolektif (collective action) yang terbangun dalam kelembagaan koperasi juga memungkinkan perempuan untuk mengembangkan modal sosial (social capital) yang sebenarnya sulit untuk dicapai tanpa berkoperasi.
Keanggotaan dalam usaha kolektif (koperasi) memungkinkan perempuan untuk membangun hubungan kerja dan hubungan personal yang baik, yang akan meningkatkan status sosial mereka. Jones, Smith and Wills (2012) menemukan bahwa perempuan anggota koperasi mengalami adanya peningkatan harga diri (self-esteem) dan rasa solidaritas (sense of solidarity) dan dukungan (support), terutama pada saat dibutuhkan.
Membangun Ketahanan EkonomiÂ
Ketahanan ekonomi seperti didefinisikan Farrugia (2004) adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan setidaknya terkait 3 kemampun baik itu sebuah negara, keluarga atau individu dalam menghadapi krisis, yakni (a) kemampuan untuk merecover secara cepat dari sebuah goncangan; (b) kemampuan untuk berdiri tegak akibat dampak goncangan dan kemampuan menghindari goncangan ekonomi secara saat terjadi krisis.
Isu tentang ketahanan ekonomi (economic resilience) ini menjadi penting untuk dibahas mengingat perubahan ekonomi global yang terjadi selalu berdampak kepada ekonomi domestik. Sebut saja, krisis di Amerika dan Yunani beberapa tahun silam telah mempengaruhi makro ekonomi dalam negeri. Dampak makro perlahan tapi pasti ikut menjalar pula ke wilayah mikro. Rumah tangga masyarakat miskin dalam hal ini adalah kelompok yang rentan menerima dampaknya.
Selain faktor eksternal di atas, ketahanan ekonomi keluarga juga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian domestik. Perubahan kebijakan ekonomi nasional bisa jadi menjadi faktor yang mempengaruhi ketahanan ekonomi tersebut, misalnya pemberian dan pencabutan subsidi akan berdampak pada semakin kuat atau lemahnya ketahanan ekonomi keluarga.
Program-program pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan lainnya juga akan memberikan dampak positif bagi peningkatan ketahan ekonomi keluarga. Membaiknya mutu pendidikan dan kesehatan dalam jangka panjang akan menaikan produktivitas ekonomi penduduk, menambah income dan mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap kemiskinan.
Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk senantiasa menstimulasi program dan kebijakannya ke arah peningkatan ketahanan ekonomi bangsa sebab indeks kerentanan (vulnerability index)Â dan indeks ketahanan ekonomi (resilience index) kita masih cukup rendah yakni 0,459 (peringkat 66) dan 0,1333 (peringkat 75) jauh di bawah negara Asean lainnya seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.
Keberhasilan koperasi, terutama koperasi kaum perempuan di beberapa negara seperti disebutkan pada bagian sebelumnya, patutlah menjadi inspirasi kita dan diberikan tempat yang lebih layak dalam program pembangunan kita. Koperasi sebagai soko guru pembangunan yang selama ini sebatas jargon sudah saatnya lebih diberikan peran yang memadai.
Menumbuhkan dan memberdayakan koperasi berbasis perempuan menjadi jalan yang tak boleh ditawar lagi. Kesuksesan koperasi dalam memberdayakan perempuan akan berdampak pada peningkatan kemandirian kaum perempuan yang akan berkorelasi langsung pada peningkatan pengentasan kemiskinan dan juga meningkatkan ketahanan ekonomi keluarga, meningkatkan kualitas hidup anak.
Jadi, sudah saatnya pemberdayaan koperasi khususnya koperasi perempuan dijadikan prioritas program pemerintah ke depan. Sudah saatnya peringatan hari ibu tahun ini lebih dimanfaatkan untuk mencanangkan tahun pemberdayaan ekonomi perempuan dan meningkatan peran koperasi haruslah menjadi perhatian penting untuk hal tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H