Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Keseimbangan Lama

8 Januari 2022   21:02 Diperbarui: 8 Januari 2022   21:08 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image dari pixabay.com

Saya kurang mengerti semulanya, bahwa apakah mereka selebriti atau seperti selebriti atau bergaya ala selebriti. Maksud saya ketiga wanita yang telah saya kenal ini, apakah mereka bersaudara? Bisa dikatakan begitu, karena mereka memang mirip bagai kakak beradik. 

Namun saya tak jelas mengetahuinya dan kurang begitu ambil pusing dengan hal ini, apakah mereka bersaudara atau teman dekat atau teman yang disatukan karena memiliki sifat dan fisik serupa? Namun yang saya tangkap jelas, 3 perempuan ini memiliki interes yang sama.

Maaf, dari sisi sehari-hari yang saya lihat, sejak mula kami berinteraksi, benang merahnya adalah mereka kerap bertengkar satu sama lain, dan obyek ataupun subyek yang mereka pertengkarkan adalah selalu sama, yaitu soal lelaki. 

Mereka bisa berdebat sampai senja mengenai bahkan satu lelaki saja, dan hanya terpisahkan dengan misuh-misuh mereka, yang mereka bawa sampai ke tempat tidur masing-masing, itu pun dengan janji penuh marah, bahwa debat ini tidak boleh berhenti dan akan dilanjutkan di kemudian hari

Kelebihan lain dari 3 puteri ini adalah kegemaran mereka akan pesta dan ngerumpi, menandai kalender untuk tanggal party dengan tanda silang merah pewarna bibir. Tak pernah satu kali pun, jadual itu terlewati. Biasanya akan ada rumpi yang lebih riuh sebelum hari pesta dan akan menjadi lebih riuh sepulang party.

Sekali dua party, saya pernah memenuhi hasrat mereka, tapi sesudahnya saya mana tahan, karena tidak hanya berisi gosip terutama tentang pria, namun mereka juga suka mengerling, main mata, bahkan menggoda. Tapi sudahlah! Saya quit! 

Suatu saat sepulang pesta saya utarakan kekesalan saya. Dan mereka membanting pintu bersamaan sambil berbicara rancu yang tak jelas, seakan saya ini satu-satunya lelaki ganjil di muka bumi, tertangkap dari bisik-bisik dan  rutuk mereka.

Keesokannya salah satu princess tertua tampak tidak mengacuhkan saya, saya merasakannya karena sudah mengerti kebiasaan satu-persatu dari ketiga wanita khas ini. Ya, perempuan tertua ini seperti menjadi motor dari 3 serangkai ini. Sebetulnya dia adalah seorang nona yang lincah dan supel, meski telah beberapa kali menikah yang segera diikuti beberapa kali pula berakhir dengan perceraian.

Tak selang beberapa lama, hadir pula wanita penengah, sebenarnya dia cantik, tapi dia selalu memilih dan hanya tahan dengan hubungan yang singkat dengan pria, terkadang dengan beberapa lelaki, berkencan hanya untuk memenuhi rasa penasarannya saja kepada seorang lelaki, sehabis itu selesai.

Perempuan ketiga belum tampak hadir di ruang tamu untuk bergabung, jadi hanya saya wanita pertama dan wanita kedua. Saya duduk di sofa seberang membaca gajet, sementara kedua lady ini terus saja berbicara dengan antusias, bagai sebuah diskusi yang menyengat yang tak lain membahas lelaki-lelaki siapa lagi yang akan menjadi lelaki berikutnya. 

Dan saya mulai mengambil sigaret dan menyundutkan api lalu menghisapnya seakan memberikan ruang di dalam kepala saya untuk menjadi lebih enteng. Namun tak berhasil. Saya pun meninggalkan keduanya, berjalan ke ruang makan untuk lebih mengendurkan otot pelipis saya dan memakan beberapa kudapan disana.

Tak berapa lama, saya mendengar tambahan satu suara perempuan yang paling saya kenali, sehingga paduan suara duet telah menjelma menjadi bunyi trio. Intonasinya bertambah keras hingga terdengar sampai ke ruang saya duduk di meja makan.

Setelah mengabukan rokok ketiga, saya beranjak menuju ketiga mereka, yang sedang mengeluarkan suara mereka yang begitu bersemangat. Saya pun memotong keasyikannya.

Maaf ladies! Saya pikir saya harus pergi! Kata saya sedikit membungkuk di hadapan mereka.
Sekejap ruangan pun terasa senyap, sontak ketiga pasang mata perempuan itu menatap saya menghujam, kemudian kedua wanita beralih menatap tajam ke wanita yang termuda, seakan memberikan satu kode yang sudah familier untuk saya.

Hei! Apa yang akan kau kerjakan, lelaki payah? Perempuan termuda yang adalah istri saya bertanya kepada saya dengan suara keras.
Apakah kau akan mabuk lagi? Lanjutnya.

Well, sayang! Janganlah berkata demikian. Aku yakin ibumu tak akan rela mendengar tutur kata seperti itu! Jawab saya sabar seperti kehabisan bahan. Lalu saya melangkah keluar, meninggalkan ke 3 wanita itu.

Saya menuju garasi dan menyalakan mobil, menggelinding keluar halaman, ngegas perlahan seperti perasaan di dalam  dada saya, terus melaju ke jalan turun menuju rumah minum saya, tempat kisah muda saya.

Tiba di halamannya yang hijo royo-royo, saya memarkir SUV, lalu berjalan memasuki bar yang tidak pernah membicarakan segala gosip, kecuali kesunyian.
Memasuki lorong pintu jatinya dan menyaut minuman botol dan mengambil tempat duduk tak jauh dari meja kayu hutan bar yang begitu bersahabat dan berbaik hati dengan segala yang ada di dalam perasaan saya.

Saya pun menatap sekeliling, betapa senyapnya seperti tempat kembali ke idaman orisinal, tanpa noise dari apa-apa yang telah saya tempuh selama ini. 

Saya mengangkat botol kaca minuman, memandangi gelembung-gelembung gas di dalamnya yang bergulungan berkontras tertimpa cahaya kuning dan biru lampu tabung neon di langit-langit.  

Saya pun beralih untuk duduk lebih ke beranda, seakan mau menegaskan bahwa permpuan termuda itu pernah jumpa pertama dengan saya di titik ini sebelum segalanya cepat berubah.
Lalu saya mereguk liquid dari botol bening di genggaman, perlahan, dan berpikir bahwa, hanya inilah segalanya yang saya butuhkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun