Ini suatu janji yang harus anda tetpati! Jelasnya. Saya seperti mengabaikannya saja, kerna saya tidak pernah berjanji selama ini, tetapi begitu waktu berlari menghampiri bertubi-tubi, ternyata sayalah pemilik janji itu.
Aku tak akan mengingatkanmu soal janji! Itu urusanmu! Katanya terkahir tentang perjanjian.
Pikiran di dalam kepala yang kusut masai mulai terurai mana yang kusut dan mana yang masai, sampai saya merasakan hawa dingin saat melewati rimba yang semakin kelam, tetapi mata perempuan itu selalu saja ngeblink seperti pelita jalan.
Dia sempat berbisik menanyakan saya apakah ada kesalahan, saya menggeleng, kerna satu-satunya suara lain adalah suara sapuan dari angin yang mudah dan serpihan putih salju berbulu halus.
Sampai di langkah ini saya tidak pernah menanyakannya lagi tentang tujuan rumah desa yang katanya di huninya. Saya sudah merasakan amat percaya kepada perempuan itu seperti belahan jiwa dan membiarkannya menetapkan jalan yang sudah dilaluinya.
Saya berjalan dengan perasaan tenang dengan langkah bagai melayang, menikmati jalan hutan yang tak terlihat ujungnya, tetapi hutannya begitu indah, gelap dan dalam.
Dan saya sudah memiliki janji untuk ditepati bermil-mil untuk pergi, sebelum saya tertidur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H