Indra sejalan dengan model pelatih Spaniard Mikel Arteta di Arsenal, mengamati apa yang dibutuhkan untuk perbaikan  langsung di rumput tanpa merubah formasi yang mengganggu keseluruhan tim. Seperti contoh di babak 2, membebaskan Witan Sulaiman dari beban sayap murni untuk bergerak ke segala arah sesuai dengan keahlian Witan. Ini seperti saat Arsenal membebaskan Martin Odegaard dari beban penyerang tengah untuk beroperasi lebih dalam.
Secara keseluruhan, pemberian kepelatihan Indonesia U22 ini kepada Indra Sjafri oleh PSSI memang pantas diapresiasi, sehabis pengharapan panjang yang melelahkan akan prestasi PSSI dibawah kepelatihan multi tim PSSI Shin Tae-yong selama hampir 3 tahun tanpa prestasi yang signifikan.
Dimana yang mutakhir adalah haru biru kegagalan timnas muda U20 mengikuti gelaran kejuaraan dunia FIFA 2023, yang menyisakan kekecewaan yang masih mengambang dan bias. Tak guna mengemuka sepakbola yang beralasan, kita harus jujur bahwa kegagalan U20 Garuda  bukan karena pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah, melainkan kegagalan dari prestasi tim U20 Garuda yang kalah dalam perebutan tempat ke putaran 24 tim U20 dunia. Â
Ini  memang baru laga perdana buat Indra Sjafri setelah rehat tanpa melatih anak-anak rumput PSSI, yang memberi harapan di kejuaraan cabang bola di pesta Asia Tenggara ini. Tapi paling enggak ini suatu alternatif  atau katakanlah tes ombak,  apakah memang permainan anak-anak PSSI selama tiga tahun terakhir segitu gitu aja, ditengah kepelatihan satu tangan Shin Tae-yong.Â
 Jangan pula ini lalu dianggap romantisme dari kepelatihan seorang Indra Sjafri di masa lalu walaupun memang PSSI butuh juara sesempit apapun momen kejuaraannya buat mengobati fans Indonesia setelah menghabiskan tiga tahun yang panjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H