Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Dingin di Kafe

27 Juni 2023   20:54 Diperbarui: 27 Juni 2023   21:02 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar pixabay.com

Saya berdiri di sudut kafe, memastikan aroma kofinya yang mengapung di udara. Lalu beranjak ke ruangannya yang tak berpintu. Menghempaskan tubuh saya ke bangku seperti menghempas malam. 

Seorang perempuan masuk tak lama kemudian, wajahnya putih seperti salju, rambutnya berderai seperti hamparan sutra. Dia mengambil meja bersisian, dan tiba-tiba saja saya merasakan dingin.

Pramukofi menghampiri saya, tetapi saya membikin kode untuk lady's first dan segera dia beralih ke samping.

Mmm.. aku mau kopi yang paling panas! Kata perempuan beku itu.
Baik nona!

Tuan?
Saya kofi, black! Pesan saya.

Lalu pelayan berlalu, dan tak lama dia kembali lagi membawa dua mug berkepul asap. Dia menurunkan pesanannya ke wanita lebih dahulu, baru ke meja saya.

Sedikitpun saya belum menyentuh kopi hitam saya, sementara perempuan itu telah mereguk lembut kopinya, bibirnya jadi basah dan lipsnya berkilatan. Saya melihat betapa tontonan anggun berada di dekat saya dan saya tiba-tiba menyukainya.

Perempuan itu pun selesai dengan hidangannya dan parasnya tak sepucat semula, dia menghapus bibirnya dengan kertas tisu.

Apakah anda akan mendiamkan kopi anda? Tiba-tiba perempuan itu menoleh saya.
Ah, tentu saja tidak, tapi kopi ini masih mengasap! Jawab saya separuh terkejut.
Anda tak merasakan dingin? Dia bertanya lagi.
Sebenarnya begitu! Jawab saya serba salah.

Lalu dia mengambil sebatang rokok dan menghidupkannya, membuang asapnya yang membubung bergulung-gulung.

Itu bagus! Katanya.
Maksudmu?
Anda sudah merasakan sedikit dingin!
Ya, kini saya merasakan lebih dingin! Jawab saya

Lalu perempuan itu berdiri dan meletakkan dua lembar ratusan di mejanya, sesaat dia memandang saya lalu melangkah keluar.
Sayang saya tak memiliki waktu untuk mengenalnya, kerna dia begitu ringkas. 

Dia hanya menyisakan sisa wajah, bahwa perempuan itu begitu alien, tapi memori saya serasa pernah membersitnya, namun kepala saya tak juga menemukannya.
Saya hanya menatap dia berlalu dengan punggungnya yang dibungkus baju dinginnya yang tebal.

Ketika saya mulai mereguk kopi, saya baru menyadari bahwa hawa terasa lebih hangat, saya pikir udara ruang telah kembali seperti semula, tidak sedingin saat wanita itu ada.

Tak lama saya melihat pramukafe mendekat dan dia membereskan perangkat hidangan di meja perempuan itu.

Apakah tuan mengenalnya? Tanya pramukuliner itu.
Ah, tidak. Saya tidak mengenalnya! Saya sedikit herman.
Maaf, saya lihat dia berbicara dengan tuan dan saya pikir tuan mengenalnya!

Tidak, tidak. Kenapa?
Saya masih mengingatnya tuan, setiap tahun nona itu datang kesini dengan pesanan yang sama, yaitu kopi terpanas!

Ah, menarik! Apakah kira-kira esok dia masih ke sini?
Saya pikir begitu, kerna biasanya dia menghabiskan beberapa hari singgah di sini!

Oke, terimakasih! Tutup saya.
Baik tuan!

Sesaat pelayan itu berbalik saya pun menggapainya.
Hei waitress! Apakah tadi kau merasakan lebih dingin? Tanya saya kurius.
Ah! Tuan merasakannya juga, sekarang pun saya masih menggigil Jawab pramu membuat saya termangu.

Saya mencoba lagi mengingat silam tentang perempuan di kepala tapi nihil, lalu saya beranjak pergi melepaskan kafe malam dan saya berniat untuk kembali esok.

Malam berikutnya saya sudah berjalan menuju kafe kofi, tetapi ternyata saya tidak menjumpai perempuan kemarin saat saya masuk. Saya pun mengambil meja yang sama dengan yang ditempati perempuan kemarin.  

Mungkin wanita itu belum datang! Pikir saya, dan saya siap memesan saat pramukafe tiba di meja saya.

Kopi yang paling panas! Perintah saya.

Pelayan yang sama memandang saya, dia tak segera menjawab, tampak tubuhnya bergetar hebat.
Maaf Tuan, saya tiba-tiba begitu kedinginan di dekat Tuan! Sahutnya dengan suara menggigil. Tapi saya tak menanggapinya seketika pula dia berbalik.

Pramukafe kembali dengan segelas kopi mendidih di nampan, terlihat tubuh keringnya telah dibungkus jaket tebal, namun masih jemarinya terlihat gemetar menahan dingin.

Saya segera menyeruput kofi terpanas itu ludes sekali tenggak, sementara pelayan belum beranjak pergi. Saya memberikan dua lembar ratusan kegenggamnya.

Jangan kawatir, saya akan kembali lagi tahun depan! Kata saya meninggalkannya.

Saya pun melangkah ke luar kafe dengan rasa lega, karena sekarang saya sudah berhasil meyakini, bahwa perempuan kemarin  sudah kembali lagi ke dalam diri saya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun