Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Indonesia-Filipina: 2-0, Eforia di Balik Sepak Bola Pragmatis STY

12 Juni 2024   15:42 Diperbarui: 12 Juni 2024   15:49 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia vs Filipina (SUGBK), Jakarta, Selasa (11/6/2024) (Sumber: Adil Nursalam/Kompas.com)

Apakah menghadapi Filipina kita mesti meramu permainan spesial untuk menang? Tanpa bermaksud merendahkan, tetapi level Filipina sudah sangat kita kenal di level Asia Tenggara bukanlah back to back seperti Vietnam.

Berhadapan dengan tim Filipina kemarin dalam langkah kualifikasi akhir grup F world cup 2026 terasakan atmosfernya berbeda. Garuda senior seperti terbebani, karena tiba-tiba kita seperti menciptakan adalah Filipina yang lain, Filipina yang tidak biasa, Filipina yang lebih besar dan menakutkan dari yang selama ini kita kenal.

Timnas dan pelatih Shin Tae Yong melihat lawan menjadi terlalu berlebihan sampai menjadi beban yang merusak permainan bintang-bintang Garuda.

Menang dua gol memang menyenangkan, tetapi bisa kita catat bahwa kedua gol tersebut merupakan gol yang terpisah dari sistem permainan kolektif Timnas. Mungkin ada rasa eforia yang ekses dari gol-gol tersebut sebagai pelampiasan ketakutan kalah yang berlebihan.

Gol indah pertama yang ditendang oleh Thom Haye dari panjang sekitar 25 meter, adalah sebuah gol yang sangat individual, bukan gol dari skema keindahan timnas seperti yang kita lihat pada laga perebutan tempat olimpiade Paris beberapa waktu yang lalu.

Thom Haye adalah Rodri (Manchester City), gelandang bertahan yang memiliki visi terbaik selama ini yang belum terlaksana di dalam Timnas kita selama ini. 

Dia menjadi penyalur bola tiga dimensi, sekaligus penyetop awal dari serangan balik di lapangan tengah. Penembak keras dan perebut bola bawah dan atas yang tangguh. Sayang geraknya lamban persis seperti Rodri, dan sayangnya lagi dia sering tidak tersambung dengan garis penyerang Timnas yang serabutan kala itu.

Demikian halnya dengan gol kedua. Sebuah skema yang juga terpisah dari permainan, yaitu satu set piece dari luar kotak enambelas dengan tendangan khas bek kiri Nathan Tjoe dengan lintasan bola yang berbentuk eksponensial ke kepala Rizky Ridho, sehingga bola masuk ke jala Mendoza seperti irisan pisau.

Sementara, Nathan Tjoe adalah Phil Foden (Manchester City) yang bermain multi purpose atau versatile players, dan di dalam laga kontra Filipina kali ini, Nathan menjadi duo vertikal gelandang dengan Thom Haye, dimana posisi basic Nathan adalah bek kiri.

Kemenangan atas Filipina layaknya adalah sebuah keniscayaan, berapapun skornya sudah memadai, namun dengan dua gol yang terpisah dari permainan kaki-kaki indah Marselino, Struick dan sayap-sayap Sayuri atau Verdonk, sepertinya permainan kebahagian mereka dan penonton telah ditenggelamkan oleh pelatih kita, coach Shin Tae Yong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun