Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki yang Bertanya

3 Januari 2022   23:38 Diperbarui: 3 Januari 2022   23:48 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya telah bekerja selama 15 tahun, di pabrik petrokimia yang struktur bajanya tetap teguh menjulang di 30 meter ke awan, mengasap beserta aroma kimia siklik yang khas, mewangi tapi meniduri. 

Berbayaran sebagian besar masanya adalah bekerja shift malam delapan jam, dimulai dari 11 menjelang tengah malam, berujung di matahari terbit.  

Dengan jemputan bus masal yang mengantuk dan lampu pijarnya yang terang, horn yang  berbunyi  mengerikan seperti memberi tanda bahwa kelengahan di 24 jam dengan 3 shift bisa membangunkan pabrik dari alunan manis putaran mesinnya. Tanpa toleransi di zero accident, atau plant akan meniupkan larvanya seperti sebuah gunung yang mabuk.

Malam ini, barangkali menjadi hari terakhir saya, setelah 15 kali 240 malam yang rasanya menguras tidak saja fisik, indera, tetapi juga otak di dalam kepala saya. Waktu itu saya sudah memutuskan untuk tidak lagi menjadi pangeran kegelapan, dan saya selesai dengan Batman.

Saya pun berhenti dari sintesa kimia, menguras saldo lalu menghilang dari industri petro. Menetap di apartemen murah yang mirip barak. Menghitung setiap sen tabungan untuk merubah haluan, namun saban malam saya tidak menemukan apa-apa.

Di bawah terang bohlam 30 watt saya hanya duduk dan minum, memakan sedikit daripada sebanyak saya minum. Akhirnya tanpa ada yang saya kerjakan, saya menulis, sedikit saja, sedikit lagi dan sedikit kemudian. Saya pun menulis setiap malam seperti night shift, cangkang saya dahulu di plant kemikal. Tapi saya mendapat kebugaran, menerbitkan semangat kebaruan.

Hingga beberapa tahun berlalu, saya masih menulis di papan, di meja, di blog kroyokan. Saya menikmatinya. Sungguh.
Sampai tiba pada suatu pekat malam, saat saya melangkah pulang ke kamar barak, langkah seseorang terdengar dekat di belakang saya.

Hei, man! Seorang lelaki memanggil.
Hello! Balas saya memutar. Saya berbalik dan mencoba menatapnya, namun saya tidak mengenalinya, karena ada ribuan orang di
barak ini.

Saya tidak mengerti, apa yang telah terjadi dengan anda? Apakah anda dipensiunkan? Dia melancarkan tanya. Dan saya lekas paham bahwa ini berhubungan dengan kerja shift tempat silam saya berkarir dengan malam.

Tidak, saya keluar! Jawab saya tegas.
Anda resign? Terus apa kerja anda sekarang? Lelaki ini kepo.

Ah! Saya menulis fiksi, sudah 1200 artikel. Terang saya kalem saja.
Apa yang kau dapat? Lelaki itu masih keukeh.
Ranking 100 dan jutaan reward dan terus berjalan. Saya beruntung! Saya berkata meyakinkannya.

Beberapa sekon lelaki itu menatap mata saya, lalu dia berbalik tanpa mengeluarkan kata sepatahpun, meninggalkan saya tanpa hormat. Saya memandang langkahnya menjauh sementara tampak kepalanya bergeleng-geleng. Mungkin dia berpikir ini omong kosong.

Saya mengeluarkan sebatang rokok dan menyulutnya, menyerap dan menghembus asapnya ke malam.
Di kejauhan orang itu sesekali menengok ke arah saya, tapi saya memakluminya.
Mungkin itu tadi benar omong kosong, tapi paling tidak itu omong kosong milik saya sendiri, bukan omong kosong milik mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun