Lalu kami bersisian berjalan keluar meninggalkan ruang Panorama, sebentar-sebentar kepalanya membuang pandang ke belakang seakan tak lekang meninggalkan ruang vista kesedihannya, tapi dia terus lanjut. Kami pun berlaju pelan menyusuri pedestrian normal di pinggir malam.
Aku tinggal di empat blok kemudian! Cetusnya ketika kami sudah memasuki blok-blok rumah berbentuk kubus.
Dan saya mengantar gadis itu hingga di pintu kaca tebal apartemen baloknya, dia berdiri mematung sekejap dan menengadah, menatap langit tanpa panorama apapun.
Kini waktunya aku menikmati lagu lirik kesedihan. Terimakasih! Pamitnya, dan dia berbalik melangkah masuk.
Hei! apakah besok saya bisa menjumpaimu lagi di Panorama? Tanya saya berharap. Gadis elok itu berpaling.
Mungkin! Jawabnya, lalu dia melangkah menembus pintu, meletakkan saya seorang di depan rumah bloknya.
Keesokan hari saat matahari menjatuhkan senja, saya sudah berada kembali di jalan panoramik itu. Sudah banyak orang duduk sendiri-sendiri, semua mereka terdiam menikmati turunnya warna merah luka matahari.Â
Saya mengambil papan duduk yang kemarin, menanti perempuan kemarin yang belum kunjung tiba. Tidak ada suara jalan, tak ada bahkan suara angin, hanya kabut kaca yang turun melebihmerahkan dinding transparan Panorama.
Dan lama saya menanti sang gadis kemarin, namun tak juga terlihat bahkan jejaknya pupus sampai mentari benar-benar pulang. Saya tak bermaksud apa-apa lagi kecuali mencari lagi salah satu perempuan lain dari semuanya yang sedang dilanda kebanggaan akan hati yang hancur. Saya harus memperbaikinya! Bisik saya dari dalam hati.
Namun tak lama seseorang wanita menghampiri saya, dia bergaun hitam, beraroma wangi, dan berjalan seperti melayang. Dia mendekat dan menyodorkan selarik kertas. Ini dari gadis kemarin, katanya ringkas, lalu dia berlalu. Saya membuka lipatan tulisan tangan di kertas  yang seperti menu itu lalu membaca. Jika kita tak lagi bertemu di bumi, please, jangan lupakan aku!
Saya menyapu tatap berkeliling dan urung mendekati orang-orang di jalan Panorama, lalu memutuskan keluar,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H