Saya berpraktek konsultasi kehidupan dengan background kejiwaan, saya praktek sudah lama dan cukup berpengalaman dengan hidup tenang. Sampai suatu sore seseorang mengetuk ruang praktek saya yang kala itu offline.
Saya membuka pintu dan sesosok lelaki paruh baya telah berdiri di hadapan saya, wajahnya terlihat sedikit rusuh yang diliputi keraguan. Maaf tuan, hari ini saya tidak berpraktek! Saya menjelaskan. Tetapi lelaki tamu itu bergeming, tak beringsut, tubuhnya bagai patung.
Maafkan saya dokter! Saya perlu bantuan anda segera, saya tidak tahan lagi! Saya mohon! Wajah lelaki baya itu memelas. Saya mencoba mengingat apakah manusia ini pernah menjadi pasien lama saya yang terlupa, namun saya tak berhasil menemukan ingatan saya.Â
Tolong lah, sekali ini saja dokter! Pintanya lagi. Membuat saya membukakan pintu lebih lebar dan dia masuk lalu menyilakannya duduk di kursi konsultasi.
Okey! Saya akan memberikan bapak waktu! Silakan! Kata saya membuka konsul dengan rileks.
Ah! Ya! Begini. Istri saya sedang mengalami perobahan didalam hidupnya... eeehh.. dia sendiri berpikir bahwa dia tidak mengalaminya, tetapi dia mengatakan dia merasakannya. Maaf, ini mengenai rumah tangga kami! Lelaki baya itu membuka kisah pendahuluan.
Baik, baik! teruskan! Jawab saya.
Begini dokter! Kami telah menikah selama 14 tahun, dan sekarang dia pergi dengan seorang lelaki lain yang lebih dari saya. Maksud saya, saya kecil dan lelaki itulebih besar dari saya, maaf, istri saya jadi berusaha menggantikan saya dengan hal-hal yang berlawanan dengan yang ada pada saya. Dia mengatakan mencintai saya tetapi dia tetap pergi bersama lelaki itu...Pasien itu menerangkan.
Bisakah bapak kilaskan serupa apakah lelaki kedua ini? Tanya saya.
Dokter! Lelaki pacar istri saya ini seorang peminum, istri saya kerap curhat kepada saya. Istri saya mengatakan kepadanya bahwa jika dia tetap minum, istri saya akan meninggalkannya. Tetapi lelaki itu tidak menghentikan minum dan istri saya tetap saja pergi kepadanya. Dan akhirnya, tetap saja istri saya berkencan dengan lelaki itu, sekaligus berkencan dengan saya. Ouh! Jawabnya sembari menutup wajahnya.
Lalu, apa yang sebenarnya anda derita? Saya bertanya.
Dokter! Sekarang saya kehilangan banyak bobot tubuh, saya kehilangan pekerjaan demi pekerjaan saya, dan saya tidak bisa berkonsentrasi. Sambungnya.
Ya! Saya mengerti! jawab saya  sambil mempelajari mimik wajahnya.
Boleh saya tambahkan dokter?
Silakan! Sahut saya.
Minggu yang lalu saya mendapat pekerjaan lumayan, lalu saya memberitahukan istri saya bahwa saya mentransfernya sejumlah uang dengan permintaan agar dia mau tinggal selama 1 minggu dengan saya.Istri saya merespon gembira, dia tampak senang menghabiskan waktu 7 hari bersama saya, katanya lagi dia sangat mencintai saya.Â
Namun saat tenggat waktu, dia harus kembali, dia bilang dia ingin menemui lelakinya. Lagi-lagi saya ngedrop, dok! Saya kembali kehilangan pekerjaan. Saya tidak bisa lagi berkonsentrasi! Katanya belas kasihan. Â
Dari kenyataan ini anda perlu lebih mendalami istri anda, Pak! Komentar saya menatap tajam matanya.
Tapi dokter! Saya mencintainya, namun dia membikin semua penderitaan saya ini, membuat semua kesengsaraan ini.
Dan dokter tahu?
Apakah itu? Tanya saya.
Iatri saya mengorbankan saya persis seperti yang dilakukan oleh istri saya yang lain... Jawab lelaki itu terputus.
Ouwh! Maksud anda, anda pernah menikah sebelumnya ataukah anda mempunyai istri lain? Maaf..! saya bertanya karena tidak menduga akan penjelasan terakhirnya ini.
Lelaki baya di muka saya itu terdiam, dia tidak menjawabnya hanya menatap langit-langit ruang praktek saya. Saya tiba-tiba merasakan tidak enak mendapati ujung konsultasi tak terencana ini.
Okey! Bapak bisa datang 1 minggu ke depan, saya pikir waktu saya cukup hari ini! Sela saya menghentikan konsul. Dan lelaki itu beranjak pamit.
Saya masih memandangi lelaki paruh baya meninggalkan pintu praktek saya, sambil kepala saya dipenuhi untuk memberi advis bagaimana, saya merasa blank untuk menyiapkan pemecahan pasien baru saya ini. Lalu saya berhasrat untuk menemui teman sekolah saya yang jenius untuk mencerahkan advis yang tepat untuk persoalan bapak dan istrinya itu.
Dan ketika keesokan saya berdiskusi dengan kawan jenius saya, dia mengatakan.
Begini kawan! Jika lelaki itu mencintai istrinya, suruh dia bersabar untuk menghadapi takdirnya, sampai persoalannya selesai, dan istrinya akan kembali dan menyadari akan hal yang sesungguhnya.
Jika tidak, dokter bisa menyuruh lelaki itu melempar baju dalam istrinya ke tangga masuk pintu rumah lelaki pacarnya itu, lalu suruh bapak itu pergi mabuk. Lalu mencari pengasuh rumah tangga yang bahenol untuk mengurus rumah tangganya sehari-harinya.
Saya meresapi advis teman pintar saya, menarik nafas dalam-dalam dan merasakan satu persoalan konsultasi telah selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H