Ku pikir ini tak akan berhasil!
Apa?
Semua cinta akhirnya tidak akan berhasil!
Wanita di meja saya menggeleng lalu mencium saya, dia merokok yang asapnya tajam berbau bunga, dia berdiri diatas high heel merahnya lalu melangkah menuju panggung, berjalan meninggalkan siluet sepanjang tumit kakinya ke betis atas kakinya yang jenjang.Â
Tubuhnya yang ketat melompat ringan ke atas panggung. Dia melantunkan lagu, suaranya indah diiringi home band yang melagukan lagu melankoli. Bar yang tadinya musik berisik, menenangkan diri lewat suara perempuan cantik itu, dan para pria meja menuruti saja lewat mata berhasrat mereka. Beberapa pasangan di lantai melambatkan tarian sesuai nyanyian, berpelukan seperti mereka kekasih sejaman.
Perempuan pembawa lagu, turun dari atas dan menari bersama seorang lelaki necis berlemak, keduanya juga berpelukan sementara band mengiring intro yang menyayat tentang cinta. Warna lampu juga memudar biru mengisahkan bahwa disini tengah terjadi cinta yang mendalam.
Saya duduk merokok yang ketiga dan minum gelas ke empat. Lalu pulang meninggalkan meja.
Jam setengah 3 pintu kamar saya terbuka dan perempuan itu masuk membawa hembusan wangi bercampur metanol, saya membuka mata yang berat.
Dia membuka pakaiannya dan membiarkan underwearnya yang tersisa lalu melompat ke ranjang, memeluk saya dan dalam sekejap dia terlelap, mata saya kembali memejam.
Jam 6 pagi saya breakfast dengan telur dan kentang goreng, dan saus, perempuan itu masih terbujur, napasnya lembut. Saya pergi kerja dan tidak mengusiknya.
Malam jam 7 saya tiba di rumah dan perempuan itu sudah mandi, tubuhnya wangi sabun, dia tidak memasak tapi membeli fast food.
Aku sudah makan, kau makanlah!
Hmm.. Dia hanya merokok putih dan minum sekotak susu. Â
Waktumu berangkat bukan? Kata saya.
Aku masih kangen!
Hah? Saya tertawa dan mencium perempuan indah itu.
Sudah berapa lama kau menjadi pacarku? Dia bertanya.
2 pekan!
Apakah kau mencintaiku?
Tentu saja!
Meskipun ini tidak akan berhasil?
Hmm.. ku mencintaimu!
Lalu?
Kita jalani saja!
Aku memeluknya ketat melekat di tubuhnya.
Kau ingin menyusu? Dia menawarkan minuman.
Tidak, aku mau memelukmu.
Aku pergi!
Lalu saya melepasnya pergi ke Bar, dia akan menyanyikan lagu di sana dan menebar cinta lewat pelukan satu ke pelukan lain. Dari pelukan satu cinta  dan ke pelukan cinta yang lain. Dan dia akan pulang pukul setengah 3 untuk memeluk cinta saya.
Saya duduk di tepi tempat tidur, sambil minum soda yang enak, menonton televisi yang jenuh sambil merokok, mendengarkan malam yang mulai menawarkan kehidupan yang aneh.
Saya pikir, saya telah terlalu sering percaya dan menunggu, menunggu di ruangan ini, menatap langit-langitnya yang retak, menunggu telepon, menunggu ketukan, menunggu suara yang kadang membuat saya gila.
Sementara dia menari dengan orang asing di klub, keluar dari pelukan satu cinta dan ke pelukan cinta yang lain.
Sungguh tidak menyenangkan sendiri di dalam kamar ini mendengarkan mati, jauh lebih menyenangkan mendengar namanya di bisikkan dalam kegelapan. Karena pada akhirnya cinta ini tidak akan pernah berhasil dan saya hanya bisa menunggu kapan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H