Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Potongan Rambut

23 Juni 2022   11:45 Diperbarui: 23 Juni 2022   12:00 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by pixabay.com

Saya sudah beberapa kali melaluinya, namun baru sekali ini saya melangkah ke pintunya, entah kenapa. Itu sekitar 13:30, dan saya masuk ke dalam kafe kecil yang saya maksud itu. Sedikit suram dan dingin, saya mengambil kursi di tepi beranda timur sehingga menampak taman dari balik kacanya.
Seorang pelayan yang barangkali satu-satunya memegang kertas dan pensil mendekat di sisi.

Saya mengorder roti gandum sandwich kalkun plus kopi nihil kafein. Dia mencatatnya dan meninggalkan meja, sementara saya mengambil sehelai kertas dan mulai membaca.

Oh iya, ada 2 lelaki di sebelah kiri meja saya yang sudah terlebih dahulu berada di situ, mereka bercengkerama dan telinga saya bisa menangkapnya.

Yeah! Sebetulnya aku tak hendak mengatakan sesuatupun, tetapi ada yang tidak beres pada potongan rambutmu. Saya melihat ada sesuatu yang salah. Kata salah satu lelaki.

Hmmhh! Aku sudah berpikiran demikian, saat memandangnya dari cermin di depan kami. Hey! Apa yang dia kerjakan kepada kepalaku? Jawab satunya.
Semestinya kau mengatakannya sesuatu langsung...

Sementara telinga saya masih terbuka dan otak saya segera menyimpulkan bahwa ke dua pria ini sedang membicarakan soal potongan rambut.

Selanjutnya roti berlapis dan kopi decafe saya telah tiba berikut order tambahan dua lembar selada tersaji di meja, saya pun mengangkat dan menggigit kotak gandum lapis berisi sosis dan kerat asap, sesekali saya mengletus lettuce hijau yang kelihatan segar.

Dan telinga saya kembali mendeteksi lanjut.
Aku pikir perempuan pemangkas itu seharusnya lebih banyak memotong sisi kiri rumbutmu. Cetus lelaki semula.
Yeah. Yeah! sejujurnya dia selalu memotong dengan baik dan benar, tetapi...Jawab satunya.
Yeah.. sejujurnya aku juga mengatakan bahwa potongan ini tidak terlalu buruk kawan, tapi.. aku pikir ini juga kurang benar. Kau mengerti bukan?
Yah, aku berpikir pada akhirnya... untuk tidak kembali lagi kesana..Jawab pemuda satunya sedikit down.

Lalu salah satu lelaki itu tampak memesan lagi satu porsi pai buah ceri yang sudah habis di santapnya.
Aku selalu memfavoritkan pai ceri di sini. Katanya.
Yeah! aku setuju dengan seleramu. Pai ceri disini enak banget! Jawab satunya.

Sementara pula saya pikir saya telah rampung menghabiskan roti kalkun saya, lalu menenggak tandas kopi non kafein masuk lewat tenggorokan saya. Lalu saya berdiri dan meletakkan uang tip di atas taplak dan berjalan menuju cash register.

Pun, saya masih mendengar ketika melintasi kedua pria ini yang masih berdiskusi soal potongan rambut.
Maafkan, sebetulnya aku tak berkehendak untuk mengatakannya, ini memang bukan persoalan besar, kau tahu? Tetapi saya pikir, lebih baik mengatakannya keadamu. Kata lelaki semula.

Owh.. ini oke.. saya mengerti. Jawab lelaki yang habis di potong itu.
Selanjutnya nanti akan bertumbuh.. aku pikir kamu akan baik-baik saja.
Yeah.. jika rambut ini memanjang kembali, aku tidak akan kembali ke tukang potong itu lagi.
Bukan kawan.. maksudku, ini tidak jelek.. tapi..?

Selanjutnya saya melewati kedua mereka dan kehilangan pendengaran karena saya sudah kembali berjalan setelah membayar kasir, melangkah keluar kafe kecil menuju halaman parkir. Saya sekejap berdiri di sisi mobil untuk merogoh kantung mencari kunci kontak vehicle, ketika dua pemuda itu tampak tergopoh menghampiri saya.

Maaf old man! Saya pikir ini tulisan anda tertinggal di meja sandwich anda! Pemuda itu berkata sambil mengacungkan selembar kertas yang saya kenali.
Yeah, kertas itu..? Itu bukan soal besar. Kata saya sambil membuka pintu kemudi.
Tapi tuan tua, tulisan ini tulisan besar! Bukankah ini tulisan anda?
Yeah, benar. Tapi .. darimana kau tahu itu tulisan besar? Saya bertanya.
Kami baru membaca judulnya dan kami merasakannya itu hebat, ini bakalan AU! Jawab satunya bersemangat.

Saya memandang lelaki satunya lagi, dan dari atmosfer  luar dengan mentari siang yang benderang, saya melihat jelas potongan rambutnya tidak sama panjang antara samping kiri dan kanannya. Tidak seimbang.
Dan memang cukuran aneh itu tidak terlihat jika kepalanya berada di dalam kafe kecil redup itu.

Maaf, aku tidak memikirkan lagi tulisan itu. Tapi.. aku pikir temanmu itu benar, ada masalah dengan potongan rambutmu! Jawab saya sembari masuk ke dalam mobil.
Saya sempat mengerling dan tampak keduanya berpandangan, tidak kepada kertas tulisan yang dipegangnya melainkan kepada potongan rambut salah satunya itu.

Saya pun menghidupkan kendaraan dan mulai ngegas keluar area kafe redup untuk lepas ke freeway.
Hingga saya tiba di lampu lalu lintas yang menyala merah, saya pun berhenti, tiba-tiba saya merasakan kunyahan roti lapis kalkun dan selada di dalam perut saya mendesak perut dan memukul kiri-kanan atas dan bawah.
Dan ketika lampu berganti hijau saya ngegas pol mobil, sembari berpikir untuk tidak lagi mampir ke warung kecil itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun