Perjalanan akhir kontrak kepelatihan Shin Tae Yong untuk skuad PSSI terutama Garuda Senior dan Garuda U23 seperti menjelma menjadi sesuatu yang belum selesai, menggantung dan tak menentu.Â
Apakah kontrak pelatih warga Korea Selatan ini akan diperpanjang atau diterminasi, rasa-rasanya bukan lagi persoalan.
Perjalanan STY telah menjadi koheren bersama Timnas Garuda, selalu terhubung tetapi Timnas memiliki satu bawaan sifat atau inheren yang sepertinya tidak dipahami STY.
Artinya Timnas tidak pernah bisa mengurangai sifat bawaannya sementara Tuan Shin tidak bisa menambah sifat keterikatannya ke dalam bawaan Timnas.
Itulah, sepakbola Indonesia dibawah pelatih STY terasa tanggung dan tidak total, fisik pemain yang selalu shortage (kurang), teori teknik sepakbola yang tidak kunjung standar, ilmu penguasaan sistem lapangan yang tidak pasti, skill individu yang bukannya bertambah kuat tapi malah meredup.
Sementara pelatih Shin di hampir saban pertandingan selalu menampilkan strategi lapangan yang berbeda, entah untuk mengecoh lawan atau untuk hanya sekedar gimik, kerna penampilam tim saat laga ternyata jarang sesuai dengan apa yang hendak dikejutkannya, tidak ada perkembangan yang signifikan dalam aktualisasi lapangan, boro-boro kejutan.
Waktu empat tahun tanpa trofi buat seorang pelatih menyiratkan adanya sesuatu masalah yang serius, Â mungkin tak ada pelatih bola profesional di bumi ini yang bsa bertahan tanpa piala selama itu.
Program gaya pelatihan STY yang konon spartan dan sistematis ternyata tidak banyak menghasilkan goal, hanya menghasilkan timnas yang lebih progres katanya.
Periode sepanjang empat tahun dengan capaian hanya  pada peningkatan level bermain menjadi membosankan tanpa juara, merupa seperti utopia, sehingga di akhir periode kontraknya tampak Tuan Shin mengambil jalur pragmatis dalam timnas.
Mengoleksi pemain naturalisasi yang lebih standard global adalah salah satu short cut untuk berusaha meraih piala atau target yang juga tidak kunjung tiba.