Kita sudah kerap melompat dari satu ekstrim ke anti-ekstrim, dari hitam ke putih, dari benci ke rindu atau dari tesis ke antitesis.
Mungkin kita sensasi, terlalu senang atau hebat berada di puncak amplitudo gelombang sinusiodal yang turun naik, soalnya ini mulai muncul lagi saat tersirat, di dalam twit mimpi perjalanan kereta Gajayana SBY, bersama Jokowi dan Megawati yang memapak presiden kedelapan di Gambir, untuk tiga tiket tujuan akhir mereka.Â
Kita juga sering sontak berpelukan, dikala satu relasi hubungan masih mendidih ataupun beku, lalu mengapungkan puja-puji padahal baru kemarin kita saling mencela. Kita sering berubah pesat, dengan mengambil posisi yang paling ekstrim.
Tak ada yang tahu apa maksud SBY dengan mimpi touring gerbongnya kecuali pak SBY sendiri, tapi spekulasi segera bermunclan seperti biasanya untuk hal yang kali ini seperti tidak biasa.
Semua pun tau, kalo SBY dikenal sebagai tokoh yang penuh perhitungan, detail, hati-hati dan smart. Setiap langkahnya pasti terlihat cermat dan terukur, baik dalam konsep atau kata-kata maupun aktualisasinya.
Background yang berkelas dari seorang jendral elite, lengkap dengan fullfillment rekam jejak dan curiculum vitae yang susah dicari tandingannya.
Tetapi  terkait tafsir mimpi SBY, semua hampir seperti paduan suara ketika tiba di satu kesimpulan dari banyak komentar atau pendapat,  bahwa cuitan SBY kali ini adalah pertanda ajakan baik perihal, sudah diperlukan rasa kebangsaan dalam mengopeni bangsa secara bersama, sejuk dan damai, dimana para sesepuh tut wuri handayani kepada generasi berikutnya sebagai pemegang estafet pemerintahan. Begitu kira-kiranya.
Ini memang dasarnya kita memang sukanya yang bagus-bagus dan melempar ke dalam lemari segala yang busuk, jelek dan menyakitkan.
Tapi ada juga yang berpendapat, ini adalah melankoli SBY yang mau mengakhiri luka sejarah menyoal relasi historinya dengan Megawati. Bisa jadi begitu mengingat SBY juga seorang art yang saat ini banyak melukis. Bisa juga sebuah playing victim seandainya dilihat dari sudut sarkais.
Namun mayoritas tokoh senang mencari aman, untuk mengartikan mimpi tersebut berkorelasi dengan suatu pemilihan umum yang damai, sejuk  dan saling menghargai. Tapi mana ada? Iya enggak si?Â
Apa ini cuman sopan santun di permukaan, sementara hati berbisik lain, khas plus 62? Kek, sepertinya kita ingin menisbikan efek samping mimpi indah tentang pemilu yang banyak memakan korban, gelombang politik identitas yang absurd dan kekerasan yang memilukan.
Jika mimpi SBY diartikan normatif tentang perlunya keutuhan bangsa yang mulai membelah di awal pemilu, itu bukan barang baru, kerna sudah bukan mimpi lagi, ribuan tokoh, pejabat dan politikus malah ngomong seperti itu.