Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perjalanan Sakit Hati

25 Februari 2022   11:07 Diperbarui: 25 Februari 2022   11:17 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image from pixabay.com

Saya telah cukup jenuh tinggal di kota seni yang menurut saya telah membuat passion saya menjadi berulang dan macet. Oleh karena itulah saya bermaksud untuk berpindah ke kota lain yang lebih menyerap alam, maksud saya, saya bisa bersentuhan secara langsung dengan alam melalui tubuh saya. Saya pikir saya memerlukan suasana baru untuk menghilangkan kejemuan berkesenian saya.

Saya pun menyiapkan logistik untuk suatu perjalanan menuju kota pantai yang telah saya pilih, juga tak lupa membawa beberapa lukisan saya yang paling gres, lalu mentune-up mobil tua saya yang bandel dan membuat ruang bagasi dan jok setirnya nyaman untuk jalan panjang. Hinga tiba hari memulai voyage, saya sudah merasakan suatu tantangan yang menarik dan penuh hasrat. 

Meski berjam-jam mengaspal dengan cuaca pancaroba, saya bergeming, hingga senja menjelang dan mengharuskan saya untuk menepi di satu kota perbatasan untuk melepas lelah. Saya sendiri kurang demikian paham dengan kota ini, tetapi kota ini sekilas tampak unik dan sedikit ungkep atmosfernya.

Saya pun menepikan diri di salah satu bar yang tidak begitu riuh namun tampak tenang-tenang menghanyutkan. Sehabis memarkir mobil kolot, saya melangkah masuk ke dalam kafenya untuk sekedar melepaskan dahaga dan mengobati keroncongan. 

Pertama saya memesan bir dingin untuk appetizer makan malam yang menunya telah diserakkan di atas meja. Saya pun meneguk minuman warna gading berbusa itu, ketika seorang lelaki mendekati saya.

Mohon ijin! Bolehkah saya duduk bersama anda? Pintanya. Saya memeriksa wajah dan tatapan matanya yang terlihat jujur.
Tak ada keberatan, silakan! Sambut saya berusaha ramah. Dia pun duduk sambil tangannya menggenggam minumannya sendiri.

Dari manakah anda gerangan? Dia bertanya.
Ah! Saya dari kota seni. Jawab saya.
Benarkah! Lelaki itu mendekatkan mukanya. Betapa dunia begitu kecil! Aku juga berasal dari kota seni! Sambungnya sembari mengajak bersalaman dan saya menyambut tangannya.

Lalu apa yang anda kerjakan disini? Saya bertanya kepadanya. Terlihat dia merenung membuang wajahnya sejauh mungkin.
Saya telah cukup lama tinggal di hotel gay di sebelah ini... Dia seperti memulai cerita kepada saya.

Gay? What the fu*k? Saya terperanjat bertanya.
Yeah! Tentu saja! Semua orang sudah mengenalnya, apakah anda perdana di kota ini? Tanyanya.
Iya benar, saya baru sekali ini! Jawab saya seperti mengambang.

Tenang saja my friend! Katanya menenangkan. Dan kau tau kisah pertama kakiku disini? Itu datang begitu saja kepada saya, saya pernah tidur dengan  lelaki-lelaki itu. Sambungnya.
Whats? Jadi kau juga....
No, no, no! Aku bukan gay. Calm down fellow! Katanya memotong bicara saya. Lalu lelaki itu melanjutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun