Kalah 1-4 adalah harga yang harus ditukar dengan kembali ke jatidiri Manchester United, setelah tumbang di derby oposisi garis keras Manchester City semalam. Tuan rumah menetapkan sepakbola possessive Guardiola kedalam73% angka, namun pelatih Alemania Ralf Rangnick bergeming, untuk menyiratkan bahwa kembali ke DNA adalah segalanya.Â
Pasti perlu waktu untuk mencapai Mancehester United menjelma kembali seperti legenda silam, penjaga gawang laba-laba,  cukup 4 bek teguh, sayap yang lentur dan gelandang yang susah dilewati, last but not least penyerang goal getter dan additional super susbtitution.
Ralf telah memulai berjalan ke arah yang dituju, meski sampai saat ini The Red Devil masih merupa setan merah yang manis dan belum menjadi setan yang mengerikan. Tapi mungkin selang semusim dua, MU akan menjelma menjadi kekuatan sepakbola klasik kembali, moncer dan tidak membosankan untuk dinikmati.Â
Berbeda dengan dominasi membosankan sepakbola ManCity yang memainkan sepakbola kota dengan penguasaan diatas 70% (mungkin hanya 10 atau 15% yang digunakan untuk menyerang). Lalu apa bagusnya menonton bola dimainkan oleh tim sendiri? Â Dan saya menjadi seperti penonton bosan, saat The City memerankan permainan kaki-kaki berkaus biru terus menerus?
Tidak ada Ronaldo di 11 MU, bahkan tidak di bangku cadangan, Â sebagai gantinya ada Jadon Sancho, anak muda berbandrol 70 juta pound, dia muda dan berbahaya, dia berasal dari The City dan mengembalikan golnya kembali ke Citizen. Jadon itu busur dan tendangannya akan melengkung seperti anak panah, lembut langsung ke jantung. Â
Di sayap kanannya ada Anthony Elanga sebagai penyerang terjauh, Â salah satu pemain yang tidak disukai oleh belakang ManCity yang tidak menyukai gerak licin Elanga di pertahanan Rodrigo yang lamban.
MU terlihat bermain kembali sebagai Manchester United, tanpa beban pemain besar Ronaldo yang membebani gelandang dan fullback mereka untuk dituntut membuat penyerangan Ronaldo Centre atau paling tidak Penaldo. Sonder Ronaldo, MU bermain lebih relax dan berkembang ke setiap insan sepakbolanya. Dan United terlihat lebih berbahaya dalam serangan tanpa Ronaldo. Apakah terlalu dini? Apakah United lebih baik tanpa Ronaldo? Ralf harus berani mengerjainya.
Turun dengan lines up 4-2-3-1 United memasang centre back Maguire dan Lindelof dan fullback Telles dan Wan-Bisaaka, gelandang bertahan Fred dan Mc Tominay dan Pogba -Fernandes sebagai matrix penyerang utama atau false nine. Ini moga-moga saja peralihan ke transformasi dasar MU 4-3-3 yang lebih firm di 4 di belakang.
Hanya poros kanan MU yang perlu diredesign agar tidak bisa digulung oleh 'biang kerok' Jack Grealish, Wan-Bissaka memang tidak se mobile Cancelo yang cepat turun jika ada serangan. Full-Back Wan-Bissaka memiliki kelebihan hormon menyerang, sehingga pertahanannya cacat, dia terus mengejar bola tanpa menandai Concelo atau Silva, sehingga ada ketidakmampuan di pertahanan kanan MU.Â
Hampir segala serang ManCity overloading di sebelah sini, dan pelatih plontos Pep menyerangnya bertubi-tubi, lewat intruksi liarnya ke Jack Grealish sebagai pusat penarik dan pengendali bola di poligon Cancelo-Foden-Silva, sementara Kevin De Bryune akan datang dari kegelapan untuk mengeksekusi, belum lagi Mahrez di kanan yang nganggur di babak pertama yang di babak kedua mulai digeser ke tengah menjadi tombak kembar bersama De Bruyne sebagai sniper di baris serang terakhir.
Mungkin ini yang sedang dicari Ralf Rangnick, yaitu menempatkan posisi dan pemain yang tepat, seperti Grealish dan Mahrez, pemain sayap kebalikan yang menjadi mahir di anti kebalikan. Mahrez di sayap kanan berkaki kiri dan Grealish disisi kanan berkaki kanan.
Meski hanya dapet 27% bola, perbuatan United dalam menyerang terlihat rapi, akurasi umpan jepit atau panjang sangat terukur, peranan Pogba di tengah sebagai pengaduk pertahanan ManCity  banyak memberikan keindahan serangan MU sebagai insan sepakbola, bukan sebagai mesin sepakbola semata.Â
Teknik Elanga dan Jadon menandai kekuasaan skill academy terlihat mumpuni dan mulai menakutkan, tampak dari satu-satunya gol indah Jadon yang lahir dari kombinasi 10% kerjasama dan 90% kemahiran dan harusnya bisa membayar nilai artistik sebuah gol ketimbang 4 gol ManCity. Jadon membuat goal klasik.
Sayang substitusi Pogba dan Elanga dengan Rashford dan Lingard tidak menemukan struktur momennya, padahal penggantian ini sudah tepat cuman belum bisa mengangkat Rshford atau Lingard menjadi supersub. Mungkin setback mendahului setelah skor 3-1 oleh Coach Ralf berbenturan dengan penggantian ini, jadinya Marcus Rashford di depan tersendiri seperti seorang lonely cowboy.
Namun secara keseluruhan, saya pikir Ralf sudah berada di jalan yang benar untuk MU kembali bermain dengan nilai-nilai sepakbola yang murni sebagai permainan yang lebih banyak dikreasi oleh starting elevennya ketimbang rekayasa asal menang dari pelatih.
Rangnick telah berani dengan pendekatannya di mana Mnachester United telah melakukan kemenangan 5 dari 7 permainannya. Dia mencoba tanpa Ronaldo dan itu berjalan dengan baik meski dengan permainan blok rendah seakan masih ada kecepatan CR7, dan Rangnick telah memperlihatkan startingnya lewat Jadon Sancho. Selamat kembali ke jatidiri Manchester United.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H