Indra Sjafri memulai tim U22 Garuda dengan babak pertama yang amburadul melawan Filipina di Sea Games Kambodia sore kemarin. Formasi dan taktik yang susah diterjemahkan menjadikan tim Garuda menjadi underseded dari tim Azkal.Â
Mencoba mengenal dasar formasi 4-3-3 Garuda20 Â yang seharusnya simpel menjadi ruwet. Pertahanan 4 bek yang semestinya rapat menjadi bolong ketika full back Arhan Pratama sendirian menggantung di tengah flank, buat seorang Arhan jadi serba salah, menyerang canggung bertahan tanggung. Sehingga dari sisi kanan lapangan Indonesia begitu mudah ditembus oleh winger Filipina Aldeguer.Â
Sementara Witan Sulaiman pada posisi winger di atas Arhan, malah bermain di tengah yang sering membingungkan penyerang Ramadhan. Hal yang sama juga terjadi di flank kanan dimana winger Sroyer bermain banyak di lapangan tengah, namun beruntung mobilitas full back Rio Fahmi sangat baik dalam menyerang dan kembali bertahan menutup sepanjang area sayap kanan.
Jadi yang terjadi pada babak pertama, ada pemain Indonesia 5 sampai 6 selalu bertumpuk di depan sehingga sering terjadi salah pengertian dan salah oper.
Disisi lain Filipina memainkan pressing tinggi dan merubung pemain Garuda yang baru menerima bola  untuk melakukan counter press yang cepat.
Dengan konsentrasi sebaran pemain yang tidak merata,  maka pegangan koentji Indra Sjafri dengan memainkan bola pepepa, pendek-pendek-panjang, berubah menjadi papapa, panjang-panjang-panjang. Sehingga serangan Garuda sering terpatahkan dengan mudah, dan memaksa tendangan jarak jauh ke gawang Filipina.Â
Beruntung di menit-menit akhir babak satu, full back kreatif  Rio Fahmi yang dominan mengambil peran menjadi winger di kanan memberikan umpan rendah keras ke posisi Marselino yang memiliki celah longgar. Dengan hanya memiringkan kaki kirinya bola mengefek keras tembus ke jala kiper Kameraad yang tidak menduga secepat itu bola lesatan Mareslino. Gol 1-0 Indonesia.
Memasuki babak kedua Indra Sjafri  mengganti pemain sayap kanan Sroyer dengan Fatur Rahman, juga  merubah susunan posisi yang tadinya puzzle dengan Witan di geser ke posisi Marselino dan Marselino di tarik lebih dalam kurang lebih sebagai pelapis belakang Arhan atau jadi separuh full back.Â
Perubahan Indra Sjafri ternyata menghasilkan serangan dan bertahan Garuda lancar jaya. Witan menemukan jati diri kemerdekaannya ketika dia dibebaskan dari punggung wing back murni menjadi setengah gelandang serang kesukaannya, sehingga menghasilkan banyak umpan terobosan dan assist yang khas Witan. Dan hasil penalti gagal dari Rizky, adalah berkat alunan Witan yang terpaksa dilanggar ketika tinggal selangkah gol dari kaki Witan.
Demikian halnya dengan Arhan, dia lebih dibebaskan dari beban fullback menjadi separuh winger yang ditinggalkan Witan, sehingga Arhan berkembang penuh sesuai kemampuannya menusuk ke dalam yang selalu memberikan momen kritis bagi pertahanan Filpina.
Sedangkan supersub Fathur Rahman di sayap kanan  sangat mobil dan bold (berani) untuk lebih menghidupkan serangan dari sayap. Positioning Fathur yang selalu bergerak menghasilkan gol dari tendangan volinya yang keras sebagai gol ketiga.
Sudah silam kita tidak pernah lagi disuguhkan racikan pelatih Indra Sjafri dengan perubahan strategi atau perubahan task force yang senyap tapi menghasilkan kejutan, membaca permainan, mengevaluasi dan menentukan perubahan taktik yang bisa langsung dimengerti dan diaplikasikan pemain sesuai passion pemain mungkin merupakan salah satu ketajaman Coach Indra yang masih berkumis tebal ini.