Tiba di teras kafe penuh kenangan, saya mengambil kursi dengan sedikit gugup, lalu memesan kapi dan roti panggang untuk sahabat mungilku.Â
Dia berkitaran di meja sembari menatap wajah saya yang masjgul. Mahluk bocil itu kembali berkicau merdu, dan saya mengerti dia mencoba menghibur hati saya yang pernah hancur di tempat ini.
Ya, benar! Saya pernah luka di sini! Desah saya. Si burung naik ke tangan saya dan menyanyi satu lagu. Saya lalu menjelaskn, Mungkin saya kurang bisa menyatakan perasaan saya yang terdalam ketika itu! Kata saya.
Burung kecil mematuk lembut tangan saya menyanyikan lagi lagu yang paling menusuk hati yang keluar dari hatinya yang terdalam.
Selanjutnya kami berdua terdiam, melepaskan sore yang jatuh di depan kafe kenangan.Â
Hingga tiba seorang wanita cantik, melangkah masuk dengan anggun. Perempuan itu berjalan bersama seorang lelaki ganteng.Â
Saya berusaha menyembunyikan wajah saya, namun wanita indah itu berhenti di meja saya, sementara lelakinya mengambil meja lain.
Maaf Dre! Aku pikir kita sudah berakhir dan kau tak perlu lagi di sini, jika itu masih melukaimu! Ucapnya tenang, lalu dia berlalu ke meja lelaki barunya.
Saya menatap punggung wanita itu dan masih merasa luka yang panjang karena pernah ditinggalkannya.Â
Tapi, entahlah, mungkin perempuan itu kurang bisa merasakan hati saya, atau saya yang kurang bisa mengungkapkan rasa betapa cinta dan luka saya kepadanya hingga saat ini.
Saya menatap burung kecil di tangan saya, menggesekkan lehernya, mencoba menghibur hati saya yang sedang luka parah.