Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setiap Desember

6 Desember 2024   18:48 Diperbarui: 6 Desember 2024   19:20 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto a couple Sumber: pixabay.com

Kita sudah cukup! Dan kita akan menikah!
Aku mendengar tanpa menyimak.

Kami berada di dalam sebuah kafe familiar, dan aku sudah sering merasa bahwa aku selalu terkurung bila duduk di sini.
Andre, lelakiku itu menunggu, tapi aku membiarkan kepalaku melamun.

Raisa! Bukankah ini sudah berkali? Johan melepaskan tatapnya ke parasku. Sedang aku membuang mataku ke gambar jendela berwarna langit.
Sudah ku ceritakan padamu tentang lampu hijau! Jawabku gabut.

Itu sudah bulan Mei lalu! Dan kau masih bergeming! Balas Andre.
Aku ingin pernikahan, sebuah pertemuan! Kataku lirih.
Kau tak juga mendapatkannya? Tanya lelaki ganteng itu.
Kepalaku menggeleng, dan rambutku bergerai. aku selalau berlaku begitu, melambatkan gerak rambut lurusku buat mengurangi rasa terkurungku.

Sampai bila, Raisa? Andre mendesak lagi. Malah membikin paru-paruku terasa tertutup.
Kami berdua sudah menghabiskan masa lekat ini ada barangkali empat setengah tahun, dan separuh tahun berjalan ini,  Andre mau mengambil cahayanya dengan menikah dengan ku.

Kenapa aku mau dengan Andre? Karena ketika aku bertemu dengan kedua matanya aku melihat perkawinan. 

Pada pertemuan pertama kala itu, aku mau menikahinya. Namun seiring waktu kami berkasihan, aku menyrurut, aku seperti tergantung tanpa temali.Kemana pertemuan pertamaku yang dahulu itu?
Dan aku kadang menangisinya serasa aku menderita sebuah penjara.

Baiklah Raisa, aku akan menanti Mei di depan! Andre berbicara lirih, seakan kepada dirinya sendiri.
Sekarang Desember Andre, satu hari Minggu sudah terlalui, menyisakan 3 lagi hari Minggu penantian kedatangan! Jawabku merona ke ujung tahun.

Ya. Aku coba menggapainya di hijau Mei mendatang, Raisa! Sambutnya.
Andre mengambil tanganku dan kami melangkah maju menuju pintu, melangkah meninggalkan rumah kafe tempat pertama bertemu.

Tiba di paving kafe kami berhenti seperti kebiasaan.
Apakah kau akan kesana? Tanya Andre lembut.
Aku mengangguk dan kami berpendar. Andre ke utara dan aku ke timur. Kami berpisahan.

Momen ini selalu mebuatku berkabut, terutama di kelopak mata sampai-sampai aku berkeras untuk menolak tumpahannya. Sedang Andre lelaki itu, dia terlihat menjauh, dia berlalu ke utara sepertinya menghilang di jalan yang melayang ke atas. Mataku kabur memandang bayang.

Hari itu Desember Sabtu sore, tirai ketenangan menyelimuti taman pusat kota, bayangan panjang langit dan udara sejuk, aroma rumput baru, menggoda sangat beberapa inderaku.

Aku berbelok menuju taman, sudah mendekat, tertampak dari burung-burung yang sedang berpasangan membikin kepalaku mendongak.

Aku masuk melewati pintu lengkung berwarna hijau, bunga merona di ambang kelimpahan dan di dekatnya aku mengambil duduk di kursi taman.  

Beberapa burung sudah berkerumun, mengakhiri perjalanan sore mereka. Ada tiga spesis burung yang berbeda, berdada azalea kning, putih, pink dan ungu, ada yang belang-belang, satu terakhir berbulu gelap. Mereka terlihat riang, saling meluncur anggun, bergerak seperti bertukaran warna.

Aku berdiri setengah jam di bawah pesona dimana tak seorang pun yang lewat di dekat mereka, burung-burung melihatku dan membiarkanku berada di sekeliling mereka.

Burun-burung merona turun ke permadani rumput  di baluti bunga yang melebat warnanya. Di sini aku menemukan pertemuanku dan di sini pula aku selalu siap menikah.

Aku ingin bertemu dan menemuimu dengan cara ini, di ruang hijau lapang, tidak terkunci.
Lalu aku memetik sekuntum bunga dan membawanya, melangkah tak jauh dari batu nisan Andre, lelakiku yang ingin kunikahi di setiap pertemuan..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun